Simpati Dianggap Bullying? Perhatikan Pola Pikirnya!

Tri Alinda Putri
Mahasiswi S1 Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
14 Desember 2022 23:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Alinda Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
poster stop bullying by canva.com
zoom-in-whitePerbesar
poster stop bullying by canva.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Ih lihat deh sangat kasihan orang tuanya cerai,"
Manusia zaman sekarang dapat menusuk seseorang dengan hanya perkataannya saja. Entah itu kata-kata yang baik entah itu kata-kata yang buruk semuanya bisa menjadi pedang yang tajam. Manusia tidak perlu lagi menggunakan sebuah pedang untuk menusuk seseorang seperti perkataan di atas. Mungkin saja kalimat di atas dimaksudkan sebagai sebuah simpati. Merasa kasihan terhadap kesedihan orang lain. Tetapi bagi sebagian orang perkataan di atas bisa dijadikan sebagai rujukan bullying.
ADVERTISEMENT
Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah dengan demikian manusia tidak boleh memiliki perasaan? Dan diharuskan untuk menjadi seorang robot tanpa hati? Yuk kita cari tahu apa sih hubungan antara simpati, bullying, kemanusiaan serta pola pikir.

Bullying Vs Simpati, Apa ya Bedanya?

Bullying seperti yang diketahui merupakan tindakan agresif baik itu secara fisik, verbal bahkan dengan media. Dalam keadaan ini, seseorang yang menindas orang lain, biasanya memiliki pengetahuan tentang orang tersebut. Ada pula beberapa motif yang diketahui seperti rasa iri, rasa ingin tahu, hingga rasa benci.
Sementara itu Simpati dalam KBBI memiliki arti rasa kasih atau dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam merasakan perasaan orang lain baik sedih maupun senang. Menurut buku Psychological Science. 5th ed. tahun 2016 Karya Gazzaniga, M., dkk. Simpati melibatkan perasaan untuk orang lain. Simpati dapat menghasilkan perbedaan emosi dari yang dialami oleh orang lain, seperti perasaan kasihan untuk orang yang baru saja kehilangan pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Bully merujuk pada tindakan/ ucapan aggresif seseorang. Sedangkan simpati merupakan rasa kasihan. Dilihat dari pengertiannya pun bullying dan simpati memiliki banyak perbedaan seperti tidak adanya agresivitas serta tidak ada 'keikutsertaan' dalam bersimpati. Demikian apa yang terjadi?

Bagai Bulan Menjadi Bintang, Perubahan Simpati Menjadi Bully

"Iya kasihan sekali mereka kalah," , "Orang tuanya meninggal sejak dia berusia 3 tahun." , "Kasihan sekali dirinya mengalami depresi."
Bentuk-bentuk kalimat di atas lebih sering diakui sebagai sebuah simpati. 'Kasihan' menjadi kata utama dalam kalimatnya. Namun bagaimana jika sosok yang 'dikasihani' malah merasakan hal ini? Dalam hal ini, segalanya ditentukan dengan pola pikir. Pola pikir membuat setiap insan manusia memiliki cara pandang yang berbeda pula. Menurut buku Disruption karya Renald Kasali (2017), dia menyatakan bahwa pola pikir atau mindset adalah cara manusia berpikir ditentukan oleh pengaturan yang dibuat sebelum dia bertindak.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana perubahannya dapat terjadi? Karena Simpati dan Bullying memiliki satu kesamaan, yaitu bentuk tindakan saat seseorang mengalami kesulitan atau kesusahan. Disaat itulah tindakan atau perilaku manusia dapat berbeda sesuai pola pikir yang dimiliki.
Semisal kekurangan atau kelemahan ini diketahui orang lain, maka bisa saja satu sisi berpikiran tentang kasihan bersimpati namun tidak memberikan bantuan atau tidak tahu ingin membantu bagaimana. Sedangkan satu sisi yang lain berpikiran bahwa itu merupakan celah untuk mencela orang tersebut. Dasar dari pikiran itu bisa saja dari rasa benci, rasa iri atau hanya sekadar rasa ingin tahu.

Bagaimana Pola Pikir yang Semestinya?

Manusia bukan robot yang bisa diatur oleh satu orang. Manusia diciptakan dengan nafsu dan akal oleh Tuhan. Karena Tuhan mempercayakan manusia untuk melakukan segala hal. Namun tetap mempertimbangkan antara kebutuhannya dengan akal yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Pola pikir sendiri terbagi menjadi dua yaitu fixed mindset dan growth mindset. Pola pikir tetap (fixed) mengartikan bahwa dia meyakini tentang bakat, kemampuan dan kecerdasan seseorang merupakan hal yang mutlak ditetapkan dari pencipta. Sedangkan pola pikir berkembang (growth) meyakini bahwa kemampuan setiap manusia dapat dikembangkan sesuai dengan keinginan masing-masing.
Lalu pola pikir apa yang harus diterapkan saat mendapati Simpati dari orang lain? Satu hal yang pasti setiap orang harus memiliki pola pikir yang positif agar terhindar dari kesalahpahaman. Selain itu lebih baik untuk tidak mendengarkan omongan orang lain. Percaya kepada diri sendiri merupakan hal yang paling utama.
Bagi seseorang yang merasakan simpati, dan ingin bersimpati. Lebih disarankan untuk berbicara langsung kepada orang yang disimpatikan daripada hanya berbicara dengan orang lain tanpa berbuat hal yang membantu. Jika demikian, dapat diterapkan pula lebih baik diam daripada menyakiti. Karena hal itu bisa berakhir sebagai sebuah bullying.
ADVERTISEMENT
Manusia itu rumit, pola pikir semua orang berbeda. Untuk menutup semua pola pikir, itu merupakan hal yang tidak mungkin. Dengan demikian aturlah pola pikir pribadi masing-masing sebaik dan sepositif mungkin. Daripada menyakiti orang lain atau bahkan menyakiti diri sendiri. Lebih baik melakukan hal-hal yang disukai dan menjadi orang yang bahagia.
Jadi sudah tahu kan apa yang harus dilakukan?
Teman-teman sekalian, semoga dapat lebih menyadari sekitarnya. Siapa tahu ada seseorang yang tanpa sengaja merasa tersakiti. Yuk lebih peduli sekitar! Stop bullying!
Referensi:
Gazzaniga, M., Heatherton, T. and Halpern, D., 2016. Psychological Science. 5th ed. New York: W. W. Norton & Company Inc.
Brank, E. M., Hoetger, L. A., & Hazen, K. P. (2012). Bullying. Annual Review of Law and Social Science, 8, 213-230.
ADVERTISEMENT