'The Dusk in Us' dan Fase Kehidupan Ketiga untuk Converge

The Pied Piper
Sad, malnourished, and poor.
Konten dari Pengguna
5 November 2017 2:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari The Pied Piper tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
'The Dusk in Us' dan Fase Kehidupan Ketiga untuk Converge
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Converge boleh jadi mulai diakui sebagai salah satu unit metalcore terbaik dunia ketika mereka merilis Jane Doe pada 2001. Ketika itu, usia band ini sudah lebih dari satu dekade. Namun, kematangan bermusik itu baru benar-benar mereka raih pada 2012 ketika mereka menelurkan album kedelapan, All We Love We Leave Behind.
ADVERTISEMENT
Album itu adalah kulminasi dari progres Jacob Bannon, Kurt Ballou, Nate Newton, dan Ben Koller dalam mencari kesempurnaan. Di sana, bersemayamlah pelbagai pengaruh yang mewarnai jalan hidup keempat musisi itu dalam hidup dan karier mereka. Heavy metal, hardcore, doom metal, black metal, post-punk, silakan sebut semuanya.
All We Love We Leave Behind, dari perspektif tertentu, adalah album pemungkas Converge. Lebih tepatnya, ia adalah album terakhir band asal Boston itu dari fase kehidupan kedua yang mereka mulai sejak Jane Doe.
Lima tahun sudah sejak album itu dirilis dan Bannon, sang vokalis, mengakui bahwa memang ada banyak perubahan dalam hidup mereka.
"Ketika kami merilis album terakhir (All We Love...), kami semua belum ada yang punya anak. Sekarang, lima tahun kemudian, ada enam. Itu adalah sebuah perubahan yang dramatis dalam hidup kami," ujar Bannon kepada Kerrang!.
ADVERTISEMENT
Ya, ini adalah fase hidup ketiga Converge (dan seluruh personelnya). Untuk merayakannya, mereka pun memilih trek A Single Tear sebagai pembuka dalam album anyar mereka, The Dusk in Us yang dirilis 3 November 2017 lalu. Di situ, Bannon, dengan teriakan-teriakannya yang masih membahana, menjelaskan betul seperti apa rasanya menjadi seorang ayah.
"When I heard your cry ring out, It showed me what real strength could be. As a single teardrop fell and was swallowed by the sea, you outshined the best there was. Rewrote who I could be."
Lagu itu sendiri merupakan single keempat yang dilepas Converge setelah I Can Tell You About Pain, Under Duress, dan Reptilian. Deretan single yang mereka rilis ini pun membentuk semacam antologi.
ADVERTISEMENT
I Can Tell You About Pain adalah sebuah pengejawantahan dari rasa sakit itu sendiri. Under Duress menceritakan soal bagaimana rasa sakit itu bisa datang. Reptilian berkisah soal sosok yang menyebabkan rasa sakit itu. Sementara itu, A Single Tear adalah sebuah janji bahwa Bannon, Ballou, Newton, dan Koller takkan membiarkan rasa sakit itu menjangkiti keturunan mereka.
Selain empat single yang sudah dilepas, ada sembilan lagu lain di album The Dusk in Us di mana Murk & Marrow menjadi nomor paling menarik dengan efek ala film fiksi ilmiah, jika film fiksi ilmiah itu didasarkan pada kisah milik Stephen King dan disutradarai Ridley Scott.
Album ini sendiri diproduksi oleh Kurt Ballou yang dikenal sebagai sosok perfeksionis. Dia pulalah yang memproduksi album-album Converge sebelumnya. Ke-13 lagu yang ada di sini juga masih direkam di studio favorit mereka, GodCity, di Salem, Massachusetts.
ADVERTISEMENT
Dalam album ini, Converge juga menyajikan dua nomor bertempo lambat, yakni The Dusk in Us dan Thousands of Miles Between Us. Pada dua nomor tersebut, Bannon menanggalkan teriakan-teriakannya yang khas itu dan menggantinya dengan vokal clean yang menghantui.
Plus, dalam dua nomor itu, pada dasarnya tidak ada aksi pamer teknik yang dilakukan oleh Ballou, Newton, dan Koller. Intensitas yang terdapat di dua lagu itu dibangun dengan efek atmosferik yang mencekik.
Kemudian, mereka juga, secara agak mengejutkan, memasukkan satu nomor dengan formula hardcore standar, yakni Broken by Light. Bagi band seperti Converge, ini agak aneh karena ini bukan apa yang biasa mereka lakukan. Namun, karena ini adalah Converge, maka formula standar pun levelnya bisa dilipatgandakan.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, album The Dusk in Us ini memang awal dari sebuah era yang baru dan setelah mendengarkan All We Love..., terasa seperti ada eksperimen yang kurang di sini. Tetapi, memang tidak mudah menandingi album seperti All We Love... dan terlepas dari itu, rasanya memang Converge ingin menyajikan sesuatu yang lain.