Menyiapkan Masa Depan Anak Melalui Jejak Digital Positif

Wahyu Agung Prihartanto
Saya karyawan Pelindo III, Pendidikan Master Marine PIP Semarang, Pengamat & Penulis Kepelabuhanan & Sosial
Konten dari Pengguna
14 Januari 2023 20:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wahyu Agung Prihartanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para orang tua melihat kejahatan yang berhasil terungkap melalui jejak digital pelaku secara daring. Orang tua khawatir tatkala menyaksikan anak-anak mereka yang merupakan pengguna internet sangat produktif. Alih-alih, hanya mengajarkan anak-anak tentang keamanan internet dan mengurangi jejak digital, orang tua justru seharusnya mendorong anak-anak mengelola daring secara positif untuk masa depannya.
ADVERTISEMENT
Berbagai diskusi tentang jejak digital hanya berfokus pada menjaga anak-anak tetap aman, namun terbatas membahas bagaimana anak-anak mengelola jejak digital. Sebagian besar menganggap jejak digital sebagai beban, padahal jika dikelola dengan baik dapat menjadi aset masa depan. Karena, di jejak digital bisa menunjukkan identitas, keterampilan, serta minat.
Saat ini, banyak perusahaan menggunakan Google untuk memverifikasi kesesuaian identitas pelamar dengan berkas lamaran. Jejak digital yang tidak dikelola dengan baik akan merugikan pelamar perusahaan itu sendiri. Kerisauan anak-anak terhadap pentingnya mengelola jejak digital relevan dengan riset Best Footprint Forward terhadap 33 anak usia 10-12 tahun, dengan hasil anak-anak ingin aman dalam jaringan serta kebutuhan pedoman membangun jejak digital secara positif.
***
Seperti kebiasaan anak-anak ketika menggunakan internet, mengerjakan pekerjaan rumah, bermain games, menonton video, dan aktivitas daring yang paling sering dilakukan adalah berkomunikasi dengan teman-temannya. Meski, dengan pemahaman sederhana tentang jejak digital, anak-anak tahu bahwa apa yang ditaruh di jaringan akan selalu membekas. Orang-orang bisa menemukan bila anak-anak meninggalkan informasi yang mengidentifikasi, seperti alamat dan nama lengkap.
ADVERTISEMENT
Orang tua perlu menjelaskan pentingnya kata sandi untuk keamanan, tidak menampilkan data pribadi (nama, alamat, tanggal lahir), blokir pengganggu, tidak klik sebuah kebodohan, serta tidak mengunggah foto wajah. Implikasi dari jejak digital membuat anak-anak mencoba tidak terlihat daring. Sehingga, hal ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran anak-anak akan konsekuensi dari tindakannya sendiri.
Anak-anak memiliki kekhawatiran tinggi terhadap jejak digital mereka. Sayangnya, tidak banyak yang peduli menginformasikan manfaat positif dari jejak digital bagi mereka. Dalam situasi yang tidak berpihak tersebut, anak-anak mengambil inisiatif menggunakan akun media sosial pribadi untuk menyampaikan pesan berulang kepada teman-temannya.
Mereka penting mengkurasi sebelum share konten di media daring. Tidak perlu menyembunyikan kreativitas berkonten sepanjang bermanfaat bagi masyarakat. Proses kurasi dibutuhkan untuk menyaring yang dapat diketahui atau tidak oleh umum. Membiasakan anak-anak mengkurasi pencapaian, keterampilan dan beberapa aspek identitas digital sangat membantu mereka semakin matang dalam kebebasan daring yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Anak-anak telah paham, bahwa tindakan tepat adalah menyimpan percakapan dengan teman kepada publik. Meski begitu, mereka perlu paham bahwa artefak digital seperti minat, capaian, keterampilan boleh serta penting bagi publik. Tugas sekolah, penghargaan, potongan artikel, karya seni daring merupakan beberapa hal baik untuk diketahui khalayak.
***
Zaman SD saya dulu, tentu berbeda dengan anak-anak SD zaman digital, ketika gadget dan internet telah menyelimuti sendi kehidupan bahkan sejak mereka terlahir ke dunia. Sekolah Dasar menjadi waktu ideal mengenalkan jejak digital positif, karena jejak digital dapat menjadi aset bermanfaat bagi masa depannya. Hal ini, sekaligus mengalihkan perhatian mereka dari sekadar main game dan youtube ke penciptaan karya-karya yang lebih kreatif.
Keterbatasan pemahaman orang tua terhadap digital mempengaruhi tingkat pengetahuan digital anak selama di rumah. Kondisi tersebut, menyebabkan tidak semua anak mendapat informasi jejak digital secara utuh selain hanya ancaman dan ketakutan. Beruntungnya, beberapa sekolah telah mengajarkan keamanan siber meski belum banyak, sehingga dapat membantu anak-anak meningkatkan pengetahuan bermedia-sosial yang layak atau tidak.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah kelas menulis media daring yang saya ikuti, seorang peserta anak kelas 5 bertanya tentang internet, “Bagaimana internet bisa mengubah masa depan anda?” Pertanyaan bagus dari seorang anak yang belum pantas untuk seusianya, benar-benar membuat suasana kelas daring hening, sembari tergopoh-gopoh mentor memikirkan jawabannya. “Jejak digital bisa menjadi aset atau beban bagi anak-anak?” gumamku dalam hati saat itu.
Meski serius tapi santai, kelas menulis berlangsung hingga anak-anak paham menampilkan jejak digital yang layak tayang maupun tidak. Mereka juga mendapatkan tip-tip jitu bagaimana mengkurasi sebuah konten yang akan membekas di media. Setelah konten selesai, tidak lupa anak-anak memeriksanya ulang hingga merasa nyaman dan aman. Dengan, tingkat kehati-hatian tinggi mereka semakin menyadari bahwa perlu menyiapkan konten dengan baik untuk masa depannya kelak.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, dorong anak-anak kita bermedia sosial secara benar dan bijak sebijak-bijaknya. Penting mengembangkan citra positif jejak digital tanpa meninggalkan keamanan bermedia sosial. Bila jejak digital adalah pensil, zaman digital adalah kertas. Dorong anak-anak kita menulis jejak di kertas putih agar tulisannya melekat baik sepanjang masa.