Eksportir Semringah Rupiah Anjlok, tapi Importir Terpukul

17 April 2024 18:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR, Senin (7/1/2019). Kurs Rupiah terhadap Dolar AS menguat 1,3 persen menjadi Rp14.080.  Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR, Senin (7/1/2019). Kurs Rupiah terhadap Dolar AS menguat 1,3 persen menjadi Rp14.080. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memandang melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguntungkan perusahaan industri yang memasarkan produknya di pasar internasional atau eksportir.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Bloomberg hari ini, Rabu (17/4) hingga pukul 15.55 WIB, kurs rupiah mencapai Rp 16.220 per dolar AS atau melemah 44,50 poin (0,28 persen).
Direktur Eksekutif Aprisindo, Firman Bakrie, menuturkan hal tersebut karena industri yang berorientasi ekspor membeli bahan baku sekaligus menjual produk dengan menggunakan mata uang dolar AS. Di sisi lain, pengeluaran dalam negeri digelontorkan dalam bentuk rupiah, sehingga hal ini cukup menguntungkan.
“Kita jual sepatu dengan FOB (free on board) dalam USD dan kita beli bahan baku juga dalam bentuk USD. Kita gunakan IDR untuk pembayaran lokal seperti gaji dan utilitas publik, dengan USD yang semakin tinggi mungkin malah menguntungkan industri yang orientasi ekspor,” kata Firman kepada kumparan pada Rabu (17/4).
ADVERTISEMENT
Dia menuturkan, banyak industri alas kaki di Indonesia yang merupakan penanaman modal asing (PMA) dan berorientasi ekspor. Sehingga menurutnya, anjloknya rupiah tak banyak mempengaruhi industri alas kaki.
“Kalau untuk kenaikan USD untuk yang orientasi ekspor tidak berpengaruh, karena jual dan beli bahan baku sama-sama dalam bentuk USD,” jelas Firman.
Kendati demikian, Firman juga tidak menampik pelemahan rupiah ini akan memukul industri yang berorientasi pasar dalam negeri, terlebih jika sebagian bahan baku ataupun bahan baku penolong industri tersebut harus impor.
Hal ini juga diperparah dengan lesunya pasar dalam negeri untuk sebagian industri dalam negeri, sehingga hal ini akan menjadi simalakama lantaran pengusaha tidak dapat menaikkan harga jual.
“Akan berpengaruh besar bagi industri nasional yang pasarnya di dalam negeri. Karena harga bahan baku naik karena IDR-nya melemah, tapi jualnya sulit naik. Apalagi saat pasar sedang sangat lesu,” terang Firman.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, menanggapi memanasnya hubungan Iran dengan Israel, Firman berharap tensi geopolitik ini tidak semakin parah dan berdampak lebih luas lagi.
“(Dampaknya) masih sangat tergantung dengan tingkat eskalasinya. Semoga tidak semakin menguat dan meluas. Karena secara makro pasti akan berdampak pada banyak hal,” tutup Firman.