Keruwetan Sengketa Tanah di Negeri Ini

Mukhtar Habib
Kelahiran Medan 07 Agustus 1989 Penulis Lepas, Konten Kreator, Lembaga Rehabilitasi Pencegahan Penyiaran Narkotika (LRPPN), Pemerhati Sosial.
Konten dari Pengguna
13 Juli 2023 11:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mukhtar Habib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tanah sengketa. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tanah sengketa. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banyaknya persoalan tanah mengenai batas hukum atau kepemilikan yang tidak terselesaikan semakin kompleks dan menjadi-jadi. Bahkan tidak hanya sebatas ruang ekonomi saja, melainkan sosial, budaya, dan agama.
ADVERTISEMENT
Masalah mengenai problem ini biasanya berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau kelompok) yang berisikan keberatan dan tuntutan hak terhadap statusnya, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi menurut ketentuan hukum.

Unjuk Rasa Mengenai Hak Kuasa di Deli Serdang

Unjuk rasa masyarakat yang memperjuangkan lahan gereja yang sudah tempat ibadah 33 tahun dan areal belakang yang kini dibangun oleh PT. MIP. Foto: Mukhtar Habib
Aksi masyarakat dan jemaat HKBP Tanjung Morawa Kota di kantor Bupati dinilai ricuh. Pasalnya masyarakat menuntut keadilan atas lahan tempat ibadah mereka dan adanya pembangunan yang dilakukan oleh pengembang kepada pemerintah kabupaten, Rabu, (12/7/2023).
Hal ini disebabkan tidak adanya komitmen atas perjanjian yang telah disepakati pada tanggal 27 Juni 2023 oleh Kepala Bidang Bangunan Gedung, Pertamanan dan Penataan Perkotaan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Ari Martiansyah, ST; Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN), A. Rahim Lubis; Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP); Parlindungan Banjarnahor, SE; Ketua Umum Aliansi Masyarakat Peduli Keadilan (AMPK), Rahman JP Hutabarat; Pendeta HKBP Tanjung Morawa Kota, Darzon T.P Siregar; di Jl. Negara No.1, Petapahan, Kec. Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang.
Nota Kesepakatan yang ditandatangani tanggal 27 Juni lalu. Foto: Dok. Istimewa
Nota kesepakatannya tertuang, bahwa luas lahan 78,16 hektare dan HGU tidak diperpanjang. Lahan garapan seluas 18 hektare termasuk gereja, rumah penduduk belum daftar nominatif. Gubernur Sumatera Utara hanya mengeluarkan 59 hektare untuk pengembangan perkotaan kepada yayasan Nurul Amaliyah tidak termasuk Gereja, SD, Madrasah.
ADVERTISEMENT
Perihalnya dituliskan dan ditandatangani itu untuk memastikan lahan dimaksud apakah ikut dialihkan kepada pihak ke III, jemaat HKBP dapat mengkonfirmasi kepada Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) II.
Jika masih tetap asetnya dan belum dialihkan, maka HKBP dapat melakukan permohonan penerbitan nominatif kepada Gubernur dan penghapus-bukuan pelepasan aset kepada pihak terkait dan Menteri BUMN setelah diberikan daftarnya.
Namun, menjadi sebuah masalah baru bahwa pihak BPN tidak mengetahui apakah di belakang Gereja HKBP Tanjung Morawa Kota sudah dijual atau belum oleh pihak PTPN II. Bahkan menyarankan Jemaat untuk koodinasi kepada pihak PTPN II untuk pertanyakan lahan tersebut apakah sudah dijual atau belum.
Ketidakpuasan ini disampaikan masyarakat HKBP diwakili Ketua Umum AMPK, Rahman JP Hutabarat tidak terima dengan adanya klaim dan pembangunan dari PT. MIP tentang areal belakang tempat ibadah.
ADVERTISEMENT
Dirinya juga menerangkan bahwa adanya tidak kooperatif dari pemerintah kabupaten ketika sempat ditolak, namun H. Timur Tumanggor S.Sos, M.AP, Sekretaris Daerah meredakan dan mengajak berunding.
Timur Tumanggor mendengar aksi unjuk rasa sejenak sebelum mengajak ke dalam ruang rapat. Foto: Mukhtar Habib
"Di dalam perundingan demo itu tadi kita ribut, lalu kemudian datang bapak Sekda menerima kita. Walaupun kalau ditanya hati kita, kita sebenarnya tidak setuju dengan adanya perundingan kembali minggu depan," ungkap Rahman saat orasi.
Rahman JP Hutabarat menyampaikan hasil atas perundingan di dalam Ruang Rapat Sekretaris Deli Serdang. Foto: Mukhtar Habib.
Rahman menuangkan kekesalannya dengan cara politis bahwa pemerintah kabupaten, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Deli Serdang, Drs Citra Effendi Capah, MSP, serta Kasatpol PP, Marzuki, S. sos tidak berani menampung aspirasi masyarakat pendemo.
"Pemkab Deli Serdang, Asisten 1 dan Kasatpol PP itu bencong," ungkapnya kesal.
ADVERTISEMENT
Soalnya, menurut dirinya banyak dari beberapa pihak mengeklaim tanah yang sudah ditempati dan digunakan selama 33 tahun. Dan berencana akan audiensi ke PTPN II.
"Hari ini banyak orang mengklaim lahan di belakang gereja, sudah 33 tahun kita sudah menguasai lahan tersebut. Jadi hari ini, kita sampaikan, Kita (akan) audiensi (ke) PTPN II," sambungnya.
Kemudian, menurut salah satu jemaat HKBP, saat menanggapi orasi dan tanya jawab menegaskan bahwa areal lahan yang diperjuangkan bukan termasuk lahan pengembang.
"Lahan yang di belakang tidak masuk harta pengembang. Di demokrasi ini lebih susah buat rumah ibadah dibanding buat kafe," pungkasnya.
Menurut Dr. H. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum, Wakil Direktur Bidang Riset, Pengabdian Masyarakat, Digitalisasi dan Internasionalisasi, secara teoritis penyelesaian dapat dilakukan melalui dua cara:
ADVERTISEMENT
Yang pertama, melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang melalui kerja sama yang positif di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan putusan yang bersifat adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama.
Bahkan cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa.
Kedua, beberapa permasalahan, dapat diselesaikan dengan baik oleh BPN melalui mediasi. Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan bantuan pihak ketiga netral mediator guna mencari bentuk penyelesaian yang dapat disepakati para pihak.