Pelajaran Menarik dari Majunya Industri Call Center di Filipina

Konten dari Pengguna
14 Maret 2020 12:29 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ruang perkantoran, Photo by Alex Kotliarskyi/Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruang perkantoran, Photo by Alex Kotliarskyi/Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Apakah kamu pernah mengontak call center perusahaan seperti Apple, Sony, Nike, Unilever, Nestle, dan perusahaan-perusahaan besar lainnya untuk sekedar komplain atau meminta bantuan set-up produk yang baru saja kamu beli? Besar kemungkinan lawan bicara kamu bukan berasal dari Amerika, Inggris, Jepang, atau Australia dimana perusahaan tersebut bermarkas, namun dari Filipina atau India.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa dekade, skema bisnis seperti ini atau lebih dikenal dengan istilah oursource salah satunya untuk layanan call center telah memberikan manfaat yang signifikan bagi perusahaan sekelas nama-nama di atas untuk mengalihkan salah satu proses bisnis mereka sambil tetap memaksimalkan profit.
Nah, ada dua negara yang menjadi ‘idola’ perusahaan multinasional untuk meng-outsource layanan call center nya, yaitu Filipina dan India. Filipina menduduki posisi pertama, melampaui India dengan menguasai 15% pangsa pasar call center dunia, dan total pendapatan mendekati $23 miliar dengan pertumbuhan mencapai 16% pertahunnya.
Capaian tersebut bahkan diestimasi akan terus meningkat hingga $40 miliar pada tahun 2022, sehingga industri ini berpotensi menggantikan aliran dana remitansi pekerja migran Filipina atau Overseas Foreign Workers (OFW) sebagai kontributor utama pertumbuhan ekonomi negara ini.
ADVERTISEMENT
Jadi apa sebenarnya yang membuat industri call center Filipina menarik bagi klien dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia untuk menempatkan hub call center mereka di negara tersebut? Berikut beberapa fakta menarik yang perlu kita ketahui sekaligus dapat ambil pembelajaran dari majunya industri call center Filipina.
Ilustrasi suasana perkantoran, Photo by Mimi Thian/Unsplash
Tenaga Kerja Murah dan Profesional di Bidangnya
Faktor utama dari pesatnya perkembangan industri call center di Filipina adalah sumber daya manusianya yang ‘klik’ dengan kriteria perusahaan-perusahaan multinasional tersebut. Mereka tidak hanya dianggap sebagai aset berharga oleh perusahaan Bussiness Process Outsourcing (BPO) yang meng-hire mereka, tetapi juga bagi perusahaan multinasional selaku klien karena kemampuan berkomunikasi dan penguasaan Bahasa Inggris yang sangat baik, dikombinasikan dengan soft skills, dan telah terspesialisasi.
ADVERTISEMENT
Keunggulan ini akan mudah dirasakan setiap kali petugas call center Filipina menjawab keluhan pelanggan, membantu menjelaskan bagaimana setup awal printer kamu, atau menjelaskan aspek legal dari user agreement yang tidak pernah kamu baca namun selalu kamu klik ‘agree’ tersebut.
Tidak salah apabila sejumlah survey setempat di Filipina menunjukkan bahwa lebih dari setengah klien perusahaan BPO Filipina menilai bahwa kombinasi dari biaya rendah, kualitas layanan, dan hospitality yang mengutamakan kepuasan pelanggan menjadi alasan utama menjamurnya perusahaan BPO di Filipina.
Ilustrasi suasana sekolah, Photo by Avel Chuklanov/Unsplash
Lancar Berbahasa Inggris dengan Aksen "Netral"
Masyarakat Filipina patut berbangga akan kemampuan mereka dalam membaca, menulis, dan berbicara Bahasa Inggris dengan lancar. Hal inilah yang membuat mereka unggul atas saingannya yang berasal India, Cina dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
ADVERTISEMENT
Bahasa Inggris sudah diajarkan sejak usia sangat dini, sebagai akibat dari sejarah penjajahan Amerika maupun karena penerapan program intensif pemerintah untuk mendorong penggunaan Bahasa Inggris sebabagai medium pendidikan hingga ke pelosok-pelosok daerah.
Aksen Bahasa Inggris yang dimiliki oleh masyarakat Filipina juga relatif lebih mendekati aksen Amerika ketimbang negara pesaingnya tersebut. Budaya masyarakat Filipina yang juga memiliki kedekatan, bahkan ‘berkiblat’ ke Amerika, ikut termanifestasi dalam aksen mereka yang lebih netral tersebut.
Akibatnya, klien mereka yang umumnya berasal dari Amerika, Inggris dan Australia merasa puas karena mereka dapat berkomunikasi dengan seseorang yang mereka ‘mengerti’.
Ilustrasi kegiatan kelulusan graduates, Photo by Good Free Photos/Unsplash
SDM dan Regulasi yang Mendukung
Filipina menghasilkan lebih dari 450.000 lulusan sarjana setiap tahunnya dan memiliki tingkat melek huruf lebih dari 95% dari total jumlah penduduknya. Hal ini membuat jumlah angkatan kerja Filipina yang terus bertambah hingga kini mencapai 38 juta orang, termasuk mereka yang terspesialisasi untuk sektor call center.
ADVERTISEMENT
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, Photo by Religion Digital/Flickr
Disamping itu, Kementerian Pendidikan Filipina melalui Technical Education and Skills Development Authority (TESDA) menyadari pentingnya sektor bisnis ini dalam menyerap tenaga kerja dan menopang pertumbuhan ekonomi, sehingga secara konsisten memberikan pelatihan-pelatihan khusus dibidang call center bagi angkatan kerja mereka.
Filipina juga telah membentuk divisi khusus di bawah Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk memberikan dukungan dari sisi regulasi kepada sektor BPO, diantaranya dengan merevisi UU Keamanan Data yang compliance dengan standar privasi data internasional, serta revisi UU Kawasan Ekonomi Khusus untuk memastikan perusahaan-perusahaan multinasional tersebut selalu ‘terpuaskan’ dan nyaman berinvestasi di Filipina.
Ilustrasi Pembangunan Gedung di Kota Manila, Filipina, Photo by Cynthia Palad-Yap/Flickr
Menjadi Pilar Pertumbuhan Ekonomi Filipina
Pesatnya pertumbuhan perusahaan call center telah membantu perekonomian Filipina dari salah satu negara yang dianggap memiliki kinerja ekonomi paling buruk di Asia, menjadi salah satu yang tertinggi pertumbuhannya di kawasan, bahkan yang tertinggi di saat perekonomian global melambat di tahun 2017-2018. Industri call center juga telah ikut mendorong pesatnya pembangunan properti dan gedung pencakar langit di Manila, Cebu, dan Davao, serta membuat kawasan bisnis kembali hidup di kota-kota besar di Filipina tersebut.
Ilustrasi properti di Kota Manila, Filipina, Photo by Eldon Vince Isidro/Unsplash
Pada tahun 2017 saja, total 1,2 juta meter persegi ruang kantor yang dijual atau disewakan di Filipina adalah untuk perusahaan call center. Kondisi ini juga dibantu dengan fakta bahwa negara ini memiliki salah satu tarif sewa kantor terendah di seluruh Asia, yaitu peringkat kesembilan termurah di kawasan. Bahkan multiplier effect dari sektor ini juga turut dirasakan hingga ke sektor ritel, dimana meningkatnya jumlah tenaga kerja call center dengan gaji rata-rata sekitar $200 - $400 per bulan, telah mendorong peningkatan daya beli masyarakat dan konsumsi domestik.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia sendiri, industri call center dengan skema outsource sebenarnya bukanlah hal yang baru, sejumlah perusahaan call center internasional juga sudah beroperasi di kota-kota besar di Indonesia. Akan tetapi, berbeda dengan perusahaan call center yang beroperasi di Filipina atau India, mayoritas dari klien mereka masih didominasi perusahaan-perusahaan domestik, dan tingkat pertumbuhannya pun belum bisa disandingkan dengan apa yang telah dicapai Filipina.
Ilustrasi rush hour di stasiun KRL di Jakarta, Photo by Aprizilio Edwardo/Unsplash
Belajar dari keunggulan yang dimiliki oleh Filipina, maka sebenarnya Indonesia dapat berpotensi menjadi salah satu pesaing di sektor bisnis ini. Tenaga kerja Indonesia memiliki aksen Bahasa Inggris yang sebenarnya lebih ‘netral’ jika dibanding Filipina, namun sayangnya jumlah angkatan kerja Indonesia yang fasih berbahasa Inggris belum sebanyak Filipina.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya dapat diatasi, salah satunya dengan semakin mengintensifkan mata pelajaran Bahasa Inggris di kurikulum pendidikan dasar hingga bangku SMA dan sekolah-sekolah kejuruan, ditambah dengan pelatihan keterampilan khusus terkait layanan call center oleh lembaga pemerintah terkait.
Tentunya juga diperkuat dengan regulasi yang lebih menarik bagi perusahaan-perusahaan multinasional serta para investor asing di sektor ini. Siapa tau, suatu saat Sony, Apple, Amazon atau perusahaan dengan jutaan pelanggan lainnya dapat melirik Indonesia untuk meng-outsource layanan call center mereka.