Videotron Anies dan Arus Balik Kecemasan

Agus Sutisna
Dosen, Founder Yayasan Podiumm Pesantren Nurul Madany Cipanas Lebak
Konten dari Pengguna
17 Januari 2024 14:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Sutisna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Videotron menampilkan capres nomor urut 01, Anies Baswedan di Jalan Sumatera, Kecamatan Tambaksari, Surabaya pada Rabu (17/1/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Videotron menampilkan capres nomor urut 01, Anies Baswedan di Jalan Sumatera, Kecamatan Tambaksari, Surabaya pada Rabu (17/1/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lagi-lagi, peristiwa tak sehat dalam berdemokrasi terjadi: Videotron Anies diturunkan di beberapa lokasi di DKI dan Bekasi, 15 Januari 2024 kemarin. Plak! Ini mestinya menampar siapa pun saja yang menginginkan demokrasi hidup sehat di republik ini, menghendaki kontestasi elektoral berlangsung fair di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Tapi itulah faktanya. Belasan, bahkan mungkin sudah puluhan kali selama masa kampanye ini, Paslon Anies-Cak Imin diganggu tangan-tangan julid kekuasaan. Di beberapa daerah izin kegiatan dan lokasi acara tiba-tiba saja dicabut Pemda setempat, banner dan baliho dirudapaksa para vandalis.

Videotron Park Ahn Nice

Seperti dilansir berbagai media nasional, 15 Januari 2024 kemarin videotron Anies dihentikan penanyangannya di beberapa lokasi di Jakarta dan Bekasi. Sebelum tersiar luas di ruang publik, kejadian ini pertama kali dikabarkan akun Olppaemi Project di medsos X. Berikut cuitannya:
ADVERTISEMENT
Videotron keren itu merupakan hasil kolaborasi antara Anies Bubble bersama Olppaemi Project, dua komunitas penggemar K-pop yang turut memberikan dukungan dan mengkampanyekan Abah Owl, Abah Anies, dan Park Ahn Nice, nama-nama yang disematkan mereka kepada Anies Baswedan. Videotron ini belum sampai 24 jam tayang untuk kontrak selama sepekan kemudian dihentikan tanpa alasan yang jelas.
Merespons kejadian tersebut, Ismail Fahmi, founder Dron Emprit berkomentar di akun X-nya, bahwa takedown terhadap videotron Park Ahn Nice itu justru memicu Streisand Effect. Yakni fenomena ketika upaya untuk menyembunyikan, menghapus, atau menyensor informasi tertentu justru membuat informasi tersebut tersebar lebih luas karena publik menjadi penasaran dan ingin mengetahui lebih jauh dan utuh.
Istilah Streisand Effect diambil dari nama Barbra Streisand, penyanyi top asal Amerika Serikat yang pada tahun 2003 ia berusaha melarang publikasi foto rumahnya di Malibu, California. Namun tindakan ini kemudian malah membuat masyarakat semakin penasaran.
ADVERTISEMENT

Mencemaskan Perubahan

Semangat perubahan AMIN yang kian menderas di berbagai daerah nampaknya telah memicu arus balik kecemasan pada sebagian masyarakat pro status quo. Fenomena ini sebetulnya biasa, lumrah saja di negara demokrasi. Pro dan kontra atas sebuah gagasan, suka dan tidak suka terhadap tokoh pengusungnya.
Tapi demokrasi menghendaki keadaban, para pihak mestinya taat hukum dan saling mentolerir satu sama lain selama masing-masing berada pada track yang legal dan etis. Videotron itu legal, ditayangkan melalui mekanisme kontrak resmi dengan pihak penyedia. Keren pula. Tidak semrawut seperti baliho, spanduk, banner yang berserakan di tepian dan persimpangan-persimpangan jalan menjadi sampah visual, dan belum tentu semua itu berizin atau legal sesuai peraturan perundangan.
Perubahan. Setelah memasuki fase kampanye, tagline yang diusung Anies-Cak Imin ini nampaknya bukan hanya meluas, tetapi juga menghunjam tajam ke dalam pikiran publik. Sempat didistorsi maknanya oleh para kompetitor Anies sebagai “memulai segalanya dari awal”, sekarang publik paham makna yang utuh dan benar tentang terma ini.
ADVERTISEMENT
Anies-Cak Imin menawarkan perubahan untuk setiap kebijakan dan program, serta cara pencapaiannya yang tidak memihak pada kepentingan rakyat, yang menyimpang dari jalan sahih berbangsa dan bernegara. Itupun, semua akan dilakukan dengan tetap taat hukum dan taat azas. Konstitusi tetaplah menjadi alas utama, hukum dan peraturan perundangan menjadi dasar pijakan operasional, serta kedaulatan rakyat dijunjung tinggi sebagai mahkota.
Tentu saja memang, dan ini biasa terjadi di mana pun. Dalam praksisnya nanti narasi perubahan pastilah akan berdampak tak mengenakan bagi kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini diuntungkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat, tidak bertumpu pada keadilan dan kesetaraan.
Mereka adalah para oligark yang mendapatkan berbagai privilege bisnis, para pelaku usaha yang sudah terbiasa dan merasa nyaman dengan cara-cara kolutif dan nepotistik dalam berbisnis, elite-elite politik (di partai, di parlemen, atau simpul-simpul relawan pengantre balas jasa di BUMN-BUMN dll) yang terbiasa dan merasa nyaman dengan praktik-praktik kolutif dan koruptif, serta para pejabat dengan tabiat-tabiat buruk yang sama.
ADVERTISEMENT
Bagi mereka, perubahan memang bisa menjadi “hantu” yang layak dicemaskan dan harus dilawan, dihentikan lajunya, karena bisa melemparkan mereka dari comfort zone yang selama ini dinikmati. Maka, boleh jadi yang dicemaskan sesungguhnya bukan Anies. Melainkan gagasan dan spirit yang digelorakannya. Laksana aliran sungai, perubahan akan mengarus deras menyapu segala praktik busuk nepotistik, kolutif, dan nepotistik.
Tetapi sebaliknya, bagi rakyat yang sudah memahami secara utuh dan benar hakikat terminologis dan pesan besar yang dikandungnya, perubahan adalah keniscayaan yang tidak boleh ditunda. Itu sebabnya arus ini belakangan semakin menderas, bahkan juga telah menyasar para penggemar K-pop. Anak-anak muda yang selama ini dianggap apati secara politik dan hanya meminati urusan remeh-temeh. Kini, bersama Park Ahn Nice mereka bangkit dan turut menggelorakan perubahan.
ADVERTISEMENT
Perubahan inilah, yang secara gradual telah dirintis, ditancapkan fondasinya oleh para pemimpin terdahulu akan mengantarkan bangsa ini ke fase yang makin dekat dengan visi abadi nasional: "menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan Makmur”