Ambisi Politik Picu Ketegangan, Kecemasan, dan Kegelisahan

Zackir L Makmur
Pemerhati masalah sosial budaya, menulis beberapa buku fiksi dan non fiksi, dan bergiat di IKAL Strategic Center (ISC).
Konten dari Pengguna
10 Maret 2024 9:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zackir L Makmur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ambisi politik, sebuah fenomena yang menggerakkan dinamika politik, telah menjadi fokus perhatian dalam konteks filsafat politik. Para pemimpin politik dan calon pemimpin, didorong oleh keinginan untuk memperoleh kekuasaan, pengaruh, atau prestise, menjadi pemeran utama dalam panggung politik.
ADVERTISEMENT
Namun, dibalik dorongan ambisi ini, tersembunyi dampak psikologis yang kompleks yang memengaruhi kehidupan individu yang terlibat dalam politik. Ambisi politik ini yang membawa (ke)tegangan yang tak terhindarkan. Persaingan yang sengit di antara para “Tokoh Politik” dan partai politik, acap kali menciptakan atmosfer yang tegang.
Para pemimpin politik terlibat dalam pertarungan intensif ini untuk mempertahankan atau meningkatkan posisi mereka, justru malah menimbulkan tekanan yang membebani pikiran dan emosi. Tekanan ini kemudian merembes ke lingkungan politik yang penuh dengan ketegangan, di mana setiap langkah diukur –dan setiap tindakan diperhatikan oleh lawan politik.
Tidak hanya tegangan, namun ambisi politik juga memicu kecemasan yang melingkupi seluruh proses politik. Para pemimpin politik sering kali merasa tertekan oleh ekspektasi publik, dan khawatir tentang dampak keputusan mereka terhadap masa depan.
ADVERTISEMENT
Kecemasan ini karuan saja dapat mengganggu kesejahteraan mental dan emosional mereka, lantas mempengaruhi kinerja mereka dalam mengemban tugas-tugas politik. Selanjutnya, ambisi politik juga dapat menghasilkan kegelisahan yang meresap dalam masyarakat.
Pemilih dan pendukung sering kali merasa gelisah tentang arah politik yang diambil, stabilitas negara, dan masa depan demokrasi. Kegelisahan ini menciptakan ketidakpastian yang meresap dalam masyarakat, berdampak negatif pada hubungan sosial, kesejahteraan mental, dan kepercayaan pada institusi politik.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa politik tidak hanya berdampak pada para pemimpin, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Maka para pemimpin politik, calon pemimpin, dan masyarakat secara keseluruhan harus berusaha untuk memahami dan mengelola dampak psikologis dari ambisi politik ini.

Ambisi Memperoleh Kekuasaan

(Foto: Ambisi politik, foto karya Hansjörg Keller https://unsplash.com/s/photos/ambisi-politik)
Ambisi adalah dorongan kuat untuk mencapai tujuan yang besar, seringkali terkait dengan keinginan untuk memperoleh kekuasaan, pengaruh, atau kekayaan. Dalam konteks politik, ambisi menjadi pendorong utama bagi (sebagian) para “Tokoh Politik.”
ADVERTISEMENT
Namun, ambisi ini juga menciptakan tekanan yang besar. “Tokoh Politik” merasa harus bersaing dengan rival-rival mereka, memenangkan dukungan publik, dan mengatasi rintangan politik yang kompleks.
Tegangan dalam kontestasi politik timbul dari persaingan yang sengit antara kandidat dan partai politik. Setiap langkah yang diambil, setiap pernyataan yang dibuat, menjadi subjek dari evaluasi publik yang ketat.
“Tokoh Politik” harus memperhatikan setiap langkah mereka karena kesalahan kecil pun bisa berdampak besar pada citra dan peluang mereka. Akibatnya, mereka hidup dalam keadaan tegang, selalu waspada terhadap potensi serangan atau perubahan dalam dinamika politik.
Tidak hanya “Tokoh Politik” yang merasakan tegangan, tetapi juga pemilih. Pemilihan umum sering kali memicu ketegangan di antara masyarakat, terutama jika polarisasi politik kuat.
ADVERTISEMENT
Pemilih merasa tertekan oleh tawaran-tawaran dan retorika yang dipresentasikan oleh berbagai kandidat dan partai politik. Mereka mungkin merasa terbagi antara pilihan-pilihan yang ada, cemas tentang dampak keputusan mereka terhadap masa depan negara, dan gelisah tentang stabilitas politik yang akan datang.

Ambisi Bisa Membawa Inovasi

Kecemasan dan kegelisahan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika pemilihan umum. Orang-orang yang terlibat dalam proses politik, baik sebagai kandidat, staf kampanye, atau pemilih, sering kali merasakan beban mental yang besar.
Mereka cemas tentang hasil pemilihan, khawatir tentang konsekuensi dari kemenangan atau kekalahan kandidat yang mereka dukung. Kegelisahan juga muncul dari ketidakpastian politik yang melekat dalam proses pemilihan umum, di mana perubahan mendadak dalam opini publik atau peristiwa politik bisa mengubah arah perjalanan.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, meskipun ambisi politik membawa tegangan, kecemasan, dan kegelisahan, kita juga melihat bahwa ambisi tersebut merupakan pendorong perubahan dan kemajuan dalam masyarakat.
Ambisi membawa inovasi, aspirasi untuk perubahan yang lebih baik, dan motivasi untuk berjuang demi ide-ide dan nilai-nilai tertentu. Tanpa ambisi, proses politik akan kehilangan momentumnya dan kemungkinan besar akan stagnan.
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa ambisi politik dan kontestasi pemilihan umum merupakan fenomena yang kompleks, yang tidak hanya mencakup persaingan politik yang sengit tetapi juga memunculkan tegangan, kecemasan, dan kegelisahan yang meluas.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dinamika ini dengan lebih baik dan mengelolanya dengan bijaksana demi kebaikan bersama.

Sebuah Refleksi Filsafat Politik

Cerita kecil dari legenda Nusantara tentang seorang pemanah. Ini menjadi penting guna menyoroti aspek filsafat politik, terutama dalam konteks kekuasaan, ambisi, dan kebebasan. Melalui analogi pemanah yang memanah tanpa kepentingan dan emosi, kita dapat merenungkan makna yang lebih dalam tentang pentingnya kebebasan batin dan kesadaran diri dalam konteks politik.
ADVERTISEMENT
Pertama-tama, cerita ini menyoroti pentingnya tindakan yang dilakukan tanpa kepentingan dan emosi. Ketika seorang pemanah memanah dengan keadaan pikiran yang tenang dan tanpa ikatan emosional pada hasilnya, ia dapat mencapai kemampuan tertingginya.
Ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan dengan kebebasan dari kepentingan diri, dan emosi yang merusak, dapat membawa hasil yang optimal. Dalam politik, hal ini mengingatkan kita pentingnya mempertahankan integritas dan ketulusan dalam tindakan tokoh politik sebagai pemimpin atau warga negara.
Namun, ketika pemanah mulai memanah untuk memenangkan pertandingan, kemampuannya menurun secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ketika kita terlalu fokus pada keinginan untuk mengalahkan lawan, atau memenangkan persaingan, maka kita cenderung kehilangan kepekaan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dengan efektif.
ADVERTISEMENT
Dalam politik, hal ini mencerminkan bahaya terlalu terlibat dalam rivalitas politik yang tidak sehat, di mana kepentingan pribadi atau partai dapat mengalahkan kepentingan publik.
Ketika pemanah memanah untuk mendapatkan hadiah emas dan permata, ia kehilangan seluruh kemampuannya. Ini adalah peringatan tentang bahaya keserakahan dan obsesi terhadap kekayaan atau kekuasaan.
Dalam politik, ini menyoroti risiko korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan ketika pemimpin terlalu tergoda oleh janji-janji materi atau keuntungan pribadi.
Pada akhirnya, cerita ini menekankan inti dari kebebasan di dalam hati. Kebebasan batin adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang mendalam, tanpa terpengaruh oleh dorongan-dorongan egois atau emosional.
Dalam konteks politik, kebebasan batin menjadi penting karena memungkinkan kita untuk mempertahankan integritas dan kejujuran dalam tindakan kita, serta untuk menjaga fokus pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Cerita itu mengajarkan kita tentang pentingnya kebebasan batin dalam politik. Hanya dengan menjaga kebebasan dari kepentingan diri dan emosi yang merusak, kita dapat mencapai potensi tertinggi kita sebagai pemimpin dan warga negara. Dengan memahami dan menerapkan pesan ini, para “tokoh politik” dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, beradab, dan bermartabat.***