Mimpi yang Menyebalkan

Tasya Pitria Azmalina
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Semester 5 Universitas Muhammadiyah Bengkulu
Konten dari Pengguna
24 Desember 2021 21:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tasya Pitria Azmalina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Foto by pixabay
Ketika membuka pintu rumah, aku terkejut tiba-tiba ada seorang lelaki tampan yang membuatku tak bisa berkata-kata. Berperawakan tinggi dan putih menggunakan outfit serba hitam membuat hatiku menjadi dag-dig-dug.
ADVERTISEMENT
“Hai, apakah ini benar dengan rumah Bu Atin?” Ujar dia dengan lantang membuatku terkejut.
“Aaa...Iyaaaaa benar”. Sahutku yang masih kebingungan.
“Ini ada bingkisan dari ibuku” Ujarnya sambil memberikan bingkisan.
Duduk manis sambil menatapi arah langit dengan sinar bulan yang menyinari begitu terang. Tiba-tiba seperti ada suara yang memanggil namaku dari arah dapur.
“Sya, Sya, sya bantu ibu sini” Ujar ibuku sambil menyiapkan makan malam.
Setiap malam ibuku selalu menyiapkan makan malam. Tiba-tiba hari ini, tetanggaku mendatangi rumahku. Ya! Keluargaku dan tetanggaku memang lumayan dekat.
Entah kenapa mereka tiba-tiba menghampiri rumahku, dan seketika mereka bercengkerama satu sama lain. Aku pun keluar melihat siapa tamu yang datang kerumahku. Aku terkejut kembali ternyata yang datang kerumahku adalah Ibu Ina dan seorang anak laki-laki yang membuat jantungku berdebar.
ADVERTISEMENT
“Ini putri saya Nesya” Ujar ibuku, kepada Bu Ina.
“Sangat cantik dan manis ya putrinya, ini putra saya Budi baru pulang dari Jogja” Jawab Bu Ina.
“Hai, aku Budi salam kenal” Ujar Budi, kepadaku.
“Hai, aku Nesya salam kenal juga” sahutku dengan tersipu malu.
Di saat semua orang sedang bercengkerama, aku pergi ke dapur untuk mengambil minuman untuk tamu. Pada saat menutup lemari, aku melihat bu Ina menghampiri dapur dan seperti mengambil sesuatu.
"Ga ada ya, gulanya?" tanya Bu Ina, kepadaku.
"Hm, Ada Bu, Kenapa Bu?" sahutku, seraya menutup botol.
"Yaudah, gapapa. Ibu ke depan dulu," ujarnya, yang mendapat anggukan dariku.
Aku pun kembali ke depan dengan membawa minuman yang sudah kusiapkan. Ketika aku sudah duduk, aku tidak melihat anak Bu Ina yang tadi sedang mengobrol di sana. Sepertinya, ia pergi.
ADVERTISEMENT
Tersandar di dinding kamar. Tak lama kemudian, datanglah seorang lelaki yang tampan dan memang dia bukan kalangan selebriti. Dia adalah anak Bu Ina, dia pun mendudukan dirinya di sisiku yang membuatku sedikit kaget. Melihat seperti itu, aku sedikit menggeser untuk menjauhi lelaki itu. Namun, bukannya lelaki itu menjauh dariku, malah dia semakin menggeser dekat denganku. Dia menatapku, dan aku melihatnya dengan tersenyum. Ibuku dari depan sedang menatapku dengan tatapan tak bisa di artikan. Gelungan rambut sudah menjadi kebiasaanku untuk tidak mengganggu kegiatanku. Sekarang pun aku menggulung rambutku keatas.
Dia semakin mendekatiku, sampai-sampai diri kita menempel. Ya sudahlah aku sudah terus menghindar, tapi dia tetap saja mendekat. Lelaki itu memainkan rambutku, ia mengubah rambutku yang tadinya di gelung jadi tergerai. Namun, masih di ikat. Ia memainkan rambutku yang panjangnya sepinggang. Apa kalian tahu? Dia memainkan rambutku bagaimana? Dia memainkannya dengan menggulung-gulungkan rambut ku di jarinya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dia menaruh rambut ku di atas bibirnya seperti di jadikan kumis olehnya. Dia menghirup, mencium aroma rambutku dalam, sampai ia menikmatinya dengan memejamkan matanya.
Aku? Pas pertama aku kaget melihat kegiatannya. Namun, aku tersenyum ketika ia terus memainkannya.
Ibuku yang melihat itu membelalakkan matanya, tetapi ia geleng-geleng kepala setelah lama-lama lelaki itu masih terus memainkan rambutku.
Ia menarikku untuk lebih dekat dengannya. Lalu, dia mengambil kepalaku dan ia sandarkan di bahunya. Ia mengulum senyum ketika melihatku yang mengkerutkan dahi.
Lalu, lelaki itu memelukku dari samping, ya sudahlah aku sudah cape dengan sikapnya. Aku hanya diam, mengapa diri ini tak bisa berontak?
Ku tatap wajahnya dari samping, tampan! Sangat tampan! Bagaimana tidak tampan, orang dia seperti selebriti.
ADVERTISEMENT
Aku terus menatapnya sambil tersenyum. Aku tersadar! Aku sedang menatapnya. Cepat-cepat ku alihkan pandanganku dan menarik tubuhku untuk tidak lagi bersender kepadanya.
Melihatku yang seperti itu, ia mengerucutkan bibirnya, seperti anak kecil yang sedang merajuk. Aku mengulum senyum melihat dia seperti itu.
Kembali, ia memainkan rambutku di jarinya. Perlahan tangannya mengelus punggungku lembut. Aku memejamkan mata, kala ia terus mengelus punggungku dengan lembut. Aku seperti merasakan sesuatu yang berat di kepalaku. Benar saja setelah melakukan itu ia menyimpan sebuah paper bag di ikatan rambutku, kemudian menaruh tangannya di pinggangku.
Aku menatapnya dengan tatapan bingung. Seperti, aku sedang menanyakan itu apa, tapi melalui isyarat. Ia seperti mengerti dengan apa yang aku tanyakan.
ADVERTISEMENT
Ia menjawab dengan bibirnya yang terangkat, tetapi tidak memakai suara 'uang' sepertinya, itu yang di jawabnya. Aku hanya mangut melihat jawabannya. Kemudian aku bertanya kembali, 'buat apa' dengan gaya bibir tidak memakai suara. 'simpen aja' dia kira-kira menjawab seperti itu. Aku menghela nafas panjang. Ia melihatku yang sedang seperti ini, kemudian ia menarik pinggangku guna untuk merapat dengannya. Ia memelukku kembali dari samping.
Tiba-tiba saja, aku dikagetkan dengan sebuah tepukan di pundakku.
"Sya, bangun! Tolong belikan Ibu garam ke warung!" serunya, seraya menepuk pundakku.
Hah?!Aku terbangun, dan tersadar.
Sial! Itu hanyalah mimpi! Hanyalah mimpi!
Aku menatap Ibuku dengan tatapan bengong. Lagi-lagi, ibuku berbicara seperti itu.
"Ke warung! Belikan Ibu garam !" ucapnya, lalu keluar kamarku.
ADVERTISEMENT
Aku menghela nafas panjang. Aku masih melamun, memikirkan mimpi tadi, mimpi sekejap yang sangat indah. Namun, sangat disayangkan itu hanya mimi.
Menyakitkan!
Sangat menyebalkan!
Kembali aku buang nafasku dengan kasar, aku beranjak dari tempat tidurku, dan menghampiri kamar mandi. Saat perjalanan ke warung, aku masih memikirkan mimpi tadi. Memang, membuang waktu sia-sia!
Sangat menyebalkan!
Akhirnya, aku sudah sampai di rumah, ku tanya ibuku yang sedang melanjutkan masak.
"Bu, Ibu ina si ibu yang punya anak 4 'kan?" tanyaku, menatap punggungnya yang sedang memasak.
Ibuku tak menggubrisnya, ia membelalakkan matanya. Ya! Karna ibuku sedang menonton ceramah dari video, sehingga dia tidak meperdulikan aku.
Kembali aku membuang nafas kasar, dan langsung melanjutkan aktifitasku yang sedang membantu ibu.
ADVERTISEMENT
Setelah selesai membantu, aku membuka suara ketika mengetahui ibuku sudah tidak menonton lagi.
"Mah, tadi Nesya mimpi ...," ucapku, seraya membayangkan kembali mimpi itu.
"Mimpi tuh bohong! Gabakal jadi kenyataan!" serunya, masih tetap memasak.
Sekali lagi, aku membuang nafas kasar. Ya! Aku terlalu baperan, benar kata ibuku, mimpi hanya hayalan yang tak akan pernah jadi kenyataan.
Aku kembali ke kamar dan merebahkan diri di atas kasur. Seketika ingatanku kembali pada kemarin.
Flashback on
Sore ini, aku sedang duduk di kursi depan, menunggu ibuku yang sedang membuka pintu yang di kunci. Karena kita habis pulang dari pengajian.
"Yaallah, semoga jodoh Nesya ganteng, kaya, Yaallah ... dan juga sayang banget sama Nesya, Yaallah ...," ujarku, seraya mengangkat tanganku berdo'a.
ADVERTISEMENT
"Amin ... Mah, aminin atu!" seruku lagi.
"Aminn!" sahut Ibuku, lumayan keras.
Aku hanya terkekeh pelan. Kemudian, aku melanjutkan do'a tadi.
"Semoga Orang Sukses, Yaallah ...," ucapku lagi.
"Mimpi!" seru ibuku, memutar bola mata malas. Kemudian, masuk ke dalam rumah.
Seketika tawaku pecah, mendengar jawaban ibuku.
Flashback off
Aku menghela nafas panjang, tapi aku tersenyum mengingat kejadian sore hari.
"Bener, do'a Nesya jadi kenyataan! Walau hanya mimpi! Mimpi!" gumamku, seraya tersenyum pedih.