Hutan Purba Berusia 10 Ribu Tahun Ditemukan di Bawah Laut Samudera Atlantik

Trubus ID
Media online kekinian yang menyajikan informasi seputar gaya hidup hijau yang ramah lingkungan dan peristiwa terkait alam, lingkungan, sosial, serta pemberdayaan masyarakat untuk bumi kita yang lebih hijau dan lestari
Konten dari Pengguna
12 Juni 2019 0:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Trubus ID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Trubus.id -- Sebuah temuan yang memberikan harapan baru bagi para peneliti, khususnya dalam mencari jejak Zaman Batu Tengah atau Mesolitikum (sebuah masa di mana terjadi peristiwa berburu dan meramu) baru saja terungkap. 
ADVERTISEMENT
Temuan itu berupa hamparan hutan yang telah menjadi fosil di bawah Laut Utara, sebuah perairan di Samudra Atlantik yang terletak di antara Inggris, Denmark, Norwegia, Swedia, Jerman, Belanda, Belgia, dan Prancis. 
Hutan itu dipercaya menyimpan jejak manusia purba prasejarah yang tinggal di sana sekitar 10.000 tahun yang lalu, sebelum tanah itu akhirnya tergelincir ke bawah permukaan beberapa ribu tahun kemudian.
Para ilmuwan mengambil sampel sedimen dari hutan yang menjadi fosil tersebut selama 11 hari perjalanan mereka di Laut Utara. Melansir laman List Verse, mereka berkegiatan menggunakan kapal riset RV Belgica, di wilayah Doggerland yang dikenal sebagai Brown Bank atau Brown Ridge.
Para ilmuwan yakin mereka hampir menemukan jejak pemukiman manusia prasejarah di tanah yang tenggelam tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami benar-benar yakin bahwa kami sangat dekat dengan tujuan," kata arkeolog Vincent Gaffney dari Universitas Bradford di Inggris, salah satu pemimpin proyek. 
"Jumlah artefak bersejarah dari wilayah itu memberi tahu kita bahwa ada sesuatu di sana. Kami sekarang telah mengidentifikasi daerah-daerah di mana permukaan tanah Mesolitikum dekat dengan permukaan (dasar laut)," katanya.
"Jadi kita bisa menggunakan kapal keruk... untuk mendapatkan sampel yang lebih besar dari permukaan itu." tambahnya lagi.
Para ilmuwan berencana untuk mengunjungi kembali daerah Brown Bank pada musim gugur, dengan peralatan pengerukan yang lebih berat, yang memungkinkan mereka mengambil lebih banyak sampel dari hutan yang telah menjadi fosil tersebut.
Wilayah Doggerland yang menjadi objek penelitian itu, pernah mencakup ribuan mil persegi antara apa yang sekarang menjadi pantai timur Inggris dan daratan Eropa. Namanya diambil dari Dogger Bank di dekatnya (sebuah wilayah dangkal yang sering dikunjungi di Abad Pertengahan oleh kapal-kapal nelayan Belanda yang disebut dengan doggers).
ADVERTISEMENT
Wilayah itu terekspos ketika es utara menyusut pada akhir Zaman Es, sekitar 12.000 tahun yang lalu. Akhirnya, daerah itu menjadi dataran luas yang berhutan, dihuni oleh kawanan hewan dan komunitas manusia purba yang berburu dan meramu.
Namun daratan itu menjadi tenggelam saat permukaan laut terus naik. Doggerland turun, masuk ke bawah Laut Utara sekitar 8.000 tahun yang lalu - meninggalkan Inggris sebagai sekelompok pulau di lepas pantai Eropa.
Selama bertahun-tahun, apa yang disebut daerah Brown Bank antara Inggris dan Belanda telah menyerahkan banyak temuan arkeologis untuk kapal penangkap ikan dan kapal keruk, termasuk tulang manusia purba, alat batu, titik tombak dan bahkan karya seni tulang berukir.
Sebuah area seluas Doggerland akan berisi banyak kelompok manusia purba yang berbeda, berjumlah ribuan orang, kata Gaffney kepada Live Science.
ADVERTISEMENT
Wilayah bawah air terbuka dari Brown Bank adalah peluang terbaik untuk menemukan salah satu dari mereka, katanya.
Selama ekspedisi terbaru, para peneliti menggunakan kapal keruk khusus untuk mengambil sampel dari Brown Bank, tetapi kayu membatu yang keras dari hutan fosil yang terendam menjadikannya suli. Namun, dalam ekspedisi selanjutnya para peneliti akan menggunakan kapal keruk yang lebih berat.
Sampel sedimen dari ekspedisi terbaru saat ini tengah dipelajari. Proses analisis akan memakan waktu beberapa bulan. Data dari ekspedisi juga akan digunakan untuk memperbarui peta arkeologis Doggerland yang terendam, yang telah disiapkan dari survei seismik dan sampel sedimen selama beberapa tahun, kata Gaffney.