Cover- Yusuf Mansur

Belajar dari Tukang Ojek

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
12 November 2020 10:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusuf Mansur. Foto: kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Yusuf Mansur. Foto: kumparan.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang meremehkan dan memandang sebelah mata tukang ojek. Santai saja, karena memang hidup ini gak akan lepas dari komentar orang lain. Apa pun profesi dan pekerjaan kita di dunia ini adalah mulia selama pekerjaan itu halal, termasuk sebagai tukang ojek.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi, tukang ojek adalah pekerjaan yang membuat lebih tenang, bebas, santai dan leluasa. Pekerjaan ini waktunya bisa kita atur, bukan kitanya yang diatur-atur.
Jadi tukang ojek adalah keberuntungan yang luar biasa, tergantung bagaimana kita memandangnya. Profesi ini waktunya bisa kita manage, terutama untuk menghadap Allah SWT. Ketika tiba waktu salat, aplikasinya bisa dimatikan dulu lalu kita ke masjid dan bisa salat berjamaah. Belum tentu di pekerjaan lain itu bisa.
Buat para tukang ojek yang mulia. Gapapa banyak orang yang memandang hina, tapi yang terpenting di hadapan Allah, selama kita taat sama aturannya-Nya, Allah memandang kita sebagai makhluk yang mulia.
Syukuri apa pun keadaan kita, sambil terus berikhtiar dan berdoa agar Allah meninggikan kita. Jangan hiraukan apa kata orang. Agar kita gak menjadi orang yang kufur nikmat.
ADVERTISEMENT
Dan untuk semua pekerja, ingatlah bahwa apa pun profesi kita, tetap Allah yang harus diutamakan. Wa ma kholaktul jinna wal insa illa liyabudun. “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku.”
Ada yang sibuk pada dunia, tapi lupa akan tuhannya. Kenapa demikian? Karena dalam hidupnya bukan Allah yang dijadikan prioritas. Jika Allah yang dijadikan tujuan, maka mustahil mereka lupa sama Allah.
Ketika kita menjadikan Allah sebagai prioritas maka Allah akan meluaskan hati kita. Ketika hati kita sudah lapang dan luas, sebanyak apa pun masalah yang kita hadapi kita akan tenang, karena hati kita lebih lapang dan lebih luas dari masalah tersebut.
Tolak ukur kebahagiaan bukan kekayaan dan popularitas. Tapi, tolak ukur kebahagiaan adalah tergantung di mana letak Allah di hati kita.
ADVERTISEMENT
Redaksi tulisan saya kali ini diambil dari video seorang tukang ojek yang “nyamar”. Perkataannya bener banget. Saya jadi belajar, benar-benar belajar. Masya Allah.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten