Prahara Dehumanisasi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Mochammad Yogik Septiawan
Peneliti Muda Academia Forum Karya Buku : Buku Syair-syair terbuang (ISBN Progresif) Buku Meniti jalan sunyi, menggapai mimpi (ISBN Umsurabaya Publishing)
Konten dari Pengguna
22 September 2021 16:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mochammad Yogik Septiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prahara dehumanisasi. pxabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Prahara dehumanisasi. pxabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini kasus perundungan dan kekerasan seksual di Indonesia kembali menjadi topik yang ramai dibicarakan. Munculnya isu kekerasan seksual karena kasus yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RI dan juga glorifikasi kebebasan Saipul Jamil dari jeruji besi.
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual bisa datang dari mana saja, tidak mengenal usia, golongan dan waktu. Siapa saja bisa menjadi korban perundungan dan kekerasan seksual. Bahkan menurut kebanyakan masyarakat, penyebab adanya kekerasan seksual dikarenakan penampilan yang menggoda dan menggunakan pakaian yang cenderung terbuka. Namun, fakta di lapangan tidak demikian, banyak kasus perempuan berhijab yang menjadi korban pelecehan seksual, begitu juga laki-laki tidak menutup kemungkinan akan menjadi korban kebengisan manusia bernafsu setan. Perilaku manusia yang melewati batas, bertindak keras terhadap sesama manusia, bahkan melakukan pelecehan seksual adalah wujud dari dehumanisasi.
Dehumanisasi merupakan bentuk kemungkaran sosial, tindakan yang tidak mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Yaitu, jati diri yang bertindak adil dan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Seperti yang terkandung dalam Pancasila sila ke dua yaitu, kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila hanya sekadar kumpulan kata yang tidak bermanfaat, bagi sebagian warga negara yang buta akan nilai-nilai Pancasila. Kebutaan akan nilai-nilai Pancasila ini terjadi di dalam Komisi Penyiaran Indonesia RI. Kasus yang baru saja terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia yaitu adanya perundungan dan kekerasan seksual kepada korban berinisial MS. Kasus perundungan dan kekerasan seksual ini terungkap setelah ramai di media sosial.
ADVERTISEMENT
Menurut pengakuan yang diutarakan korban, MS mendapatkan perlakuan kekerasan seksual oleh tujuh pegawai di kantor Komisi Penyiaran Indonesia selama delapan tahun sejak 2011-2020. Waktu yang sangat lama bagi korban dalam menjalani hari-hari dengan tindakan rekan kerja yang tidak berperikemanusiaan. Dari awal masuk MS mendapatkan pukulan, pelecehan, dan perendahan martabat secara terus-menerus, sehingga menyebabkan korban merasa trauma dan ketakutan setiap hari.
Menjadi pertanyaan bersama, mengapa kasus kekerasan seksual bisa terjadi di lembaga Komisi Penyiaran Indonesia? Lembaga yang seharusnya memberikan teladan akan nilai-nilai kemanusiaan? Apakah Komisi Penyiaran Indonesia membutakan diri akan kasus perundungan dan kekerasan seksual yang terjadi di internal KPI?
Perundungan dan kekerasan seksual di KPI terjadi sejak tahun 2011-2020. Selama delapan tahun kasus ini berlangsung, waktu yang sangat lama bagi korban merasakan penderitaan. Pada tahun 2015 MS mulai mendapatkan kekerasan seksual, ditelanjangi oleh rekan kerjanya sesama laki-laki. Pada tahun 2017 MS sudah tidak tahan dengan perlakuan rekan kerjanya, sehingga memutuskan untuk melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Komnas HAM. Komnas HAM menyimpulkan perlakuan rekan kerja korban bisa di kategorikan sebagai tindakan pidana. Tidak ada tindakan serius dari Komnas HAM, hanya memberikan saran kepada MS untuk melaporkan peristiwa yang di alami ke polisi. Begitu juga dengan polisi, menyarankan untuk diselesaikan di internal kantor KPI. MS menuruti saran polisi untuk mengadukan pelaku kepada atasan kantor. Aduan yang dilakukan MS ke atasan juga tidak mendapatkan respons yang serius, hanya memindahkan ke ruangan lain. MS mengaku masih kerap mendapatkan perundungan meski telah berpindah ruang kerja.
ADVERTISEMENT
Dari ketiga lembaga tersebut tidak memberikan tanggapan serius atas aduan korban. Hal ini adalah bukti bahwa dehumanisasi di Indonesia semakin parah, nilai-nilai Pancasila hanya menjadi dokumen yang menempel di dinding kantor, tanpa ada aksi mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila.
Komisi Penyiaran Indonesia yang memiliki tujuan menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan Hak Asasi Manusia, akan tetapi memberikan informasi yang tidak layak dan tidak manusiawi. Apalagi informasi tersebut terjadi di internal KPI. Begitu juga tidak sesuai dengan tanggung jawab Komisi Penyiaran Indonesia yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera.
ADVERTISEMENT
Tanggung jawab KPI untuk membina watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa tidak dilaksanakan oleh pegawai Komisi Penyiaran Indonesia. Baik itu dari ketujuh pelaku kekerasan seksual maupun pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia, sama-sama tidak melaksanakan tanggung jawab sebagai Komisi Penyiaran Indonesia. Sikap membiarkan pelaku kejahatan kekerasan seksual merupakan bagian dari dehumanisasi atau kemungkaran sosial. Dan dapat dikatakan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia membutakan diri terhadap kasus yang menimpa MS. Jika kasus ini tidak bocor ke media sosial, mungkin saja Komisi Penyiaran Indonesia akan tetap bersikap abai dan membiarkan korban merasakan penderitaan lebih lama lagi.
Peristiwa yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia semoga menjadi refleksi dan kesadaran kepada seluruh elemen masyarakat, baik di lembaga pemerintahan atau swasta untuk tidak membiarkan kejahatan bertebaran di mana-mana dan memberikan respons yang nyata dalam memerangi kejahatan.
ADVERTISEMENT