Kacamata Realisme dalam Eskalasi Amerika Serikat Vs Tiongkok di Selat Taiwan

Maria Patrisia Widi Astuty Manjur
Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia
Konten dari Pengguna
26 Februari 2024 11:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Patrisia Widi Astuty Manjur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ilustrasi kapal perang.source:https://www.shutterstock.com/id/image-vector/isometric-carrier-battle-group-naval-fleet-2233780963
Ketegangan yang terjadi di Selat Taiwan merupakan salah satu isu yang berpotensi mengganggu keamanan dan stabilitasi di Kawasan Asia Pasifik.Sebenarnya,ada dua aktor besar yang terlibat dalam situasi ini,yaitu Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok ( RRT).Taiwan sendiri yang tidak memiliki entitas politik akan terus bergantung dengan AS yang membantu negara itu untuk mencapai kemerdekaannya. Situasi ini tentu kontradiksi dengan Tiongkok yang sejak awal tidak ingin melepaskan Taiwan.Tiongkok masih menganggap bahwa Taiwan adalah bagian dari integralnya yang kemudian menyebut one country two system.
ADVERTISEMENT
Perspektif Realisme Hubungan Internasional
Jika dikaji dari perspektif Realisme Hubungan Internasional,ini merupakan sebuah situasi dimana dua negara tengah berusaha mempertankan power,untuk mencapai kepentingannya.Menilik pada sejarah,Ketegangan di Selat Taiwan pertama kali pecah pada Agustus 1954 ketika kaum Nasionalis menempatkan ribuan tentara di Kinmen dan Matsu yang dikuasai Taiwan,dua pulau kecil hanya beberapa mil dari daratan.Kemudian, Pertempuran pecah lagi pada tahun 1958 saat pasukan Mao melakukan pemboman intens terhadap Kinmen dan Matsu dalam upaya untuk mengusir pasukan Nasionalis di sana.Selanjutnya terjadi Krisis tahun 1985.Pada krisis selanjutnya, Taiwan secara eksplisit mulai menentang China.Amarah China memuncak pada tahun 1995.Saat itu,China mulai melakukan uji coba rudal di perairan sekitar Taiwan untuk memprotes kunjungan Presiden Taiwan Lee Teng-hui ke universitas almamaternya di AS.
ADVERTISEMENT
Memuncaknya amarah China disebabkan oleh keterlibatan AS.Presiden Taiwan,Lee Teng-hui melakukan kunjungan ke AS.Saat itu,china langsung memutus hubungan diplomasinya dengan AS.China lantas menarik duta besarnya dari AS,membatalkan kunjungan kenegaraan menteri pertahanannya ke Washington,menunda pertemuan tentang kontrol senjata dengan delegasi AS,mengakhiri dialog lintas selat,dan menolak menyetujui duta besar AS yang baru.Kemudian,China mengerahkan kekuatan militer ke Selat Taiwan yang berimbas pada krisis di kawasan ini.Jika diamati,eskalasi yang terjadi antara dua kekuatan besar ini sudah terjadi sejak dulu.Kembali pada perspektif Hubungan InternasionaI,permasalahan ini menyangkut power.kedua negara mempertahankan power untuk kepentingan nasionalnya.Apa kepentingan Amerika Serikat dan RRT?.
Amerika Serikat adalah sebuah negara yang praktik kapitalismenya sangat nyata.Bagaimana itu bisa berlanjut jika revolusi komunis berhasil menyebar?Tentu saja itu akan menyurutkan praktik kapitalisme.Maka dengan itu,ia membantu Taiwan hingga hari ini dengan memberi bantuan secara ekonomi bahkan militer.Situasi ini kemudian memicu amarah Tiongkok.Akankah ini memicu perang terbuka?.Iya, namun kemungkinannya kecil.Situasi yang terjadi hari ini tidak berbeda jauh dengan apa yang pernah terjadi di masa lalu.Kedua negara dalam situasi yang sama berupaya mempertahankan power yang dimiliki dengan melakukan beberapa hal yang menimbulkan ketegangan.Misalnya adalah ketua DPR AS Nancy Pelosi yang melakukan kunjungan ke Taiwan pada bulan Agustus 2022.Hal ini mengundang respon reaktif dari Tiongkok yang kemudian mengerahkan PLA ( tantara pembebasan RRC) untuk melakukan latihan militer di Selat Taiwan yang melibatkan Angkatan Laut,Angkatan Udara,Pasukan Roket termasuk Pasukan Gabungan Logistik.Mereka mendemonstrasikan kemampuan tentara RRC untuk memblokade Taiwan,apabila diperlukan.Ini merupakan respon yang sangat keras dari Tiongkok.Tak sampai disitu, pada tanggal 5 bulan Januari 2023, kapal militer AS terlihat wara-wiri di selat Taiwan.Tak sendiri, beberapa tahun belakangan,AS juga mengajak kapal-kapal sekutu seperti Inggris dan Kanada untuk beroperasi di wilayah itu dan mengundang amarah dari Tiongkok.Di lapangan,kedua negara tampak berebut mempertahankan wilayah dengan narasi diklaim ( Tiongkok) dan dilindungi ( AS).Namun, dalam merespon situasi ini,kedua negara hanya mengeluarkan pernyataan sebagai bentuk amarah hingga komitmen untuk tetap mempertahankan wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Analisis Realisme?
Pada dasarnya,realisme memiliki beberapa asumsi dasar yaitu,pertama,negara di dunia hidup dalam dunia yang anarki (tidak ada aturan/otoritas tertinggi yang dapat menekan sebuah negara).Dalam situasi di selat Taiwan,kedua negara baik AS maupun Tiongkok dengan otoritas yang mereka miliki sebagai negara yang memiliki power dengan kepentingannya mampu mengirim pasukan bahkan kapal militer di wilayah tersebut sebagai ekspresi ketegangan yang tengah dialami keduanya.
Kedua,negara merupakan aktor utama dalam dunia internasional.Meskipun saat ini banyak aktor Hubungan Internasional yang berkembang,dalam situasi ini,negara tetap memiliki andil/power untuk mengelurakan keputusan.AS yang mengirim kapal perang hingga kunjungan yang dilakukan oleh ketua DPRnya, merupakan representasi negara sebagai aktor dalam HI. Pun Tiongkok yang mengirim pasukan militernya.Adakah aktor lain yang merepresentasikannya?.Sejujurnya,ini adalah persoalan atas kepentingan negara Vs negara.
ADVERTISEMENT
Ketiga,Keamanan merupaka masalah utama dalam politik internasional.Situasi ketegangan di selat Taiwan,jelas memiliki unsur politis.Dalam politik internasional itu sendiri, masalah keamanan tentu menjadi topik yang selalu dipertahankan.Keamanan ini juga bukan hanya tentang satu negara tetapi sebuah kawaasan.Asumsi ini kemudian membenarkan bahwa ketegangan/konflik yang terjadi memang benar adanya.Dalam perspektif HI tentang keamanan, ketidakhadiran konflik bahkan kekerasan merupakan sebuah anomali.
Keempat,Upaya menciptakan keamanan merupakan upaya yang sangat kompetitif,karena kompetisi dan konflik melekat dalam politik dunia dan hubungan antarnegara.Tak heran,perlombaan senjata dan adu kekuatan militer akan terus terjadi.Ini merupakan gambaran dari perspektif realisme.Mengutip apa yang ditulis oleh Thomas Hobbes dalam karyanya berjudul De Cive,yaitu Homo homini lupus est, atau Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya, bahwa negara hidup bersama dengan ancaman.Sewaktu-waktu,negara akan diserang,sehingga tak heran bila persenjataan dan militer semakin canggih.Bahkan beberapa narasi seperti pembuatan senjata nuklir dan lainnya kerap muncul di abad ini.
ADVERTISEMENT