Perempuan dan Energi: Penerapan SDGs #5 Dalam Pelaksanaan Energi Terbarukan

Ummu Cholifatul Latifah
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
28 Maret 2024 17:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ummu Cholifatul Latifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Energi solar (Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)
zoom-in-whitePerbesar
Energi solar (Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia memiliki kekayaan alam dan potensi energi yang melimpah. Jika mendengar kata energi pasti yang terbayang dari kebanyakan kelompok adalah sesuatu yang nantinya hanya berhubungan dengan laki-laki. Energi dianggap menjadi suatu yang berat untuk dilakukan oleh perempuan. Oleh karena itu, keterlibatan perempuan terhadap pembahasan energi masih terbilang sedikit. Terlebih, secara sosial tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan memiliki peranan yang berbeda. Padahal dalam perihal rumah tangga perempuan turut serta berhubungan langsung dengan listrik.
ADVERTISEMENT
Jika mengartikan kata energi, energi merupakan daya yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan dan dibutuhkan dalam kegiatan sehari-hari. Tidak hanya itu, energi digunakan sepenuhnya dalam multidimensi dan penggunaannya akan terus mengalir. Dalam pengertian energi tersebut, tidak adanya perbedaan keterlibatan spesifik gender dalam energi.
Banyak hal yang membuat adanya perbedaan perempuan dan laki-laki yang menyebabkan adanya ketimpangan pandangan kepada perempuan. Masih adanya stereotip terkait bahwa energi hanya dapat dilakukan oleh laki-laki. Padahal, perempuan juga memiliki potensi yang sama dengan laki-laki dalam mengetahui energi. Sesuai dengan SDGs #5 gender equality yang merupakan mewujudkan adanya kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Dalam membangun potensi dari SDGs #5, perlu adanya pembangunan yang adil dan pengembangan intervensi energi yang melibatkan baik laki-laki dan perempuan. Kemudian, jika perempuan diberikan akses untuk berpartisipasi dan mendapat layanan yang sepadan maka akan memberikan dampak yang baik, karena perempuan dapat berperan dalam memperluas akses energi yang menjadi tantangan terbesar dalam pelaksanaan energi berkelanjutan untuk semua.
SDGs #5 Kesetaraan Gender atau Gender Equality (Sumber: https://jointsdgfund.org/sustainable-development-goals/goal-5-gender-equality)
Umumnya, perempuan memiliki peran dalam rumah tangga yang aktif seperti perawatan anak, pengkondisian rumah tangga, serta penyediaan pangan dan air bersih. Sementara laki-laki memiliki peran dalam mencari nafkah yang kebanyakan dilakukan di luar rumah. Ketiadaan energi dalam rumah tangga akan mempersulit perempuan dalam mengorganisasikan keperluan di rumah tangga. Oleh karena itu, peranan perempuan sangatlah penting dan tidak hanya dalam rumah tangga saja, akan tetapi juga perempuan memiliki kontribusi penting dalam berbagai sektor yang dapat dikembangkan baik sektor swasta maupun pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, dalam upaya mewujudkan misi Indonesia untuk mencapai Indonesia Maju 2045 dan mencapai target Net Zero Emissions (NZE) 2060, dengan tujuan agar tetap tersedianya energi yang dapat diakses oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau dan jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Kemudian, Indonesia juga memiliki target dalam pencapaian penggunaan energi terbarukan (EBT) pada tahun 2025 sebesar 23%. Oleh karena itu, perlu adanya kontribusi atas peningkatan kesetaraan gender di Indonesia dalam mencapai target tersebut dengan melibatkan seluruh masyarakat sosial baik laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi, dalam melibatkan perempuan tidak hanya dalam pertemuan baik seperti rapat, akan tetapi melakukan pemberdayaan perempuan untuk identifikasi kebutuhan dan memperjuangkan kebutuhan tersebut.
Banyak peranan perempuan yang dapat dilakukan di lingkup masyarakat secara praktis. Dalam hal transisi energi adapun hal yang dapat dilakukan oleh perempuan yaitu melakukan pengembangan dan advokasi EBT, penerapan gaya hidup hemat energi, dan keterlibatan dalam mengambil keputusan terkait pengelolaan energi. Selain itu, perempuan juga memiliki pengalaman sumber daya energi dalam kebutuhan rumah tangga yang bersangkutan dengan listrik. Dengan begitu, menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan baik dalam mengelola maupun mengambil keputusan penggunaan energi dalam lingkup rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Seperti kisah inspiratif yang berasal dari Tri Mumpuni, beliau adalah ilmuwan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) yang telah menerapkan ke 65 desa di seluruh Indonesia dan beberapa desa di Filipina. Tri Mumpuni dijuluki sebagai ‘wanita listrik’ karena upayanya dalam menciptakan PLTMH di berbagai desa terpencil agar mendapatkan akses penerangan dari PLN. Karena menurutnya, tiap desa yang ada memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah tetapi masih belum sepenuhnya dimanfaatkan seperti sumber energi air. Selain itu, beliau juga tidak hanya memberikan dampak baik pada kelistrikan tetapi juga memberikan dampak baik bagi ekonomi dan sosial warga sekitar.
Melihat kisah inspiratif dari Tri Mumpuni sosok perempuan dalam penerapan EBT, membuktikan bahwa perempuan juga bisa terlibat dalam transisi energi. Perempuan dapat mengambil keputusan dalam penggunaan energi tidak hanya dalam lingkup rumah tangga. Maka dari itu, agar tercapainya target Indonesia dalam penggunaan EBT dan NZE 2060 tersebut, diperlukan adanya keterlibatan atas semua gender dalam mewujudkan transisi energi terbarukan dan berkelanjutan untuk semua.
ADVERTISEMENT