Warga Sumbing Gelar Wiwitan Panen Tembakau dan Haul Ki Ageng Makukuhan

Konten Media Partner
4 Agustus 2022 20:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga Dukuh Seman, Desa Wonotirto, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung menggelar acara Khaul Ki Ageng Makukuhan, Rabu (3/8/2022) malam. Foto: ari/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Warga Dukuh Seman, Desa Wonotirto, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung menggelar acara Khaul Ki Ageng Makukuhan, Rabu (3/8/2022) malam. Foto: ari/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Kabut tebal menyelimuti Bumi Makukuhan di ketinggian Gunung Sumbing, sehingga menyempurnakan suasana malam yang gelap dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Beberapa warga Dukuh Seman, Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, menyalakan obor, seolah mencoba menyingkap kabut dengan menerangi sudut-sudut perkampungan dan area Pendopo Makukuhan.
ADVERTISEMENT
Ratusan warga yang mayoritas petani tembakau datang berduyun-duyun, lalu duduk bersimpuh menghadap tepat ke Pendopo Makukuhan. Dengan khusyuk mereka lantas mengamini doa-doa yang dipanjatkan para sesepuh, pemangku adat, dan pemuka agama.
Tak seberapa lama, alunan gending Jawa kemudian terdengar mengalun dari tangan-tangan terampil para niyaga. Bunyi ritmis gamelan itu memecah sunyi, diikuti munculnya barisan pria berpakaian beskap dan petani memanggul gunungan berisi hasil bumi.
Para petani ini membawa serta 17 lembar daun tembakau yang dipetik dari ladang sebagai simbol wiwit panen tembakau telah dimulai. 17 lembar ini merupakan simbol peringatan HUT RI yang jatuh di tiap tanggal 17 Agustus. Selain itu, dalam adat masyarakat Jawa unsur angka 7 artinya 'pitulungan' atau pertolongan. Sedangkan angka satu melambangkan makna persatuan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Warga yang tinggal di ketinggian 1.300 meter dpl, ini khusuk mengikuti upacara Khaul Ki Ageng Makukuhan. Khaul ini untuk memperingati dan menghormati mendiang Ki Ageng Makukuhan, anggota Dewan Santri penerus Walisanga sekaligus tokoh penyiar agama Islam di tlatah Kedu. Selain sebagai ulama Ki Ageng diyakini adalah orang yang mengenalkan pertanian tembakau pada masyarakat Kabupaten Temanggung tempo dulu.
Kepala Desa Wonosari, Agus Parmuji mengatakan, Ki Ageng Makukuhan merupakan utusan Kanjeng Sunan Kalijaga yang diperintahkan menyebarkan agama Islam di wilayah Sabuk Gunung yang melingkupi Kedu Raya lewat jalur pertanian dan seni.
"Khusus untuk pertanian, tembakau menjadi salah satu tanaman andalan yang dibawa untuk diperkenalkan kepada para petani di daerah ini. Bahkan, kabarnya benih tembakau yang dibawa oleh Ki Ageng Makukuhan merupakan pemberian langsung dari Sunan Kudus," katanya, Kamis (4/8/2022).
ADVERTISEMENT
Dari jejak tutur sejarah ini sektor pertanian tembakau kemudian menjadi soko guru atau pondasi utama masyarakat di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau. Terlebih komoditas tembakau yang mendapat julukan sebagai 'Emas Hijau' karena bernilai ekonomis sangat tinggi dan menjadi primadona pertanian warga.
Agus menyebut, terdapat cerita terkait asal nama tembakau itu sendiri. Dikisahkan, tembakau pada dasarnya berasal dari kata “Tambaku” yang dalam bahasa Jawa berarti “Tombo” atau obat. Saat proses penyebaran agama di wilayah Kedu Raya pada waktu itu, kondisi tanah di pegunungan Sumbing, Sindoro, dan Prau sangat gersang, tak ada satupun tanaman yang mampu tumbuh secara baik.
Hingga akhirnya Ki Ageng Makukuhan membawa bibit tembakau untuk ditanam di lahan-lahan kritis. Hasilnya tembakau mampu menjadi tombo atau obat atas keterpurukan ekonomi petani saat musim kemarau, sebab nilai jual tembakau yang sangat tinggi dianggap menguntungkan. Dari sejarah itulah, tanaman tembakau tak sekadar pertanian saja, namun menjelma menjadi budaya, bahkan jati diri kearifan lokal.
ADVERTISEMENT
Dari lereng Sumbing ini pula kerap muncul tembakau srintil tembakau kualitas nomor satu dunia yang harganya cukup tinggi antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah per kilogramnya. Dari tembakau jutaan orang bergantung hidup dari hulu hingga ke hilir, bahkan negara pun kecipratan pemasukan dari cukai yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Temanggung, Saltiono Atmaji yang turut hadir mengungkapkan bahwa nasib tembakau sangat erat kaitannya dengan campur tangan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi khaul dan doa bersama ini dianggap menjadi hal yang cukup krusial sebagai salah satu usaha para petani agar hasil panenan mendatang melimpah ruah sekaligus berkualitas.
"Kami sangat berharap agar tembakau di musim ini baik dan bisa terjual dengan harga tinggi sehingga memberi manfaat bagi petani dan seluruh masyarakat. Selamatan dan ritual ini adalah tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang dahulu dan telah berlangsung secara turun-temurun. Semoga Gusti Allah mengabulkan doa seluruh petani,"katanya. (ari)
ADVERTISEMENT