Kisah Inspiratif, Guru Mengaji Hafal Al-Qur'an yang Menderita Tunanetra

Salwa A'yunin'na
Mahasiswa Ilmu Komunikasi 21 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
27 November 2022 20:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salwa A'yunin'na tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap muslim memiliki kewajiban untuk belajar membaca Al-Qur'an atau mengaji dan dalam mempelajarinya pasti berbeda-beda jangka waktunya, ada yang cepat ada yang lebih lama dalam menyelesaikannya. Pada kondisi seperti ini, guru mengajilah yang harus senantiasa membimbing murid-muridnya dengan tlaten dengan caranya atau karakter yang berbeda-beda pula, ada guru ngaji yang lemah lembut dalam mengajar dan ada yang keras untuk menunjukkan ketegasan kepada santri. Bentakan yang diberikan oleh guru mengaji akan terlihat manfaatnya pada hari esok kelak tidak secara langsung terlihat. Sehingga bentakan yang diberikan ini mampu membuat kita bisa serta benar dalam mempelajari Al-Qur'an.
ADVERTISEMENT
Mengajar mengaji merupakan pekerjaan mulia serta menjadi hal yang tidak semua orang bisa dengan mampu dan yakin untuk melakukannya. Perlu adanya keseimbangan dengan ilmu yang dimiliki sehingga bisa dipertanggungjawabkan apa pun yang diajarkan, sesuai atau tidaknya dengan kaidah agama. Menghadapi murid dengan latar belakang yang berbeda-beda serta karakter yang berbeda tentu kesabaran menjadi kuncinya. Sama seperti yang dilakukan oleh Siti, dia memilih jalan hidupnya untuk mondok lalu pulang untuk mengajar mengaji hingga saat ini.
Siti Islamiyah merupakan guru mengaji yang tinggal di Karangkepoh, Banaran, Boyolali, Jawa Tengah. Kerap dikenal dengan panggilan Bu Siti, lahir pada tahun 1950. Madrasah menjadi pendidikan terakhir sebelum pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan mondok di Pondok Pesantren Menara Al Fattah Putri Mangunsari, Tulungagung, Jawa Timur. Selama 16 tahun dengan penuh perjuangan berada di Pondok, dia berhasil untuk menghafalkan Al-Qur'an. Sepulangnya dari Pondok Pesantren sekitar tahun 1977, dia langsung mengajar mengaji di rumah. Rumah tempat mengajar mengaji ini diberi nama oleh Kiai H. Rohmat Zubair dengan nama Mahjazatul Quro'. Tentu tidak dengan mudah untuk bisa menyelesaikan membaca Al-Qur'an, tetapi Mahjazatul Quro' telah menjadi tempat di mana banyaknya santri dan santriwati dapat mengkhatamkan Al-Qur'an sekitar 500 orang atau bahkan lebih. Santri dan santriwati yang mengaji dari berbagai kalangan usia sehingga tidak ada batasan usia untuk ikut mengaji.
ADVERTISEMENT
Siti telah menderita kelainan kornea mata sejak kecil, hingga pada akhirnya mulai makin parah pada tahun 2015. "Sudah coba banyak cara untuk mengobati sakitnya dari coba ke Solo Eye Center, Tabib Haji Solo, sampai ke alternatif lainnya sudah dicoba, tetapi ya belum ada hasilnya," jelas Siti Sholikah, kakak dari Siti, Rabu (23/11/22). Allah berkehendak lain, penyakit mata yang diderita Siti tetap tidak tertolong hingga akhirnya dia kehilangan indra penglihatannya.
Siti Sholikah menambahkan bahwa sakit yang diderita adiknya tidak menjadi penghalang dan semangat yang dimiliki adiknya dalam mengajar mengaji murid-murid ini sangat luar biasa, bahkan hingga saat ini masih mengajar mengaji. Meskipun, muridnya sudah tidak sebanyak dahulu. Dahulu, setiap bulan Ramadan pasti mengadakan tadarus Al-Qur'an bersama murid-muridnya, tetapi beberapa tahun belakangan ini sudah tidak dilakukan lagi mengingat kondisinya yang sudah tidak memungkinkan.
Kegiatan di bulan Ramadan Bu Siti dengan muridnya, tadarus Al-Qur'an. (Foto: Salwa A'yunin'na/Kumparan)
Kegiatan tadarus Al-Qur'an di Masjid Al Karomah Karangkepoh, Banaran, Boyolali. (Foto: Salwa A'yunin'na/Kumparan)