Jadilah Pelaku, Jangan Hanya Jadi Penonton!

Zaki Nabiha
ASN Penikmat Kopi yang Bertugas di Kementerian Pertanian
Konten dari Pengguna
8 Maret 2021 12:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zaki Nabiha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bagus Sutoto di kebunnya di Banjar Manis, Gisting, Tanggamus. Foto (dokpri)
zoom-in-whitePerbesar
Bagus Sutoto di kebunnya di Banjar Manis, Gisting, Tanggamus. Foto (dokpri)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Terlahir dari keluarga petani tak lantas membuat Bagus Sutoto minder. Menjadi petani, seperti kedua orang tua dan sebagian besar penduduk di Banjar Manis adalah pilihan hidupnya. Bukan sekadar ikut-ikutan dan tidak ada alternatif pilihan. Menurut Mas Toto, biasa ia dipanggil, menjadi petani merupakan keputusannya setelah konsultasi, perenungan dan jawaban atas munajatnya.
ADVERTISEMENT
Saya menghubungi Mas Toto melalui saluran telepon pada Jumat, 4 Maret 2021 antara Maghrib menjelang Isya. Mas Toto diperkenalkan oleh sahabat saya yang pernah satu asrama sewaktu kuliah, Roni Sepriyono namanya, sekarang bertugas sebagai Petugas Penyuluh Lapangan pertanian di Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Jumat malam itu, saya simak Mas Toto bertutur. Gaya dan juru-jurus bertani khas orang-orang yang lahir dan dibesarkan di lapangan, tak begitu runut tapi mengalir. Beruntung, signal jaringan telepon seluler bagus, tidak tersendat. Saya takjub saat Mas Toto yang lulusan SMA dalam rentang dua tahun sudah mengembangkan usahanya dari 1 hektar menjadi 16 hektar. Ditambah lagi 26 hektar lahan binaan-nya yang belum lama ini bergabung. Ketika saya tanyakan, apakah untuk melakukan scale up itu sebelumnya dilakukan identifikasi atau menawarkan value sehingga pihak lain tertarik dan bersedia bergabung?. Mas Toto tertawa. Jawabnya, “yah, gimana yah Mas, kita sih hanya kerja aja, Alhamdulillah lumayan ada hasil dan ada buktinya. Mungkin karena itu.”
ADVERTISEMENT
Bagus Sutoto sudah menjadi episentrum. Membawa perubahan bagi kampung halamannya. Setidaknya, ada 50 petani yang bergabung, membangun usaha tani, pisang cavendish. Bukan hanya kerabat, tetangga satu pekon, bahkan dari luar pekonnya pun ia terima. Mas Toto mengaku, ia awalnya ragu dan tidak begitu yakin dengan bertani pisang walaupun pisang merupakan buah-buahan yang digemari hampir semua orang, tua-muda dari ujung Aceh hingga Papua.
Keraguan Mas Toto dipicu oleh kepastian pasar. Tinggal di bawah gunung Tanggamus dengan akses transportasi jauh dari pusat bisnis sempat membuatnya maju-mundur setelah akhirnya ia bertemu dengan salah satu perwakilan perusahaan dari Jakarta yang siap menyerap hasil panen, tentu dengan perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan. Namun, ada hal menarik, Mas Toto ternyata tidak percaya begitu saja. Ia lantas pergi ke Jakarta. Mencari dan membuktikan perusahaan calon mitranya itu. “Saya pengen yakin Mas. Bener ndak,apa yang mereka sampaikan. Ternyata bener. Dan, Bismillah, sampai sekarang berjalan,” kata Mas Toto.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan dalam dunia usaha merupakan barang mewah. Membangun kepercayaan merupakan hal fundamental untuk membuka jalan dan mengembangkan usaha lebih mudah. Apalagi di era bisnis serba online, berbasis e-commerce, yang minim tatap muka. Dimana transaksi menggunakan teknologi digital. Karena itu, Roger C Mayor, Guru Besar Ilmu manajemen Universitas Notre Dame pernah mengatakan, “Trust is central in e-commerce relationships because of the presence of risks, uncertainties, and interdependencie.” Maka, kepercayaan juga berlaku pula bagi petani-petani kita uang pada umumnya akan antusias dan yakin setelah melihat hasil panen yang signifikan.
Sortasi pisang cavendish di packing house milik Bagus Sutoto. Foto (dokpri)
Provinsi Lampung bersama Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan penghasil pisang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2019, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi pisang di Provinsi Lampung sebanyak 1.209. 545 ton, Jawa Barat sedikit lebih banyak, yaitu 1.220.174 ton, dan Jawa Timur yang terbesar sejumlah 2.116. 974 ton. Sedangkan untuk produksi nasional, dalam tiga tahun terakhir terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2017 sebanyak 7,16 juta ton, tahun 2018 meningkat sebanyak 7,26 juta ton dan tahun 2019 kembali meningkat sebanyak 7,28 juta ton.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2018, di lahan 1 hektar yang digarap ketika awal ia terjun, Mas Toto menanam kurang lebih 2.200 batang pisang cavendish. Setiap petak, biasanya dalam luasan per satu hektar, diolah oleh satu sampai tiga orang, atau satu keluarga. Status lahan tidak semuanya miliknya sendiri. “Ada yang milik pribadi, ada yang saya sewa, ada juga milik orang lain yang kerja sama, skemanya sesuai kesepakatan,” kata Mas Toto.
Selama pandemi covid-19, permintaan dan pengiriman pisang cavendish menurutnya cukup stabil walaupun ada sedikit penyesuaian harga. Hal utama yang ia jaga adalah kualitas dan kontinuitas. Oleh karena itu, ia menugaskan beberapa orang yang khusus menangani grading dan sortir di packing house yang menyatu dengan rumahnya sendiri.
ADVERTISEMENT
“Kalau produksi, rata-rata per hektar hasilnya 40 ton. Hasil panen kita bawa ke packing house. Di sortir kemudian kita masukkan ke dalam boks. Setiap boks, beratnya 13 kilo gram. Setelah itu, orang perusahaan yang bawa untuk dipasarkan,”
Berdasarkan hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dilakukan pada 15 September-5 Oktober 2020 menyatakan bahwa keluarga saat ini cenderung mengkonsumsi makanan sehat dengan tujuan untuk menjaga imun tubuh di masa pandemi, salah satunya yaitu meningkatnya konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan, pisang cavendish diketahui memiliki kadar kalium yang cukup tinggi yang bermanfaat sebagai penurun tekanan darah. Mungkin, itu yang menjadi alasan mengapa permintaan pisang cavendish Bagus Sutoto tetap deras.
Obrolan disudahi menjelang azan Isya dikumandangkan. Sebelumnya, saya mengirimkan pesan untuk menelepon bakda Isya agar lebih leluasa. Tapi Mas Toto justru menawarkan lebih awal. Pasalnya, di pekonnya ada pengajian, dilanjutkan doa bersama, mungkin semacam tahlil-an. Salah satu tetangganya meninggal dunia. Maka, sebagai penutup, saya mintakan pesan apa yang ingin disampaikan kepada generasi muda yang ingin terjun di sektor pertanian. Jawabnya, “Jadilah pelaku, jangan hanya jadi penonton!”.
ADVERTISEMENT