Sejumlah Massa di Jogja Geruduk Kantor KPU DIY

Konten Media Partner
25 April 2024 9:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa yang geruduk kantor KPU DIY. Foto: M Wulan
zoom-in-whitePerbesar
Massa yang geruduk kantor KPU DIY. Foto: M Wulan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sehari setelah putusan MK, sejumlah massa yang tergabung dalam Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor KPU DIY, Rabu (24/4/2024).
ADVERTISEMENT
Kedatangan mereka itu untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak semua gugatan yang dilayangkan oleh pasangan Capres-cawapres 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar juga kubu 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam sengketa sidang Pilpres 2024 tersebut.
Bahkan sejumlah spanduk terpasang di pintu masuk bangunan KPU DIY bertuliskan 'Demokrasi Sekarat' dan 'Bangun Oposisi Rakyat'. Selain itu, ada juga poster bertuliskan 'Kembalikan Nyawa Demokrasi', 'Pasca Putusan MK, saatnya rakyat bersatu. Bersatu dengan fasisme & nepotisme? ORA SUDI! dan masih banyak lagi.
Massa menganggap pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sudah melakukan kejahatan besar dalam Pemilu 2024. Mereka juga menuding produk hukum telah diubah seenaknya untuk memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka yang saat ini terpilih menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
"Namun saya menghormati ada tiga hakim MK yang menyatakan pendapat berbeda dan mengakui ada nepostisme dan kecurangan dalam Pilpres 2024," ujar salah satu orator yang juga Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Rabu (24/4/2024).
Menurut dia, kecurangan dalam Pilpres bukan pada proses perhitungan saja tetapi telah terjadi pada proses, baik itu sebelum dan saat Pemilu. Salah satunya mengenai perubahan aturan batas usia untuk Wakil Presiden.
"Lalu ada penggunaan sumber daya negara seperti bansos dan diperkuat dengan tindakan menteri yang kampanye serta pengerahan aparat keamanan," kata dia.
Usman menilai putusan MK yang menolak gugatan itu bukan cuma bermakna terhadap kemenangan telak bagi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dan politik dinasti Joko Widodo (Jokowi) tapi juga suatu menjadi tanda-tanda kematian masa depan demokrasi RI. Ia juga mengkhawatirkan masa Orde Baru akan kembali lagi setelah Pemilu ini. Bahkan akan ada peristiwa politik yang lebih parah usai pemilu tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya kira kita memasuki masa-masa kedaruratan demokrasi yang sangat genting. Saya khawatir ini bukan situasi yang terburuk, saya khawatir akan ada peristiwa-peristiwa politik yang bisa membuat demokrasi sekarat tapi akhirnya membunuh demokrasi," imbuh Usman.
Oleh karena itu, dirinya mengajak rakyat untuk ambil bagian menjadi oposisi dalam membela dan menjaga marwah demokrasi agar tetap bermartabat sesuai aturannya.
Sementara orator lainnya juga menyinggung terkait dinasti yang baru saja dimulai itu. Oleh karena itu yang bisa dilakukan setelah ini adalah membentuk adanya oposisi.
Dia juga berharap secara gamblang kepada PDI Perjuangan untuk tetap mengambil jalur oposisi.
"Saat ini baru Jokowi yang menjadi Bapak Politik Dinasti Indonesia, tapi Gibran, Kaesang, bahkan Jan Ethes juga berpotensi jadi Bapak Politik Dinasti Indonesia," ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Kenapa kita bersikeras membangun oposisi rakyat, karena tak ada parpol yang serius membangun oposisi. NasDem yang mengusung Anies sekarang terlihat sudah mulai merapat (ke koalisi pemenang Pilpres)," pungkasnya.
(M Wulan)