Limbah Bahan Baku Triplek Bukan Sekadar Sampah Tapi Sumber Daya Bernilai Ekonomi

Yuda
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
19 Maret 2024 8:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang kelompok 47 gelombang 1. kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini adalah untuk mengaplikasikan Hilirisasi hasil Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Desa Puncu
Kegiatan ini Berlokasi di Desa Puncu, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Dalam pelaksanaannya, kami menerapkan pendekatan observasi lokasi sebagai alat utama untuk mengidentifikasi dan memahami masalah yang ada pada limbah bahan baku triplek. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemanfaatan limbah bahan baku triplek/Kegiatan Longcore, Tetapi juga memberikan peluang bagi masyarakat Desa Puncu untuk terlibat secara aktif dalam sektor industri kayu yang ada di Desa ini, dan dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh pabrik pembuatan bahan baku triplek yang ada di Desa Puncu.
ADVERTISEMENT
Bahan baku pembuatan triplek atau biasa disebut Veener adalah lembaran kayu tipis yang terbuat dari kayu gelondongan yang dikupas menggunakan mesin, Sehingga menghasilkan lembaran kayu tipis, Veener memiliki ketebalan berkisar antara 0,24 mm hingga 3 mm dan memiliki Panjang dan lebar 122 cm x 122 cm, veener/lembaran kayu tipis ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan triplek. Pabrik pembuatan bahan baku triplek/veener yang ada di desa puncu ini menghasilkan beberapa limbah, Diantaranya adalah limbah OPCR (One Piece Core Reject), Limbah yang biasa disebut OPCR ini adalah veener/lembaran kayu tipis yang tidak memenuhi standar kualitas, namun masih memiliki ukuran yang sesuai yaitu 122 cm x 122 cm, Ini bisa diakibatkan dari cacat alami dari kayu yang mempengaruhi lembaran kayu yang dihasilkan menjadi terdapat lubang dan retak, Dapat juga terjadi kerusakan yang diakibatkan dari masalah mesin atau teknik sehingga menyebabkan robek dan terpotong.
ADVERTISEMENT
Sedangkan limbah yang biasa disebut MK (Mutu Kurang) adalah limbah yang tidak memenuhi standar, baik dari sisi kualitas maupun ukuran, Limbah MK ini berbentuk tidak beraturan berupa potongan-potongan kecil yang merupakan sisa dari pemotongan veener agar memiliki ukuran yang sesuai yaitu 122 cm x 122 cm, sehingga terdapat sisa potongan-potongan kecil. Keberadaan perkebunan dan pabrik pembuatan bahan baku triplek di Desa Puncu merupakan indikasi nyata akan adanya potensi ekonomi yang signifikan dalam bidang industri kayu di desa tersebut,
Langkah pertama yang diambil adalah anggota kelompok yang terdiri dari Shinta Ramdani, Shafa Alodya Ramadhani, Indah Dewi Septiani, Nicolleta Octavia, dan Yudha Ernawa, yang berasal dari program Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Malang yang dibimbing oleh Bapak Adhyatman Prabowo S.Psi, M.Psi, Selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) melakukan survei awal secara komprehensif dan mendalam untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Desa Puncu tentang pengelolaan limbah bahan baku triplek, termasuk memahami persepsi mereka, sikap, dan praktik mereka sehari-hari dalam hal ini. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan akurat mengenai sejauh mana pengetahuan dan kesadaran mereka tentang isu penting ini.
ADVERTISEMENT
Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat Desa Puncu tentang cara memanfaatkan limbah pembuatan bahan baku triplek. Pada tahap sosialisasi, mahasiswa memberikan penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan limbah triplek. Mahasiswa juga menjelaskan berbagai macam cara untuk memanfaatkan limbah tersebut.
Pada tahap pelatihan, mahasiswa memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang pentingnya meningkatkan kesadaran tentang pengelolaan limbah bahan baku triplek agar Limbah dapat bernilai Ekonomis. Pelatihan atau bimbingan ini tidak hanya berfokus pada peningkatan pengetahuan, tetapi juga pada penerapan praktik pengelolaan limbah yang berkelanjutan,
Mahasiswa juga melakukan pendampingan dan pemantauan yang intensif terhadap praktik pengelolaan limbah bahan baku triplek oleh masyarakat. Ini mencakup aspek edukasi mengenai proses pengelolaan limbah yang benar dan efisien, serta penyediaan alat atau peralatan yang diperlukan dalam proses tersebut. Tujuan dari pendampingan dan pemantauan ini adalah untuk memastikan bahwa proses pengelolaan limbah dilakukan dengan metode yang paling efisien, tidak hanya dalam hal penggunaan sumber daya, tetapi juga dalam hal dampak terhadap lingkungan. Longcore merupakan kegiatan pembuatan produk-produk berbahan baku limbah triplek, seperti mebel, kerajinan, dan juga dapat dibuat menjadi triplek kembali, Sehingga Produk-produk ini dipasarkan ke pabrik-pabrik dan Industri meuble rumahan yang ada di Desa Puncu.
Pendampingan dan Pemantauan
Kesuksesan program ini patut dijadikan teladan bagi desa-desa lainnya yang ingin memberdayakan dan memajukan potensi lokalnya. Desa Puncu bisa menjadi contoh inspiratif bagi daerah-daerah lain yang ingin mengembangkan potensi lokal mereka, memperkuat keyakinan bahwa melibatkan masyarakat dalam pengembangan ekonomi lokal dapat menciptakan dampak positif yang signifikan. Proyek ini menegaskan bahwa kolaborasi antara mahasiswa, pemerintah desa, dan masyarakat dapat menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT