Representasi Budaya Timur Tengah dalam Film Aladdin (2019) Live Action

Tommy Irawan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
27 Desember 2020 9:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tommy Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
(Tomy Irawan Bayu Aji Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan)
Poster film Aladdin (2019). Sumber: Pinterest
Film merupakan salah satu media yang kita gunakan sebagai hiburan, guna menghibur diri setelah sekian lama melakukan pekerjaan atau hanya untuk mengisi waktu luang disaat sedang bosan. Film memiliki berbagai jenis genre dari komedi, romantisme, horor, dan masih banyak lagi. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia membuat film dengan tujuan mereka masing-masing, seperti film-film terkenal dari Amerika, Eropa, Asia, bahkan film lokal Indonesia juga beberapa menembus pasar mancanegara.
ADVERTISEMENT
Dari berbagai jenis film di dunia, Amerika menjadi kiblat perfilman dunia karena kualitas yang diberikan sesuai dengan apa yang penonton ekspektasikan, walau terkadang bisa dibawah maupun diatas. Oleh sebab itu, di negara Amerika terdapat banyak sekali studio-studio film terkenal seperti Disney, Warner Bros, Paramount, Universal Studio, Columbia Pictures, dan 20th Century Fox. Studio-studio tersebut saling berlomba-lomba membuat film untuk memenuhi pasar dengan ciri khas masing-masing.
Pada tahun 2019 Walt Disney mengangkat kembali cerita legenda tentang Aladdin. Perbedaannya dengan film Aladin sebelumnya dapat dilihat pada segi visualnya, jika dahulu menggunakan gambar 2 dimensi sekarang menggunakan manusia dan barang-barang yang nyata. Dapat dilihat dari antusias penonton yang juga menyukai film yang diangkat dari kisah legendaris ini.
ADVERTISEMENT
Film ini mengkisahkan tentang Aladin sebagai seorang pencuri jalanan yang secara tidak sengaja bertemu dengan Yasmin, seorang putri kerajaan. Sebagai putri kerajaan, ayah Yasmin yang seorang Sultan memiliki anak buah yang dengki terhadapnya dan ingin mengkudeta jabatan Sultan dengan nama Jafar. Saat Aladdin ditawari bisa lebih dekat Yasmin oleh Jafar ia mendapat sebuah lampu ajaib yang dapat mengeluarkan Jin. Jin tersebut dapat mengabulkan tiga permintaan Aladdin, singkat cerita setelah Aladdin mengalahkan Jafar ia menjalin kisah cinta dengan Yasmin.
Dalam buku milik John Fiske dalam bukunya yang berjudul Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif (2004), ia berpendapat bahwa representasi merupakan sesuatu yang merujuk pada realita lain dengan cara penyampaian secara visual, kata-kata, bunyi, atau kombinasinya. Dari pendapat tersebut dapat diaplikasikan untuk mengetahui bagaimana budaya timur tengah dibungkus dalam film Aladdin ini.
ADVERTISEMENT
Dalam film ini banyak sekali unsur-unsur berbau timur tengah yang disajikan. Misal seperti dari kostum yang digunakan oleh Aladdin yang menggunakan tutup kepala berbentuk mirip dengan Peci. Keberadaan Sultan sebagai orang terkaya yang memimpin suatu daerah juga merupakan salah satu gambaran pada unsur-unsur timur tengah. Selain itu, aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh orang timur diperlihatkan dalam film ini seperti menawarkan barang dagangannya kepada pembeli, transportasi yang menggunakan Unta, dan masih banyak lagi.
Pada akhirnya film ini memiliki pesan untuk dihindari dalam beraktivitas sehari-hari, seperti apa yang yang dilakukan oleh tokoh antagonis yang akan merebut kekuasaan Sultan dan pada akhirnya ia sendiri yang menerima akibat dari perbuatannya. Selain itu, film ini cocok dijadikan hiburan di waktu senggang untuk melepas penat.
ADVERTISEMENT