WORK-LIFE BLEND

Yoris Sebastian
Pemikir Kreatif, Penulis Buku dan Pembicara Publik. Founder OMG Consulting & Co-founder Inspigo Podcast Indonesia.
Konten dari Pengguna
26 September 2020 10:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yoris Sebastian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanggal 14 September kemarin, Jakarta berlakukan lagi PSBB yang lebih ketat dan ini membuat sebagian besar perkantoran di wilayah Ibukota, kembali harus melakukan WFH alias Work From Home untuk para karyawannya. Dengan kembali bekerja dari rumah, maka gaya hidup Work-Life Blend otomatis akan berlanjut lagi. Sebenarnya, apa itu Work Life Blend? Apa bedanya dengan Work-Life Integration, yang selama ini sudah nyaman dijalankan oleh para Milenial?
ADVERTISEMENT
Sebelum era WFH, Milenial memang kerap gabungkan pekerjaan mereka dan kehidupan pribadi mereka. Misalnya pulang kantor mereka berkumpul dengan teman-teman, namun tetap siap membalas email dan bahkan melakukan revisi presentasi misalnya.
Sementara sekarang, hampir semua orang bekerja dari rumah. Mau tidak mau, kehidupan pribadi dan pekerjaan tercampur jadi satu. Tidak bisa lagi dijalankan peraturan jam 9 pagi hingga 5 sore, ayah atau Ibu bekerja dulu. Yang ada, pagi menemani anak sekolah lalu meeting kantor dilanjutkan bikin presentasi lalu menemani anak bikin PR dan lain sebagainya.
Garis antara kehidupan pribadi dan pekerjaan jadi kabur, tapi di sinilah kita dituntut untuk bisa tentukan prioritas, mana pekerjaan yang harus didahulukan. Diperlukan jadwal untuk setiap anggota keluarga. Saya sendiri sudah 3 kali mengubah jadwal harian untuk putri saya. Pertama, waktu awal Deara sekolah dari rumah. Kedua, pada saat bulan Puasa. Dan sekarang setelah naik kelas dan jadwal sekolah online berubah lagi.
ADVERTISEMENT
Dalam jadwal tersebut juga tetap ada jadwal-jadwal untuk waktu keluarga bersama. Misalnya nonton film bareng, main kartu bareng, main monopoli dan lain sebagainya. Akan sangat ironis, kalau kita secara fisik 24 jam bersama di rumah, namun tidak punya waktu keluarga sama sekali.
Dan jangan lupa untuk menyelipkan, waktu personal untuk diri kita sendiri. Saya sendiri selalu menyelipkan waktu bermain playstation setiap hari dan juga disela-sela jadwal yang semakin padat ini. Kita juga perlu rileks, kalau ingin bisa tetap segar dan produktif.
Selain membuat jadwal, kita juga perlu membuat area sendiri. Selama WFH, mungkin bisa dipastikan kalau kita bekerja di ruang mana saja. Di ruang tamu, di kamar, bahkan di meja makan. Saya bahkan untuk online workshop, menggunakan televisi plasma di ruang keluarga supaya bisa melihat wajah para peserta workshop secara jelas.
Ruang keluarga disulap jadi tempat workshop menggunakan televisi plasma yang ada
Saya tidak punya ruang kerja di rumah. Tapi sekarang ruang tamu, seakan jadi ruang kerja saya. Putri saya lama-lama sungkan untuk ‘masuk’ ke area kerja saya. Tidak seperti dulu, waktu saya bekerja pindah-pindah areanya. Dengan adanya 'area kerja' konsentrasi untuk bekerja pun bisa lebih maksimal.
ADVERTISEMENT
Era bekerja di rumah bisa jadi akan berlangsung cukup lama. Bahkan saat Vaksin sudah bisa didistribusikan secara masal, kemungkinan banyak perusahaan yang tetap membagi divisi apa yang kerja dari rumah dan mana yang kerja dari kantor.
Work-life blend tidak bisa dihindari namun bisa disiasati. Semua bergerak, beradapatasi dan belajar.