Berawal dari Batavia Haven, Reklamasi Berbuah menjadi Taman Nasional

Konten dari Pengguna
17 Juli 2023 19:30 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yus Rusila Noor tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nama tempatnya Batavia Haven, dalam bahasa Belanda, yang artinya adalah Port of Batavia atau Pelabuhan Batavia. Tempat ini diresmikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 2001 sebagai Fashion Outlet terbesar. Tempat ini mengingatkan saya akan Bandar Jakarta,ribuan km. dari lokasi saya berada sekarang. Nama Batavia pertama kali digunakan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada tahun 1621 untuk menyebut kota yang juga pernah disebut sebagai Jayakarta. Di kawasan pelabuhan Batavia ini terlihat bersandar beberapa kapal layar tiang tinggi, campuran antara yang modern dan terkesan kuno. Satu kapal yang juga bernama Batavia merupakan replika dari kapal tempo dulu yang digunakan VOC untuk berlayar ke Pulau Jawa, dan diresmikan oleh Ratu Beatrix pada tahun 1995.
Pusat pertokoan fashion di Batavia Haven
Replika kapal yang digunakan untuk berlayar ke Batavia
Saya tidak tahu, apakah ada kaitannya antara wilayah yang mirip Pluit atau Kelapa Gading ini dengan Jakarta kita. Yang jelas, disini ada jalan yang menunjuk ke markas VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie - Perusahaan Dagang Hindia Timur), sehingga wajar jika kemudian saya berpikir apakah dari sini rombongan Cornelis de Houtman dulu sekitar tahun 1590-an memulai perjalanan berlayar mencari rempah-rempah, dan kemudian menjadi cikal bakal kolonialisasi di Nusantara, meskipun Cornelis sendiri tewas ketika berduel dengan Malahayati di Aceh. Tapi saya diingatkan oleh seorang rekan dari Belanda bahwa kawasan ini adalah wilayah tanpa sejarah, karena dulunya adalah berupa lautan. Kepintaran mereka yang mengaitkan dengan sejarah itu yang kemudian menjadi daya tariknya, padahal VOC, kalau tidak salah, berawal dari kota Amsterdam.
Kapal feri menuju Marker Wadden
Para wisatawan diatas feri
Dermaga di pulau baru
Menara pengamatan burung
Jembatan kayu diatas danau
Dari kawasan yang berdekatan dengan kota Lelystad, propinsi Flevoland ini, ada hal yang kemudian justru menjadi daya Tarik, berupa kawasan reklamasi yang paling monumental di wilayah Eropa Barat. Namanya Marker Wadden, sebuah daratan baru, hasil pekerjaan reklamasi yang dilakukan di sebuah sistem danau utama di negeri Belanda, yaitu Danau Markermeer. Secara umum, pekerjaan reklamasi tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk menggagas dan melaksanakan solusi yang unik dan inovatif dalam mengatasi adanya kecenderungan degradasi lingkungan di sistem danau tersebut, terutama karena terjadinya eutrofikasi perairan akibat meningkatnya curahan hara dari wilayah pertanian serta masuknya limbah perairan.
ADVERTISEMENT
Gagasan pelaksanaan pekerjaan restorasi tersebut awalnya disampaikan, dan kemudian dijalankan, oleh sebuah organisasi pengawetan alam non-pemerintah bernama Natuurmonumenten (Dutch Society for the Preservation of Nature), bekerjasama dengan Kementerian Pengelolaan Infrastruktur dan air, atau Rijkwaterstaat. Para insinyur telah membuat pematang membelah danau yang memiliki inlet ke laut Utara tersebut pada tahun 1932, sehingga membentuk danau yang terpisah dari laut. Pada tahun 1975, pematang kedua dibangun, kira-kira membagi dua danau tersebut, sehingga lama kelamaan danau Markermeer berubah dari danau air asin menjadi danau air tawar. Karena masukan air dari sungai menjadi terbatas dan perbatasannya menjadi keras tanpa tetumbuhan, maka danau menjadi seperti zona mati dengan kedalaman 3 – 4 meter dengan lumpur yang menghalangi masuknya cahaya dan memperlambat fotosintesa. Berbagai pengkajianpun dilakukan untuk mengatasi permasalahan, dengan memakan biaya lebih dari 45 juta Euro (atau sekitar Rp.720 Milyar dengan kurs 1 Euro = Rp.16.000). Akhirnya diputuskan untuk melakukan pembuatan pulau-pulau di danau, dan pada tahun 2012 memperoleh dukungan pendanaan sebesar 15 Juta Euro. Pekerjaanpun dilanjutkan dengan menggandeng perusahaan Belanda yang cukup tenar di dunia pengurugan. Kerjasama Pemerintah dan Organisasi Non-Pemerintah kemudian berhasil mengumpulkan pendanaan sejumlah total 90 Juta Euro untuk melanjutkan pekerjaan yang telah disepakati bersama, dengan prinsip desain bahwa harus tersedia ruang yang mencukupi untuk terjadinya proses dan dinamika alami. Tentu ada banyak pertimbangan dan riset untuk meyakinkan bahwa proses sedimentasi berjalan secara terukur dan terkontrol, sehingga sedimen menjadi kompak dan dapat terikat erat dengan dasar danau, termasuk kondisi amblesan yang menjadi perhatian para pengelola. Kata “restorasi” tidak sepenuhnya disetujui oleh para ilmuwan, karena pulau-pulau tersebut asalnya dari tidak ada, sehingga mereka mengusulkan kata “peliaran” atau “rewilding” untuk menyebut fenomena di Marker Wadden. Namun demikian, para ilmuwan lain juga mengatakan bahwa pulau-pulau yang baru dibentuk tersebut tidak betul-betul liar.
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaannya, pekerjaan dilakukan dengan membangun kesatuan pulau-pulau baru seluas 1.300 hektar, dengan mengeruk pasir dan lumpur dari dasar danau. Pekerjaan tersebut dianggap inovatif karena menggunakan pendekatan desain berbasis alam. Pulau-pulau yang baru dibuat dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh pematang pasir yang juga berfungsi sebagai saringan alami, memerangkap sedimen dan hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berbagai jenis organisma tumbuhan dan satwa akuatis. Dalam jangka panjang, pulau-pulau dan perairannya tersebut juga dirancang untuk dapat berfungsi sebagai habitat ikan, burung-burung air (termasuk burung air bermigrasi) dan hidupan liar lainnya. Selain itu, pulau-pulau baru juga diharapkan untuk menjadi penghalang penyebaran sedimen yang telah tercemar. Dengan demikian, atraksi utama yang dapat diamati dan dipelajari oleh para pengunjung adalah lokasi baru tersebut menjadi laboratorium hidup yang menjelaskan bagaimana suatu kegiatan restorasi ekosistem dapat dilaksanakan dengan pendekatan solusi berbasis alam dan mengamati bagaimana perkembangan suatu ekosistem baru berjalan, termasuk kehadiran berbagai jenis satwa liar yang memanfaatkan habitat yang baru terbangun, untuk kehidupan mereka. Berbagai publikasi yang ada menunjukan bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan tidaklah mudah, diperlukan adanya kesesuaian pemikiran dan tindakan diantara para ilmuwan yang memperhitungkan hasil dan kondisi jangka panjang tujuan pembangunan untuk habitat hidupan liar dengan para kontraktor yang memperhitungkan faktor teknis konstruksi kawasan.
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan menghabiskan beberapa musim untuk berbasah-basah menganalisa perairan danau, dengan berjalan hingga menggunakan alat untuk menyelam. Mereka menggali data dan informasi mengenai kondisi bio-fisik, termasuk kadar klorofil, konsentrasi fitoplankton serta mengkaji komposisi dan sebaran vegetasi perairan maupun pergerakan fauna air. Ketika daratan baru mulai muncul, kehidupan barupun mulai teramati, dimulai dari sekelompok Camar, yang berdasarkan studi penandaan dengan menggunaan transmitter menunjukan bahwa mereka mencari makan di Laut Utara, sekitar 50 km jaraknya, dan kemudian menjadikan habitat baru di Marker Wadden sebagai lokasi beristirahat. Data di pengelola menunjukan bahwa 3 tahun setelah pulau muncul dan vegetasi mulai tumbuh, tidak kurang dari 47 jenis burung sudah mulai teramati, termasuk puluhan ribu ekor burung migran yang mencari makan beristirahat di kawasan baru tersebut. Beberapa diantara jenis burung yang tercatat termasuk kedalam jenis-jenis yang langka, seperti Paruh-sendok Eurasia (Platalea leucoridia) dan Flamingo besar (Phoenicopterus roseus). Bahkan ada jenis camar yang sudah puluhan tahun tidak tercatat berbiak di Belanda, ternyata ditemukan disini, yaitu Daralaut tiram Gelochelidon nilotica.
ADVERTISEMENT
Selama 30 menit dibawa feri dari pelabuhan Batavia Haven menuju lokasi pulau-pulau baru, saya berkunjung bersama puluhan wisatawan lain, yang rata-rata sudah senior. Takjub memperhatikan bagaimana para senior perempuan dan laki-laki tersebut bersemangat sambil membawa kamera dengan Rangkaian lensa panjang yang menggiurkan. Suara continuous shoots yang terdengar merdu di telinga kerap terdengar untuk mengabadikan burung camar yang melintasi diatas kapal, atau pemandangan sepanjang danau. Ketika kami tiba di dermaga pulau-pulau baru, pemandangan dari atas dak feri memperlihatkan gundukan pasir yang mulai ditumbuhi vegetasi rerumputan. Disana berkumpul para wisatawan yang telah datang sejak pagi, dan siap-siap untuk dihantarkan pulang dengan feri yang sama. Saya kemudian membayangkan suasana frontier ketika masyarakat pencari emas berdatangan di wilayah pertambangan emas di Amerika Serikat tempo dulu, dengan bangunan-bangunan kayu, yang belum saya jumpai ketika berkunjung pertama kali pada tahun 2019, sebelum pandemi mendera. Sekarang sudah ada kantor pengelola, bangunan pengunjung untuk sekedar menikmati minuman dingin atau membeli oleh-oleh, atau berjemur di teras yang menghadapi ke hamparan pasir yang berujung di tepi danau. Di sisi tepian danau yang lain, berderet rapi jejeran kapal-kapal layar, yang mungkin digunakan oleh para pengunjung. Adapula tiang pengamatan 3 – 4 lantai untuk mengamati burung serta pemandangan secara luas. Kamipun sempat diberikan pengarahan oleh petugas mengenai sejarah dan aspek teknis dan perkembangan pembangunan kawasan tersebut. Dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri pematang pulau yang nampak jauh lebih hijau dan jauh lebih hidup dibandingkan dengan pengamatan yang petama tahun 2019. Burung-burung air sudah mulai mudah teramati, meskipun hampir tidak ada hewan lain yang teramati.
ADVERTISEMENT
Kehadiran proyek restorasi ekosistem ini didukung penuh oleh pemerintah Kerajaan Belanda karena alasan ekologis dan lingkungan, yaitu untuk menciptakan habitat baru bagi hidupan liar di Danau Markemeer. Dukungan tersebut diantaranya dalam bentuk gelontoran dana pembangunan hingga puluhan juta Euro, yang kemudian digunakan untuk konstruksi pulau dan mendukung infrastruktur. Kucuran dana tersebut juga menjadi pemancing tambahan dana dari sumber lainnya. Sesuai dengan mandatnya, pemerintah juga menyediakan dukungan kebijakan, peraturan dan perizinan. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa pembangunan telah sesuai dengan standar lingkungan dan peraturan lainnya. Dukungan tersebut menjadi bukti komitmen pemerintah terkait restorasi ekologis dan konservasi alam serta pentingnya pengawetan dan perlindungan habitat alami dan ekosistemnya di Belanda.
Pembangunan Marker Wadden memang terhubung dengan gagasan besar pemerintah Belanda untuk mengelola dan mengurangi risiko banjir. Daripada membangun dam atau bendungan pengendali banjir, pemerintah lebih mengarahkan upayanya dengan menyediakan ruang atau area yang lebih luas bagi sungai untuk mendistribusikan airnya selama musim hujan dan banjir, dan pada saat yang sama juga menciptakan wilayah baru untuk pelestarian alam. Inisiatif tersebut diberi nama “Rooms for the River” atau Ruang untuk Sungai. Marker Warden juga kerap disebut sebagai pelaksanaan dari prinsip Membangun bersama Alam atau Building with Nature, yaitu suatu filosofi pengerjaan rekayasa yang bertumpu pada kerjasama dengan alam, memanfaatkan proses alami serta menciptakan solusi jangka panjang penanganan banjir dan erosi yang bersifat berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Gagasan proyek ini mulai dikembangkan sejak tahun 2010 dan pengerjaannya dimulai pada tahun 2016 serta konstruksi pulau-pulau yang pertama diselesaikan pada tahun 2018. Hingga saat ini pembangunan masih diteruskan. Lamanya pembangunan sangat bergantung kepada banyak faktor, seperti ketersediaan anggaran, jenis inovasi dan teknologi baru yang digunakan, kajian dampak dan kesesuaian teknis lokasi serta penyelesaian perizinan dan administrasi pendukung lainnya. Karena keunikan dan tuntutan tinggi terkait keberlanjutan dan skala manfaat ekologis yang diharapkan, proyek membutuhkan waktu cukup lama untuk melakukan konsultasi dengan pemerintah dan masyarakat yang diperkirakan terdampak. Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan) memang diperlukan untuk kegiatan seperti ini. Analisis dilaksanakan dengan penekanan dampak pada komponen-komponen lingkungan, termasuk kualitas air, vegetasi dan hidupan liar. Selain itu, dampak proyek terhadap sosial dan ekonomi juga menjadi topik utama kajian. Berdasarkan kajian tersebut, berbagai langkah mitigasi kemudian teridentifikasi, misalnya terkait sebaran sedimen selama pekerjaan konstruksi, pencegahan erosi tanah serta meyakinkan untuk meminimalkan gangguan terhadap populasi burung selama musim berbiak.
ADVERTISEMENT
Disisi lain, selain hal-hal yang bersifat ekologis dan lingkungan, ternyata restorasi tersebut juga memberikan potensi keuntungan ekonomi dalam bentuk pemanfaatan rekreasi dan eko-wisata. Sumbangan nyata dari sektor wisata dan kunjungan ini memang belum optimal, terutama karena wahana ini baru dibuka pada tahun 2018, dan kemudian cukup terpuruk selama pandemi COVID19 akibat pembatasan kunjungan, terutama terhadap wisatawan mancanegara. Catatan yang ada menunjukan bahwa 70 – 80% dari pengunjung adalah wisatawan domestik dan sisanya dari mancanegara, khususnya dari negara-negara tetangga seperti Jerman dan Eropa Barat lainnya.
Secara umum, masyarakat di Belanda memberikan dukungannya untuk pekerjaan restorasi ekologis ini. Proyek tersebut kerap dipuji sebagai contoh inovasi restorasi dan penciptaan habitat baru untuk hidupan liar. Pujian dari publik tersebut mungkin juga disebabkan karena reputasi baik yang dimiliki oleh penggagas kegiatan, yaitu Natuurmonumenten. Organisasi non-pemerintah ini dikenal sebagai organisasi konservasi yang memiliki jejak panjang dalam perlindungan habitat dan hidupan liar di Belanda. Masyarakat mungkin juga melihat bahwa pembangunan wilayah reklamasi tersebut akan lebih memperluas ruang publik untuk menikmati keterhubungan dengan alam dan hidupan liar, dan tidak semata ditujukan untuk pengembangan wilayah bisnis yang hanya dinikmati oleh sebagian kecil pengusaha saja.
ADVERTISEMENT
Layaknya pembangunan yang melibatkan kepentingan publik, tentu ada perhatian dan keberatan yang dilontarkan. Salah satu keberatan utama yang muncul adalah terkait dengan biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan. Dengan biaya puluhan juta Euro, banyak yang merasa bahwa biaya sebesar itu selayaknya lebih digunakan untuk kegiatan lingkungan dan sosial lainnya. Tanggapan lainnya adalah terkait dengan potensi dampak terhadap masyarakat dan industri di sekitar lokasi proyek, khususnya terkait perubahan alur perairan dan pola sedimentasi yang akan berpengaruh terhadap usaha perikanan tangkap. Tanggapan dari pengembang lebih tertuju kepada pelaksanaan Amdal serta terbukanya ruang publik dan kesempatan untuk terbukanya peluang pekerjaan baru. Meskipun demikian, peluang tersebut tentu saja akan banyak tergantung kepada ketercapaian hasil yang diinginkan, yang kemudian akan mempengaruhi minat masyarakat untuk berkunjung. Jika melihat proses pengerjaannya, pengembang menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi, termasuk: i) perolehan izin, yang memerlukan waktu panjang melalui serangkaian pemaparan serta konsultasi dan negosiasi dengan pihak terkait, ii) biaya, yang diperoleh dari pemerintah, investor swasta dan pendukung lainnya, iii) akses ke lokasi yang cukup sulit dijangkau, iv) tantangan pekerjaan konstruksi dalam kondisi lingkungan yang cukup menyulitkan, sehingga diperlukan pendekatan dan teknologi yang sesuai dan inovatif guna meyakinkan stabilitas dan keberlanjutan pulau-pulau yang dibangun, serta v) perhatian terhadap potensi dampak lingkungan, sehingga pembangunan harus dilaksanakan dengan sangat cermat untuk meminimalisasi dampak terhadap populasi hidupan liar dan habitatnya.
ADVERTISEMENT
Rasanya, ada banyak hal yang dapat dikaji dan diterapkan di negara-negara lain, termasuk Indonesia, dalam hal pengembangan wilayah reklamasi baru yang sepenuhnya menerapkan pertimbangan ekologis, ekosistem, sosial serta lingkungan secara umum, tetapi juga mempertimbangkan manfaat dari sisi ekonomi dan sosial. Beberapa hal pelajaran yang dapat ditarik, diantaranya berupa: i) kerjasama dan kemitraan, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang akan terdampak, ii) partisipasi publik, yang merupakan faktor kunci, dalam bentuk keterlibatan masyarakat setempat dalam proses penentuan kebijakan terkait lingkungan dan konservasi yang akan mempengaruhi kehidupan mereka, iii) restorasi ekosistem, dengan melibatkan restorasi untuk mencapai kesetimbangan alami dari perairan sekitar, flora, fauna dan interaksi komponen tersebut dalam ekosistem, iv) memaksimalkan manfaat untuk publik, seperti pengembangan kawasan wisata publik baru, kawasan pendidikan dan penciptaan lapangan kerja, sehingga kemudian dapat menarik minat masyarakat untuk mendukung pengembangan kawasan reklamasi tersebut, v) pemantauan dan evaluasi, secara terpadu, terencana dan konsisten dilaksanakan untuk mengkaji efektifitas pekerjaan dan solusi yang teridentifikasi guna mencapai rancangan kegiatan yang telah disepakati, serta vi) pendanaan yang berkelanjutan, melalui penggelontoran dana dari pemerintah dan sektor swasta serta crowdfunding melalui pengumpulan dana dari masyarakat secara luas.
ADVERTISEMENT
Setelah berkunjung 2 kali ke kawasan Marker Wadden, tahun 2019 dan 2023, saya pribadi melihat ada banyak perkembangan dari sisi fisik berupa pertumbuhan vegetasi dan penggunaan habitat oleh satwa, terutama burung serta semakin banyaknya pengunjung yang meluangkan waktunya untuk menikmati alam. Saya hanya berharap bahwa tidak perlu terbang jauh untuk menikmati hasil reklamasi yang dapat dinikmati publik dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat umum, secara sosial, ekonomi dan ekologi.
Bogor, 14 Juli 2023