Tak Ada Aturan yang Sebut Polri Harus Laporkan Senjatanya ke TNI

10 Oktober 2017 23:28 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penjelasan Senjata Tertahan di Soetta (Foto: Wahyu Putro A/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Penjelasan Senjata Tertahan di Soetta (Foto: Wahyu Putro A/Antara)
ADVERTISEMENT
Sebanyak 5.000 peluru yang diimpor Brimob dari Bulgaria kini disimpan TNI. Mereka berdalih penyimpanan dilakukan karena peluru tersebut dianggap mematikan dan kalibernya menyalahi aturan jika dipakai polisi.
ADVERTISEMENT
Alasan TNI ditanggapi oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Menurut Kompolnas, sebenarnya tidak ada aturan yang mewajibkan polisi harus melaporkan kepemilikan senjata kepada TNI.
Wakil Ketua Kompolnas, Andrea Poeloengan, mengatakan, ada beberapa aturan yang mengatur kepemilikan senjata. Di antaranya UU Nomor 8 tahun 1948. Dalam aturan tersebut, polisi diwajibkan melaporkan kepemilikan senjata kepada Kepolisian Daerah masing-masing.
"Aturan ini menegaskan bahwa yang mengatur pendaftaran senjata milik sipil dan Polri adalah Polri, sedangkan TNI hanya mengatur miliknya sendiri," kata Andrea dalam keterangannya yang diterima kumparan (kumparan.com), Selasa (10/10).
Selain itu, ada PP Pengganti UU Nomor 20 Tahun 1960 yang juga mengatur perizinan senjata. "Aturan ini semakin menguatkan makna dari aturan sebelumnya (1948), bahwa yang mengatur pendaftaran senjata milik sipil dan Polri adalah Polri, sedangkan TNI hanya mengatur miliknya sendiri," jelas Andrea.
ADVERTISEMENT
Kemudian, sebut Andrea, ada juga Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Aturan ini menyebutkan bahwa izin kepemilikan senjata harus melalui TNI. Namun, dalam Permenhan itu ada beberapa pasal yang bertentangan dengan UU di atasnya.
"Karena Permenhan bertentangan dengan UU, maka keberlakuan pasal-pasal yang mengatur senjata Polri dan sipil wajib dikesampingkan, tidak mengikat dan tidak boleh dijadikan rujukan hukum," sebut Andrea.
Kompolnas pun meminta Kemenhan untuk mengubah regulasi tersebut. "Agar pihak oknum militer yang selalu merasa tidak puas hingga harus memberikan keterangan persnya, agar dengan legowo dan ikhlas menerima kenyataan supermasi sipil dan supermasi hukum," kata Andrea.
ADVERTISEMENT