Malaysia, Islam dan Kemajuan

Muhammad Thaufan Arifuddin
Pengamat Media dan Politik. Penggiat Kajian Filsafat, Mistisisme Timur dan Cultural Studies. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
27 April 2024 21:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya baru saja berkunjung ke negeri jiran Malaysia pada hari Rabu hingga Jumat (23-26/4/2024). Saya mencoba merefleksikan perjalanan saya dengan melihat secara detil kemajuan Malaysia. Tentu, sebuah negara harus dilihat dari ibukotanya sebagai simbol pencapaian tata kota terbaiknya dan bagaimana manusia yang tinggal di sekitar kotanya dilayani dan diperlakukan secara manusiawi. Dengan kata lain, saya pun akhirnya terobsesi untuk memperhatikan setiap sudut kemajuan di ibukota Kuala Lumpur.
Toilet-toilet di Malaysia sangat bersih dan modern. Penataan toilet di Malaysia tak berbeda dengan penataan toilet di Jepang. Foto: Penulis.
Pesawat saya, Air Asia, sesungguhnya harus berangkat di pagi hari pukul 8.25 WIB. Tetapi, saya harus berangkat dengan pesawat Air Asia yang terjadwal pukul 10.55 WIB karena problem personal. Akhirnya, saya tiba siang hari pukul 13.00 waktu Malaysia di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA). Saya segera antri untuk cek in di imigrasi KLIA. Setelah menkonfirmasi kedatangan saya di Malaysia untuk 4 hari secara digital berkat bantual agen travel, saya pun diizinkan untuk masuk dan mengeksplor keindahan dan kemajuan Malaysia.
Twin Tower adalah wajah indah dan modern dari kemajuan Malaysia. Foto: www. pexels.com
Setibanya di KLIA, saya pun segera menukar Rupiah dengan Ringgit dan kemudian mencari food court di sekitar KLIA yang sebenarnya tersambung dengan mall besar. Saya memilih kuliner sederhana dan kesukaan saya; ikan, telur, tahu-tempe dan sayur. Makanannya mengingatkan saya pada menu warteg di kota Jakarta. Sederhana tapi bergizi. Setidaknya itu yang terpatri dalam pikiranku saat makan di warteg di mana pun.
ADVERTISEMENT
Selepas makan siang, saya segera menuju KL Sentral dengan kereta cepat dengan membayar 55 Ringgit. Kereta cepatnya bersih dan estetis. Saya teringat dengan Shinkansen di Jepang. Tak berbeda. Kecepatannya pun relatif sama sehingga tak butuh waktu lama saya pun tiba di KL Sentral. Alasan saya ke KL Sentral karena KL Sentral adalah lokasi yang menghubungkan beberapa wilayah transportasi di sekitar wilayah Kuala Lumpur. Jika anda ingin ke Genting Highland atau Batu Caves, anda bisa menyambung kereta atau bus dari KL Sentral.
Kereta cepat dari KLIA ke KL Sentral sangat estetis dan cepat. Foto: Penulis
Tetapi, saya lebih memilih untuk tak kemana-mana. Saya segera mencari coffeeshop yang relatif nyaman di KL Sentral. Sayangnya, coffeeshop saat ini di Ibukota Kuala Lumpur kini didominasi cashless coffeeshop. Fenomena cashless ini telah menjamur di Malaysia. Pengunjung harus bersiap dengan kartu digital atau e-wallet agar tak menyulitkan transaksi. Kini uang cash serasa tak berguna. Padahal, saya hanya menyiapkan uang cash.
ADVERTISEMENT
Saya pun segera mencari coffeeshop yang lain yang menerima uang cash Ringgit yang berlokasi di lantai paling dasar di KL Sentral. Saya pun memesan segelas kopi latte dan menikmatinya bersama Lasagna Italia hingga malam menjelang. Saya kemudian bergeser ke warung pinggir jalan untuk menikmati buah kelapa muda di depan hotel KL Sentral yang hanya berjarak beberapa meter dari coffeeshop di lantai dasar KL Sentral.
Istana negara Malaysia yang merepresentasikan kekuasaan Raja Melayu Islam modern. Foto: Penulis
Menariknya, toko-toko, restoran dan hotel-hotel penginapan di sekitar KL Sentral didominasi oleh pengusaha keturunan India. Setelah rombongan yang saya tunggu tiba, saya pun segera bergabung dengan rombongan yang akan bermalam di Hotel KL Sentral. Esoknya, rombongan ini akan melakukan kunjungan belajar di salah satu Universitas terbaik di Shah Alam yang hanya berjarak beberapa jam dari Kota Kuala Lumpur yaitu University Teknologi Mara Malaysia (UiTM).
Pusat bisnis untuk produk branded dengan harga diskon, Mitsui Outlet. Foto: Penulis.
Keesokan harinya, saya bergabung dengan rombongan menuju kampus UiTM. Dalam perjalanan dari KL Sentral ke lokasi kampus di Shah Alam terlihat infrastruktur gedung, perumahan dan jalan-jalan yang tertata indah dan rapi. Jalan tol yang panjang dan tak berbeda dengan pemandangan di kota-kota besar di Jepang.
ADVERTISEMENT
Setibanya di kampus UiTM di Shah Alam. Saya pun terkagum melihat keindahan kampus UiTM. Bersih dan rapi ibarat kawasan real estate yang rumputnya dicukur rapi dan jalan kampusnya diaspal dengan rapi dan bersih. Tak ada jalan kampus yang berlubang. Sejatinya, kampus UiTM telah berusia lama tapi bangunannya begitu minimalis dan efektif. Fasilitas kampus relatif lengkap dan up to date dan tentu toilet yang relatif bersih.
Kompleks Al-Khawarismi adalah salah satu bangunan yang ada di dalam Kampus UiTM di Shah Alam. Foto: Penulis
Dari kampus, kami menuju ke perusahaan Karangkraf, perusahaan media percetakan yang masih survived sejak tahun 70-an. Di samping mencetak buku-buku dan kitab suci Al-Quran, Karangkraf juga memiliki studi untuk kajian Al-Quran. Studio TVnya dibangun dari crowded-funding senilai 10 milyar rupiah.
Studio TV My #QuranTime yang dikelola oleh Karangkraf. Foto: Penulis.
Dari Karangkraf, rombongan kami juga mengunjungi berbagai pusat bisnis UMKM di sekitar Kuala Lumpur. Kota Kuala Lumpur adalah kota yang ramah terhadap turis dan menawarkan berbagai produk murah hingga mahal. Toko-toko dibuat secantik mungkin agar menarik turis lokal dan internasional.
ADVERTISEMENT
Dari Kuala Lumpur rombongan kami juga mengunjungi Kota Malaka, sebuah kota yang menjadi kota heritage untuk peninggalan masa lalalu terutama sejak era Portugis. Di Kota Malaka kita dapat menemukan Gereja Tua, meriam, kapal Portugis, dan kawasan wisata kanal. Tapi kota Malaka tak hanya terkenal dengan kota warisan masa lalu, kota Malaka juga terkenal sebagai tempat untuk pengobatan medis dan perawatan kesehatan yang sangat terjangkau dan professional.
Malaka adalah kota toleransi dan kota wisata. Foto: Penulis
Alhasil, Malaysia adalah negara yang bersih dan berorientasi kepada kepentingan publik tanpa mengabaikan pengembangan ekonomi dan bisnis. Menariknya, Islam sangat mewarnai kehidupan publik di Malaysia. Bahkan, di istana negara Kuala Lumpur tertulis ayat Al-Quran di pintu gerbang. Di Bandar Raya Malaka tertulis Allah, sejahterakan Bandar Rayaku. Tentu, kemajuan yang dicapai di Malaysia selalu hendak diselaraskan dengan nilai Islam.
ADVERTISEMENT
Hati saya pun berbisik, jika anda ingin melihat Islam yang modern dan sukses, maka berkunjunglah ke Kuala Lumpur, Shah Alam dan Malaka. Malaysia adalah Islam. Islam adalah Malaysia.