Maggot Sebagai Solusi Pengurai Sampah Organik di Kota Banda Aceh

Teuku Muhammad Shandoya
Hanya seorang mahasiswa yang sedang mengosongkan gelas di Universitas Syiah Kuala dan sedang merintis untuk menjadi penulis meskipun buku-buku tak lebih hanya menjadi etalase di kamar ku.
Konten dari Pengguna
26 Juli 2022 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teuku Muhammad Shandoya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Lalat Black Soldier Fly (BSF). Sumber : Shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lalat Black Soldier Fly (BSF). Sumber : Shutterstock.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengelolaan sampah di daerah perkotaan menjadi salah satu hal yang fundamental dan berpotensi bermuara pada permasalahan lingkungan yang serius. Lazimnya persoalan ini dihadapi oleh pemerintah di negara berpendapatan rendah dan menengah. Faktor urbanisasi juga berpengaruh sangat signifikan terhadap pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat di Kota Banda Aceh. Tantangan yang semakin berat ini akan terus meningkat karena adanya tren urbanisasi yang terjadi dan tumbuh dengan cepat di populasi masyarakat perkotaan.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2017 menjadi landasan hukum dalam pengelolaan sampah di Kota Banda Aceh, tentu persoalan pembuangan sampah sembarangan masih tetap menjadi permasalahan yang kerap terjadi bahkan di Kota Banda Aceh sendiri. Selain membuang sampah sembarangan, masyarakat juga belum terlalu banyak yang perduli terhadap pemilahan sampah yang pada umumnya terdapat sampah organik dan non organik. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan Kota (DLHK3) Banda Aceh, tahun 2020 rata-rata menghasilkan sampah dengan akumulasi 230 Ton per hari, di mana sampah organik berjumlah kurang lebih sebesar 60% dari total sampah pada umumnya.
Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk di Kota Banda Aceh, maka jumlah sampah yang dihasilkan kedepannya akan semakin banyak. Pengelolaan sampah di Kota Banda Aceh masih menimbulkan permasalahan yang cenderung sulit dikendalikan. Timbunan sampah yang tidak terkendali dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, juga menambah produksi gas metana dari sampah yang berimplikasi negatif terhadap kualitas lingkungan yang ada di Kota Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Penimbunan sampah tersebut terjadi akibat dari aktivitas masyarakat dan industrialisasi yang kemudian berdampak pada permasalahan lingkungan. Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana saat ini pengelolaan sampah hanya berfokus pada pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tanpa melalui pemilahan dan pengolahan tertentu. Artinya inisiatif terhadap hilirisasi solusi terkait persoalan sampah perlu diimplementasikan, sampah bukan hanya soal pemindahan wujudnya saja, namun sampah sebisa mungkin direduksi agar tak terjadi penumpukan overload pada TPA.
Pembudidayaan maggot menjadi salah satu instrumen penting yang dewasa ini belum banyak diketahui oleh masyarakat itu sendiri, padahal maggot ini sangat berpotensi dalam mengatasi dan meminimalisasi sampah organik yang terdapat di Banda Aceh. Selain dapat menjadi solusi terhadap permasalahan lingkungan, pembudidayaan maggot juga berpengaruh terhadap pemberdayaan ekonomi, masyarakat dapat menumbuhkan kesadaran serta kemauannya terhadap kemandirian masyarakat itu sendiri, harapannya pemberdayaan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga.
ADVERTISEMENT
Konsep pembudidayaan maggot berprinsip higenis dikarenakan lalat BSF tidak menularkan bakteri, penyakit, bahkan kuman kepada manusia. Maggot tersebut berguna secara ekologis dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik. Maggot mengonsumsi sayuran dan buah. Tak hanya buah dan sayuran segar, maggot pun mengonsumsi sampah sisa makanan. Oleh karena itu, maggot sangat cocok digunakan sebagai solusi pengelolaan sampah organik.
Sampah organik yang tidak termakan oleh maggot, tetap bisa dimanfaatkan sebagai sumber kompos atau pupuk organik. Meskipun dari limbah sampah organik, namun pupuk yang dihasilkan tidak berbau, dan pupuk yang berasal dari maggot ini pun dapat digunakan secara langsung diaplikasikan ke tanaman, sehingga bersifat efisien. Bebarapa pemanfaatan tersebut mencerminkan bahwasanya segala unsurnya dapat dimanfaatkan, tidak ada yang terbuang sia-sia, bermodalkan sampah organik yang tidak memiliki nilai ekonomis namun dapat dikonversikan menjadi komoditas ataupun produk yang bernilai ekonomi.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui bersama, pembudidayaan maggot belum terlalu familiar bagi masyarakat, namun maggot sangat potensial dalam menanggulangi persoalan sampah khususnya sampah organik di Kota Banda Aceh. Dalam mengurai sampah organik maggot memiliki kekuatan dan kapasitas yang mumpuni. Maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap dipanen. Menurut beberapa literatur, maggot memiliki kemampuan mengurai sampah organik 2 sampai 5 kali bobot tubuhnya selama 24 jam. Maka dapat diasumsikan satu kilogram maggot dapat mengurai 2 sampai 5 kilogram sampah organik per hari.
Pembudidayaan maggot merupakan sebuah inovasi yang bertujuan mengentaskan permasalahan sampah di Kota Banda Aceh serta memberdayakan masyarakat untuk menjadi masyarakat yang lebih proaktif terhadap isu lingkungan dan menjadi produktif serta mandiri melalui pengembangan sociopreneur. Nantinya akan dibangun industri rumahan atau kerap disebut home industry dengan pemberdayaan masyarakat di setiap desa yang ada di Kota Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Hal ini dimaksudkan sebagai wadah untuk mewujudkan kepekaan masyarakat terhadap permasalahan sampah dan pengembangan usaha berbasis lingkungan agar dapat berkontribusi dalam menjawab tantangan Sustainable Development Goals (SDGS), yang mana sampah menjadi sumber utama permasalahan lingkungan di Kota Banda Aceh. Melalui budidaya maggot masyarakat akan terberdayakan melalui berbagai program edukasi lingkungan, kecakapan, dan pengembangan diri agar menjadi wirausahawan yang perduli terhadap lingkungan.
Pembudidayaan maggot ini sendiri tidak akan menghasilkan sampah baru, maggot dimanfaatkan sebagai pakan ternak, maggot yang sudah menjadi prepupa maupun bangkai lalat BSF masih bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena kaya protein dan kepompongnya juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, sehingga pembudidayaan maggot ini akan menuju konsep zero waste yang dapat mendukung arah pembangunan Kota Banda Aceh sebagai green city yang ramah terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dengan semua potensi yang ada, konsep green city Kota Banda Aceh perlu diimplementasikan salah satunya ialah industri pembudidayaan maggot, tujuannya ialah untuk mereduksi laju angka jumlah sampah organik dan di samping itu dengan adanya penerapan tersebut secara maksimal dapat menggerakkan roda perekonomian dengan pemberdayaan masyarakat di Kota Banda Aceh. Kedepannya Banda Aceh perlu mengembangkan industri untuk maggot yang pada akhirnya akan bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang tidak sedikit. Jika itu terwujud, maka maggot akan membantu Kota Banda Aceh dalam menanggulangi permasalahan sampah sekaligus pertumbuhan ekonomi.
Keberhasilan dalam mewujudkan Kota Banda Aceh sebagai model green city dapat terimplementasikan dengan kontribusi pembudidayaan maggot, selain dapat mereduksi jumlah sampah yang ada, industri maggot juga berpeluang mencipatakan sumber pemberdayaan ekonomi masyarakat. Apabila sektor-sektor industri baik rumahan ataupun skala menengah tentunya dapat membuka lapangan pekerjaan baru, dan pekerjaan ini tentunya tak terlepas dari peningkatan kapasitas salah satu ekonomi kreatif yang ada di Kota Banda Aceh. Pembangunan masyarakat sangat tergantung pada peranan pemerintah dan tak terlepas dari peran masyarakat itu sendiri. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan mencapai hasil pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara optimal.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, konsep sociopreneur menjadi daya tarik tersendiri, di mana azas kebermanfaatan dalam sebuah usaha menjadi pondasi utama dalam menggerakkan roda perekonomian dan kebermanfaatan sosial. Dalam hal ini lingkungan menjadi aspek penting dalam pembangunan kota yang berkelanjutan dalam rangka menyukseskan SDGS.
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Syiah Kuala sekaligus Pembudidaya Maggot Pemula di Banda Aceh.