Tersangka Atap SD Ambruk di Gunungkidul Minta Keluarga Korban untuk Berdamai

Konten Media Partner
15 November 2022 18:49 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Surat pernyataan yang diajukan tersangka untuk keluarga korban kasus atap SD ambruk di Gunungkidul. Foto: erfanto/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Surat pernyataan yang diajukan tersangka untuk keluarga korban kasus atap SD ambruk di Gunungkidul. Foto: erfanto/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu tersangka kasus ambruknya atap bangunan SD Muhammadiyah Bogor Playen Gunungkidul, K meminta damai kepada keluarga Fauzi Ajitama yang meninggal dalam peristiwa tanggal 8 November 2022 yang lalu tersebut. Tak hanya itu, K juga meminta kepada keluarga Fauzi untuk tidak menuntut.
ADVERTISEMENT
Permintaan tersebut mereka sampaikan ketika K datang ke kediaman almarhum untuk menemui ibunda Fauzi, Sintia Caroline Munajab. Saat datang ke rumah duka, K juga membawa form surat pernyataan perdamaian dan surat pernyataan tidak menuntut yang sebelumnya telah disiapkan.
Paman Sintia, Bambang Guntawa mengungkapkan, Minggu (13/11/2022) siang lalu, K ditemani beberapa orang lainnya datang ke rumah duka dan menemui ibu korban, Sintia. K ditemani oleh istrinya, adiknya dan pasangan suami istri yang tinggal di dekat SD yang atapnya ambruk.
"Mereka membawa tiga surat. Ada 2 surat pernyataan damai dan satu surat pernyataan untuk tidak menuntut," tutur Bambang, Selasa (15/11/2022)
Saat datang ke rumah korban selain silaturahmi, K meminta kepada ibu korban, Sintia untuk menandatangani surat pernyataan damai. surat tersebut sudah disiapkan sebelumnya oleh K.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dalam surat tersebut K sudah menandatangani termasuk para saksi. Hanya kolom tanda tangan yang ada nama Sintia saja yang dikosongi. Sehingga ia menganggap surat tersebut seolah pemaksaan
"Lha kapan kita berdiskusi atau bermusyawarah. Kok tahu-tahu ada surat kesepakatan perdamaian dan tidak menuntut," kata dia.
Bersama 3 orang, K mendatangi rumah korban di Dusun Playen I Kalurahan Playen Kapanewon Playen sekitar pukul 11.00 WIB. Kala itu, K mengatakan karena peristiwa yang terjadi di SD Muhammadiyah tersebut sudah menjadi kasus maka dia meminta agar Sintia selalu keluarga korban menandatangani surat pernyataan perdamaian tersebut.
Melihar permintaan tersebut, lanjut Bambang, Sintia langsung menangis dan tidak bisa berkata-kata. Oleh karena itu ia bergegas menjawab mereka tidak bersedia menandatanganinya dan meminta agar jangan dilakukan saat itu. Karena saat itu, keponakannya baru tengah berduka.
ADVERTISEMENT
"Lha itu pas telung ndinanan (3 harinan) kematian korban. Di samping itu, ayah korban juga belum genap 40 hari meninggal,"kata dia.
Ia memaklumi suasana kesedihan yang mendalam dialami oleh keponakannya, Sintia tersebut. Ia meminta agar K dan 3 orang yang mendampinginya untuk kembali lagi lain waktu. Saat kondisi keponakannya sudah stabil lagi
"Terus terang keponakan saya langsung kepikiran. Tak bisa tidur karena disodori permintaan perdamaian tersebut,"terangnya.
Paman Sintia yang lain, Gunawan menambahkan, saat mendengar permintaan K, istrinya langsung berlari ke belakang memanggil dirinya. Dia kemudian keluar menemui keempat orang termasuk K, pemborong pembangunan SD tersebut.
Dia langsung menolak permintaan K dan 3 orang lainnya tersebut. Dia menyesalkan langkah yang diambil oleh K karena saat itu masih dalam suasana duka. Apalagi keponakannya Sintia baru saja kehilangan dua orang yang dicintainya.
ADVERTISEMENT
"Surat itu kemudian ditinggal dan kapan-kapan kalau sudah ditandatangani akan mereka ambil," terangnya.
Namun berdasarkan rembugan keluarga, mereka tidak akan menandatangani surat pernyataan damai tersebut. Dan menyerahkan sepenuhnya urusan tersebut kepada aparat kepolisian.