Fanatisme Berpolitik dan Masalah Kesehatan Mental

Uswatun Hasanah LuQman
Dosen Spesialis Keperawatan Jiwa Universitas Muhammadiyah Surabaya, Psychiatric Nurse, Konsultan Kejiwaan.
Konten dari Pengguna
14 Februari 2024 18:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uswatun Hasanah LuQman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/id/image-vector/fanaticism-word-cloud-concept-vector-illustration-232366264
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/id/image-vector/fanaticism-word-cloud-concept-vector-illustration-232366264
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Politik merupakan arena yang mempertontonkan perbedaan pendapat dan ideologi yang seringkali bertabrakan. Fenomena yang sering dijumpai saat kontestasi pemilu berlangsung adalah munculnya sikap fanatik para pendukung terhadap masing-masing calon tokoh yang didukungnya. Beberapa tahun terakhir, fenomena fanatisme berpolitik semakin merajalela di Masyarakat dan menjadi sulit untuk dikendalikan. Fanatisme tentunya memberikan dampak positif terhadap dinamika perpolitikan, akan tetapi jika tidak dapat dikontrol dan berlebih, tentunya akan berdampak serius terhadap kesehatan mental individu dan stabilitas sosial.
ADVERTISEMENT
Sebab-sebab Fanatisme Berpolitik
1. Rendahnya Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan sangat berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam dunia perpolitikan. Individu dengan Tingkat Pendidikan rendah akan sulit memilah informasi yang diterima nalar kritis terkait fenomena politik yang terjadi, sehingga akan memperkuat terbentuknya sikap fanatisme.
2. Keterbatasan pemahaman terkait isu-isu politik
Kesadaran untuk berpartisipasi dalam berpolitik seharusnya dimiliki oleh setiap individu agar mampu membuat keputusan yang tepat secara politik. Kesadaran yang rendah terkait pemahaman yang luas terkait isu politik membuat individu tidak mampu mencerna isu-isu yang bersifat kompleks dan cenderung mudah dipengaruhi oleh opini orang lain yang disajikan secara persuasif sehingga mendorong munculnya sikap fanatisme berlebih.
3. Meningkatnya Polarisasi Politik
Peningkatan polarisasi politik saat ini tentunya tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan informasi, utamanya media sosial. Hal tersebut menyebabkan setiap orang dapat dengan mudah terpapar pola berfikir yang beredar luas di media sosial yang kemudian membenarkan keyakinan mereka sendiri secara sepihak tanpa ada filter yang memadai. Hal tersebut menyebabkan munculnya pemisahan kelompok-kelompok politik yang semakin tajam dan menciptakan ekosistem yang mendukung fanatisme.
ADVERTISEMENT
4. Manipulasi dan Desinformasi :
Penyebaran informasi hoax yang tidak terbendung dan manipulasi informasi oleh pihak-pihak tertentu dapat mengaburkan garis batas antara fakta dan opini. Hal ini meningkatkan fanatisme pendukung sehingga memicu ketegangan dan mempertajam kesenjangan antara kelompok-kelompok politik.
5. Identitas Politik yang Kuat: Bagi sebagian individu, identitas politik mereka menjadi bagian integral dari identitas pribadi mereka. Identifikasi yang kuat dengan kelompok politik tertentu dapat menyebabkan orang menjadi lebih rentan terhadap fanatisme dan menghalangi kemampuan mereka untuk berpikir kritis secara independen.
https://stock.adobe.com/id/search?k=politics&asset_id=102468952
Dampak Fanatisme Berpolitik terhadap Kesehatan Mental
1. Stres dan Kecemasan:
Fanatisme berpolitik dapat mempengaruhi tingkat stres dan kecemasan pada individu. Disinformasi dan Ketegangan yang terjadi secara berulang dalam proses diskusi politik, perasaan tidak aman, dan kekhawatiran akan masa depan politik negara dapat mengganggu kesejahteraan mental seseorang.
ADVERTISEMENT
2. Depresi dan Kebingungan Identitas:
Saat individu merasa terikat akan pilihan politik dan merasa ideologi mereka diabaikan atau terancam, hal tersebut dapat memicu munculnya depresi. Selain itu, individu akan mengalami kebingungan identitas saat merasa pandangan politiknya tidak lagi sesuai dengan pandangan politik kelompoknya.
3. Konflik Interpersonal:
Fanatisme berpolitik sering kali memicu konflik interpersonal, baik dalam lingkungan keluarga, pertemanan, maupun tempat kerja. Perbedaan pendapat politik, ketidaksepahaman dalam pandangan dapat memecah belah hubungan sosial dan menyebabkan isolasi sosial bagi individu yang memiliki pendapat berbeda dari kelompok mayoritas.
4. Alienasi dan Kesepian:
Individu yang memiliki perbedaan pandangan politik dengan jumlah minoritas akan merasa terisolasi dari kelompok politiknya atau merasa tidak diterima. Hal ini memicu munculnya perasaan diasingkan dan kesepian, sehingga berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan emosional mereka.
ADVERTISEMENT
5. Kehilangan Harapan dan Pesimis:
Fanatisme berpolitik seringkali bermuara pada perasaan kehilangan harapan terhadap sistem politik dan institusi. Ketika harapan dan kenyataan bertentangan memunculkan sikap pesimis terhadap masa depan negara dan dunia secara keseluruhan.
Strategi Mengatasi Fanatisme Berpolitik dan Meningkatkan Kesehatan Mental
1. Pendidikan dan Kesadaran Berpolitik:
Pendidikan secara umum dan Pendidikan politik yang seimbang serta kritis dapat membantu masyarakat menyadari pentingnya memahami isu-isu politik melalui proses berpikir kritis, mendengarkan perspektif yang berbeda, dan menghargai keragaman pendapat dalam politik.
2. Promosi Dialog Antar-Kelompok:
Penyelenggaraan forum-forum diskusi terbuka dan dialog dengan prinsip saling menghormati perbedaan antara kelompok-kelompok politik tentunya dapat membantu mengurangi polarisasi dan konflik sosial.
3. Edukasi Kesehatan Mental dan Keterampilan Koping
ADVERTISEMENT
Edukasi Kesehatan mental yang berkelanjutan dapat membantu mengembangkan keterampilan koping individu dalam menghadapi masalah Kesehatan mental yang muncul. Keterampilan koping yang dapat dikembangkan untuk membantu individu mengatasi stres dan kecemasan yang timbul akibat fanatisme berpolitik diantaranya yaitu tehnik relaksasi, distraksi, meditasi, olahraga, atau terapi kognitif perilaku.
4. Pemberdayaan Individu:
Upaya pemberdayaan individu agar mampu berpikir kritis dan independent dapat membantu dalam mengembangkan identitas personal. Hal tersebut meningkatkan kemandirian tanpa bergantung pada ideologi politik dan tentunya akan mengurangi dampak negatif fanatisme berpolitik terhadap kesehatan mental.