Kontroversi Masa Jabatan Kepala Desa

Ayat Fazlur
Mahasiswa UIN Sunan kalijaga yogyakarta
Konten dari Pengguna
27 Januari 2023 15:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayat Fazlur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ratusan massa dari kepala desa dan perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR di Senayan, Jakarta, Rabu (25/1). Foto: Ananta Erlangga/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ratusan massa dari kepala desa dan perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR di Senayan, Jakarta, Rabu (25/1). Foto: Ananta Erlangga/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada hari selasa 17 januari 2023, para kepala desa dari berbagai penjuru Indonesia melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR RI Senayan. Aksi Demonstrasi ini viral di berbagai media sosial. Banyak netizen yang menilai aksi ini sarat dengan kepentingan politis. Sebab politisi berbondong-bondong dengan semangat menemui para kepala desa di depan gedung. Sikap yang sangat berbeda ketika ada aksi serupa yang dipimpin mahasiswa, para politisi ini tidak kelihatan sama sekali batang hidungnya.
ADVERTISEMENT
Adapun salah satu tuntutan yang dinilai kontroversial dari demo kepala desa ini adalah mereka menuntut Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa direvisi, sehingga masa jabatan yang semula enam tahun bisa menjadi sembilan tahun. Seperti yang termaktub dalam pasal tersebut, kepala desa menjabat 6 tahun dalam satu periode dan diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebanyak tiga periode berturut-turut.
Hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak, apakah masih kurang dengan 6 tahun untuk mengabdi di desa? Pasalnya yang menjadi salah satu alasan dari kepala desa ialah kurangnya waktu mereka untuk memperbaiki desa. Robi Darwis, kepala desa asal NTB yang ikut hadir di Senayan, menyatakan masa jabatan 6 tahun hanya memperpanas perpolitikan di tingkat desa saja. Sebab kepala desa hanya disibukkan dengan proses penyembuhan pasca kontestasi berlangsung.
ADVERTISEMENT
Alasan tersebut juga diamini oleh peserta aksi yang lainnya. Bahkan salah satu peserta aksi berorasi bahwasanya ini adalah aspirasi dari rakyat dan harus diterima karena rakyat menginginkan hal itu. Lantas kenapa bukan masyarakat yang melakukan aksi di depan gedung DPR siang itu? Pertanyaan ini jadi bagian dari refleksi: akankah keinginan dari kepala desa ini akan diamini oleh pemerintah?

Sarat kepentingan politik

Perpanjangan masa jabatan kepala desa juga dinilai banyak pihak sarat akan kepentingan politik. Dari potongan video yang beredar di media sosial, salah satu kepala desa mengancam partai politik untuk menghabisi suara mereka di desa. Menurut saya, ini akan menjadi potensi partai politik ikut campur dalam potensi direvisinya UU Desa ini. Padahal di Pasal 29 Poin (j) disebutkan, kepala desa dilarang terlibat dalam kampanye pemilihan umum atau kepala daerah. Kepentingan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini tentunya akan dimanfaatkan oleh partai politik untuk menyiapkan amunisinya di Pemilu 2024. Hal ini tentunya jauh sekali dari pengabdian terhadap masyarakat desa.
ADVERTISEMENT

Akankah UU No 6 Tahun 2014 Direvisi?

Melihat memperpanjang masa jabatan ini sarat kepentingan untuk menyokong pemilu 2024, akan sangat besar peluang UU No 6 tahun 2014 ini direvisi. Seperti yang kita ketahui bersama juga, Menteri Desa dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar merupakan salah satu kader partai politik yang mendukung untuk direvisinya UU No 6 Tahun 2014. Nah, tinggal bagaimana masyarakat desa bersama-sama menolak wacana perpanjangan ini.
Jabatan 6 tahun kepala desa yang kita lihat hari ini banyak yang pada akhirnya hanya menjadikan jabatannya untuk mengembalikan modal kampanyenya, tanpa memperhatikan pengabdian dia kepada desa yang ia pimpin. Banyak pegiat anti korupsi yang dengan tegas menolak wacana perpanjangan jabatan kepala desa ini karena dinilai akan menambah daftar panjang korupsi yang dilakukan oleh kepala desa.
ADVERTISEMENT
Dilansir ICW, pada 2021 juga menyebutkan bahwa penegak hukum paling banyak menangani kasus korupsi di sektor anggaran desa. ICW mencatat ada 154 kasus korupsi anggaran desa pada 2021, dengan kerugian negara sebesar 233 kasus. Hal ini menegaskan masih banyak kepala desa yang hanya memanfaatkan jabatannya demi kepentingan pribadinya.
Maka dari itu, perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun ini perlu dipikirkan secara matang lagi. Akan lebih baik lagi pemerintah memikirkan cara agar desa bisa menjadi lumbung perekonomian rakyat dan negara ke depannya.