Ketimpangan di Yogyakarta Meningkat 0,001 Poin

Konten Media Partner
15 Juli 2019 19:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kemiskinan. Foto: Kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kemiskinan. Foto: Kumparan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Daerah Istimewa (D.I.) Yogyakarta pada Maret 2019, menunjukkan peningkatan dibandingkan kondisi satu semester sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari angka Gini Ratio Maret 2019 yang tercatat sebesar 0,423 atau naik 0,001 poin dibandingkan September 2018 sebesar 0,422.
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mencatat Tingkat ketimpangan DIY selama satu tahun terakhir mengalami penurunan meskipun sedikit berfluktuasi. Pada September 2018, tingkat ketimpangan penduduk mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi Maret 2019.
Di mana angka Gini Ratio pada September 2018 tercatat sebesar 0,421 atau turun 0.021 poin dibandingkan kondisi Maret 2018 yang besarnya 0,442. Namun pada Maret 2019, tingkat ketimpangan sedikit mengalami peningkatan menjadi 0,424.
Meskipun demikian, Kepala BPS DIY, JB Priyono mengatakan, kondisi ini masih lebih baik dibandingkan dengan kondisi setahun yang lalu. Tak hanya di perkotaan, ternyata pola yang sama juga ditemui pada tingkat ketimpangan di perdesaan. Di mana pada akhir September 2018, angka Gini Ratio pedesaan D.I. Yogyakarta sebesar 0,326 atau turun 0.024 poin dibandingkan Maret 2018 yang besarnya 0,350.
ADVERTISEMENT
"Tetapi angka ini naik menjadi 0,328 pada Maret 2019. Dan jika dibandingkan dengan kondisi setahun sebelumnya, angka Gini Ratio di perdesaan masih menunjukkan adanya penurunan,"ujarnya, Senin (15/7/2019).
Priyono menambahkan, angka Gini Ratio di perkotaan dan di perdesaan tercatat mengalami peningkatan pada Maret 2019 jika dibandingkan dengan September 2018. Angka Gini Ratio di perkotaan sebesar 0,424 atau naik 0,003 poin dalam satu semester terakhir. Sementara itu, angka Gini Ratio di perdesaan sebesar 0,328 atau naik 0,002 poin dibandingkan kondisi September 2018.
Sementara, lanjut Priyono, berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan di D.I. Yogyakarta berada pada kategori ketimpangan sedang. Hal tersebut tercermin dari persentase pengeluaran kelompok 40 persen penduduk terbawah yang besarnya mencapai 15,36 persen.
ADVERTISEMENT
Di perdesaan, 40 persen penduduk terbawah memiliki proporsi pengeluaran sebanyak 19,73 persen dari total pengeluaran penduduknya. Sementara itu, di perkotaan, kelompok 40 persen penduduk terbawah memiliki pengeluaran sebesar 15,00 persen dari total pengeluaran penduduknya.
"Salah satu tujuan pembangunan adalah tercapainya peningkatan pendapatan per kapita yang terdistribusi secara merata dan dapat dinikmati oleh penduduk secara seimbang,"tuturnya.
Salah satu ukuran yang biasa digunakan untuk menghitung derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan penduduk suatu wilayah adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berada pada rentang antara 0 sampai dengan 1, dimana nilai Gini Ratio yang semakin mendekati satu menunjukkan semakin tingginya tingkat ketimpangan penduduk di suatu tempat.
Hal tersebut tercermin selama periode Maret 2013 - Maret 2019. Terlihat bahwa angka Gini Ratio pada periode tersebut berfluktuasi dengan kecenderungan yang menurun. Selama kurun waktu tersebut, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di D.I. Yogyakarta mencapai puncaknya pada Maret 2018 yang diindikasikan dengan angka Gini Ratio sebesar 0,441. Adapun tingkat ketimpangan pengeluaran yang terrendah terjadi pada September 2013 dengan angka Gini Ratio sebesar 0,416.
ADVERTISEMENT
Ia mengakui jika secara umum, angka Gini Ratio di perdesaan maupun di perkotaan D.I. Yogyakarta lebih tinggi jika dibandingkan dengan Gini Ratio di perdesaan dan perkotaan pada tingkat nasional. Selain itu, angka Gini Ratio pada tingkat nasional yang menunjukkan adanya penurunan untuk periode September 2018 - Maret 2019 tidak diikuti dengan penurunan Gini Ratio di D.I. Yogyakarta untuk periode yang sama.
Pada Maret 2019, hasil pendataan Susenas menunjukkan bahwa 40 persen penduduk kelompok pengeluaran terendah di D.I. Yogyakarta melakukan konsumsi sebanyak 15,36 persen dari total konsumsi yang dilakukan oleh seluruh penduduk D.I. Yogyakarta. Kondisi tersebut menunjukkan adanya penurunan konsumsi pada kelompok penduduk ini dibandingkan kondisi pada September 2018 yang besarnya 15,65 persen.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, tandasnya, berdasarkan ukuran Bank Dunia, tingkat ketimpangan di D.I. Yogyakarta masih tergolong dalam kategori “sedang”.
Sementara itu, terlihat bahwa tingkat ketimpangan di perkotaan menunjukkan adanya perbaikan. Kondisi tersebut ditandai dengan peningkatan konsumsi pada kelompok penduduk 40 persen terbawah pada Maret 2019 dibandingkan dengan September 2018. Pada Maret 2019, 40 persen kelompok pengeluaran terbawah mengkonsumsi 15 persen dari total pengeluaran.
"Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan September 2018 yang besarnya 14,80 persen,"tambahnya.
Namun demikian, kondisi yang sedikit berlawan terjadi di perdesaan. Pada kurun waktu yang sama, tingkat konsumsi pada kelompok penduduk 40 persen terbawah justru terlihat menunjukkan adanya penurunan. Jika pada September 2018, 40 persen kelompok pengeluaran terbawah mengkonsumsi 20,66 persen dari total pengeluaran, pada Maret 2019 total konsumsi oleh kelompok penduduk ini hanya sebesar 19,73 persen.(erl/adn)
ADVERTISEMENT