Kampanye: Keramaian Jual Omongan

Zackir L Makmur
Pemerhati masalah sosial budaya, menulis beberapa buku fiksi dan non fiksi, dan bergiat di IKAL Strategic Center (ISC).
Konten dari Pengguna
1 Desember 2023 16:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zackir L Makmur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampanye. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampanye. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah memasuki babak kampanye. Dan kampanye merupakan suatu upaya sistematis yang dilakukan untuk mempromosikan atau mengkampanyekan suatu ide atau tujuan, dengan tujuan mempengaruhi pandangan, perilaku, atau tindakan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks politik, kampanye sering digunakan untuk memperkenalkan calon atau partai politik kepada pemilih, serta untuk memenangkan dukungan dan suara dalam pemilihan umum. Maka kampanye politik menjadi instrumen kunci dalam upaya mendapatkan dukungan, dan memengaruhi pemilih agar memilih calon atau partai yang diwakili oleh kampanye tersebut.
Calon atau partai politik menggunakan berbagai media dan platform untuk menyampaikan visi, program, dan komitmen mereka kepada publik. Melalui debat, pidato, iklan kampanye, dan interaksi langsung, pemilih dapat membentuk pemahaman yang lebih baik tentang calon dan posisi politik yang mereka wakili.
Dengan demikian kampanye menjadi sarana untuk meningkatkan literasi politik dan partisipasi warga negara dalam proses demokrasi. Sehingga calon dan partai politik akan menyesuaikan pesan mereka agar sesuai dengan aspirasi pemilih.
ADVERTISEMENT
Dalam pemilihan umum, kampanye mencerminkan perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang dapat mempengaruhi arah kebijakan negara. Oleh karena itu, kampanye tidak hanya sebagai sarana untuk memenangkan suara, tetapi juga sebagai refleksi dinamika sosial yang ada.

Kompleksitas Kampanye Politik

Ketika membahas kampanye politik, pernyataan-pernyataan dari tokoh-tokoh filsafat politik terkenal dapat memberikan wawasan yang berharga. Sebagai contoh, Jean-Jacques Rousseau, filsuf Prancis yang berpengaruh pada Abad Pencerahan, menyampaikan pandangannya tentang partisipasi politik masyarakat dalam pembentukan kebijakan.
Rousseau pernah menyatakan, "Manusia dilahirkan bebas, tetapi dia di mana-mana berlumuran rantai." Pernyataan ini menggambarkan pentingnya melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses politik, yang mencakup kampanye sebagai wujud partisipasi.
Dalam konteks kampanye politik pua, John Stuart Mill, seorang pemikir utilitarian dan advokat kebebasan berpendapat, memberikan perspektif tentang kebutuhan akan keragaman pendapat. Mill berpendapat, "Jika semua orang setuju tentang suatu masalah, semua kecenderungan masyarakat akan bergerak ke arah itu, tetapi hanya melalui konflik dan kontroversi bahwa kita dapat memastikan pertimbangan yang lengkap dan matang."
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kampanye politik, dengan memungkinkan perdebatan dan perbedaan pendapat, dapat memperkaya pemahaman masyarakat terhadap isu-isu yang dihadapinya.
Sementara itu, Mahatma Gandhi, pemimpin pergerakan kemerdekaan India dan pendukung kebebasan tanpa kekerasan, menggambarkan pentingnya keselarasan antara prinsip dan tindakan dalam politik.
Dikatakan olehnya bahwa, "Jika kita ingin memperbaiki dunia, kita harus mulai dengan memperbaiki diri sendiri dan akan lebih baik lagi jika kita tidak memulai dengan mencoba memperbaiki dunia tanpa memperbaiki diri sendiri terlebih dahulu." Pernyataan ini mencerminkan gagasan bahwa kampanye politik yang efektif memerlukan integritas dan konsistensi dari para pemimpinnya.
Sedangkan Hannah Arendt, seorang filsuf politik abad ke-20, menyoroti betapa pentingnya ruang publik dalam proses politik. Arendt berpendapat, "Ruang publik adalah dunia tempat kita tampil, di mana kita dapat berbicara dan mendengar satu sama lain, dan ini adalah tempat di mana kebebasan sejati dapat diwujudkan."
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan partisipasi masyarakat dalam kampanye politik sebagai sarana untuk mencapai kebebasan sejati.
Dengan menggabungkan pemikiran-pemikiran dari berbagai tokoh filsafat politik, kita dapat lebih memahami kompleksitas dan relevansi kampanye politik dalam membangun masyarakat yang demokratis, terinformasi, dan berpartisipasi.

Berubah Menjadi Konsep Jual Omongan

Akan tetapi kampanye juga bisa terjerumus menjadi semacam “menjual omongan”. Pada tingkat konseptual, fenomena "menjual omongan" dalam kampanye politik bisa dihubungkan dengan istilah "omong kosong", atau retorika tanpa substansi.
Pemikir kontemporer seperti Harry G. Frankfurt menyuguhkan pandangan menarik terkait omong kosong dalam karyanya "On Bullshit." Frankfurt mengungkap perbedaan antara kebohongan dan omong kosong.
Menurutnya, orang yang berbohong tahu kebenaran dan sengaja menghindarinya, sementara orang yang berkata omong kosong tidak terikat oleh konsep kebenaran sama sekali.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kampanye politik, retorika yang kosong dapat menciptakan kesan palsu. Dan ini mengaburkan substansi visi-misi yang seharusnya disampaikan.
George Orwell, seorang penulis dan pemikir politik, menyoroti kekuatan kata-kata dalam membentuk pemahaman masyarakat. Dalam esainya yang terkenal, "Politics and the English Language," Orwell mengingatkan kita bahwa penggunaan bahasa yang samar, atau kosong, dapat merusak integritas komunikasi.
Dalam kampanye politik, kata-kata yang indah dan retorika yang menarik perhatian mungkin dapat menutupi kurangnya substansi, atau rencana konkret, yang akan diimplementasikan oleh calon atau partai politik.
Pentingnya menghindari omong kosong dalam kampanye politik dapat dipahami melalui lensa etika komunikasi. Jürgen Habermas, seorang filsuf Jerman yang dikenal dengan teorinya tentang tindakan komunikatif, menekankan pentingnya kejujuran dan transparansi dalam interaksi komunikatif.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kampanye politik, integritas komunikasi menjadi kunci untuk membangun kepercayaan pemilih dan memastikan bahwa informasi yang disampaikan memiliki substansi dan sesuai dengan fakta.
Dalam kampanye politik, retorika yang kosong sangat menghambat proses pembentukan kehendak umum ini dengan menggantikan diskusi substansial dengan frase-frase yang menarik perhatian.

Menghadapi Tantangan "Menjual Omongan"

Ilustrasi manusia bertopeng. (foto. dok.Anete Lusina/ www.pexels.com)
Dari sudut pandang psikologi politik, fenomena "menjual omongan" atau omong kosong juga dapat dikaitkan dengan konsep "pemikat emosional" yang dibahas oleh Drew Westen.
Westen menyelidiki bagaimana emosi memainkan peran kunci dalam pengambilan keputusan politik, dan bagaimana kampanye politik kadang-kadang lebih fokus pada penciptaan naratif emosional daripada penyampaian informasi substansial.
Dalam konteks ini, omong kosong menjadi alat untuk membangkitkan emosi tanpa menyediakan dasar substansial yang memadai untuk pengambilan keputusan yang terinformasi.
ADVERTISEMENT
Dari itu dalam menghadapi tantangan "menjual omongan", atau omong kosong dalam kampanye politik, penting untuk memperkuat literasi politik masyarakat.
Pendidikan politik yang holistik dapat membantu pemilih mengembangkan keterampilan analitis. Dan kritis menilai klaim politik dengan lebih baik. Ketika masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu politik, mereka lebih mampu menuntut informasi substansial dari para calon dan mendorong kampanye untuk lebih fokus pada penyampaian visi-misi yang konkret.
Selain itu, partisipasi masyarakat dalam debat dan forum politik lokal dapat menjadi sarana untuk menghadapi omong kosong. Diskusi terbuka yang berbasis fakta, lebih memungkinkan pemilih untuk menanyakan pertanyaan yang kritis dan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang program dan komitmen para calon.
Penguatan ruang partisipatif ini dapat membentuk sebuah lingkungan yang menuntut akuntabilitas dan memotivasi kampanye politik untuk memberikan informasi yang lebih substansial, mengurangi risiko omong kosong dalam komunikasi politik.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, memperkuat literasi politik dan melibatkan masyarakat secara aktif dapat menjadi langkah proaktif dalam mengatasi fenomena "menjual omongan" dan memastikan bahwa kampanye politik berkualitas tinggi dapat membentuk dasar demokrasi yang kokoh