Ketika Takut Berkompetisi, Ingatlah Rossi dan Pesaing-pesaing Mudanya

Margaretha Lina Prabawanti
Pengajar di Sekolah Tinggi Manajemen dan Risiko Asuransi
Konten dari Pengguna
26 September 2021 16:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Margaretha Lina Prabawanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi balap motor (sumber : pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi balap motor (sumber : pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bercerita tentang atlet yang menjadi idola, rasanya belum lengkap bila nama Valentino Rossi belum disebut. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir sudah banyak pembalap muda lain yang mengunggulinya dalam hal prestasi, namun di hati hanya Rossi sang juara sejati.
ADVERTISEMENT
Kepiawaiannya menyalip di tikungan menjadi aksi yang layak dinanti dalam setiap arena Moto GP. Pembalap yang eksentrik ini memang sarat prestasi, dengan jumlah kemenangan terbanyak sepanjang sejarah juga membuatnya layak disebut sebagai salah satu legenda olahraga otomotif dunia.
Karena mengidolakan Rossi, tetangga saya di kampung bahkan sampai menyematkan nama Rossi sebagai nama anak laki-lakinya. Tentu saja nama itu tidak umum dipakai di kampung saya. Apalagi sebagai nama anak laki-laki. Di Indonesia pun nama Rossi juga tidak lazim dipakai oleh pria, dan lebih pantas menjadi nama anak perempuan. Namun namanya juga idola, apa pun sah saja dilakukan.
Rossi memang sudah cukup tua sebagai atlet, namun performanya tak kalah dengan pesaingnya yang berusia sepuluh tahun lebih muda. Dalam setiap pertandingan Moto GP, saya tak pernah mengunggulkan yang lain. Ketika Rossi jatuh di tengah balapan, biasanya saya lebih memilih untuk mematikan TV dan tak mau tahu lagi siapa yang menjadi juara Moto GP.
ADVERTISEMENT
Kepiawaian Rossi mungkin diwarisi dari ayahnya, Graziano Rossi yang juga seorang pembalap. Sejak dini terpapar dunia balap memang menjadikan Rossi sangat mencintai profesinya. Naik podium sebanyak 210 kali sepanjang karirnya hanyalah salah satu bentuk ganjaran yang pantas atas totalitasnya di dunia yang sudah membesarkan namanya.
Salah satu hal yang saya kagumi dari Rossi adalah daya tahannya menghadapi pesaing yang datang silih berganti sepanjang karirnya yang panjang di dunia balap. Mulai dari bersaing dengan Capirossi, Biaggi dan Gibernau di tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an, bersaing dengan Stoner dan Lorenzo di akhir tahun 2000-an hingga awal tahun 2010-an, bersaing dengan Marquez dan Vinales hingga Joan Mir sampai dengan akhir karier balapnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun kompetitornya terus berubah dari waktu ke waktu, Rossi terus bertahan. Ekstrimnya bisa dikatakan dalam dunia balap Rossi ibarat ayah yang bertanding melawan anaknya. Bayangkan saja bila di usianya yang ke 42 ia masih beradu balap dengan Joan Mir yang masih berusia 24 tahun. Selisih usia hingga 18 tahun dengan pesaingnya ternyata tak menyurutkan langkah Rossi.
Bila akhirnya Rossi menggantung helm di musim balapan ini, rasanya kita sudah cukup puas menyaksikan aksinya menghadapi beragam pesaing lintas generasi. Semoga masih ada Rossi lain yang sama totalnya menggeluti dunia balap seperti Rossi yang kita kenal selama ini.
Meskipun dalam hal prestasi belum bisa menyamai Rossi, namun di Indonesia kita juga memiliki pembalap motor legendaris yang patut menjadi kebanggaan kita, di antaranya Beng Soeswanto yang dikenal sebagai pembalap serba bisa karena selain berlaga di GP, ia juga seorang pereli dan pembalap formula.
ADVERTISEMENT
Kita juga punya Sidarto SA yang karena kepiawiannya membuat ia dijuluki ‘setan ancol’. Juga ada Sonny Saksono yang pernah meraih podium di GP Belanda meskipun kariernya harus terhenti di usianya yang ke 26 tahun.
Di masa lalu Indonesia juga punya Tjejep Heriyana dan Benny Hidayat yang pernah membanggakan Indonesia berkat prestasinya di Gran Prix Makau. Tommy Manoch yang menjadi juara GP Indonesia pertama tahun 1963 serta M. Gumilar yang namanya bahkan tercatat di museum Ducati Italia.