Kenakalan Remaja adalah Bentuk Protes Anak Terhadap Orang Tua

Konten Media Partner
6 November 2019 4:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di SMA Kolese Gonzaga/ Foto: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di SMA Kolese Gonzaga/ Foto: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus orang tua tuntut sekolah karena anaknya tidak naik kelas menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Sidang gugatan perdata wali murid yang seharusnya dilakukan dua hari lalu Senin (04/11) terpaksa harus ditunda.
ADVERTISEMENT
Dinas Pendidikan DKI Jakarta selaku pihak yang turut tergugat tidak membawa surat kuasa untuk hadir dalam persidangan, sehingga sidang akan dilanjutkan pada 11 November mendatang.
Dikutip dari kumparan, sebelumnya pihak sekolah meyebutkan bahwa BB tidak naik kelas karena tidak lulus satu mata pelajaran serta ada beberapa catatan kedisiplinan yang disanksikan kepada BB. Namun, hal itu disanggah oleh kuasa hukum penggugat, Susanto Utama, ia bilang bahwa alasan tersebut cacat hukum. Oleh karena itu, Yustina Supatmi sebagai ibunda sekaligus wali murid dari BB berhak melayangkan gugatan.
Adapun dalam gugatannya, Yustina meminta majelis hakim menyatakan anaknya berhak naik ke kelas XII. Yustina juga menggugat sekolah secara materiil sebesar Rp 51.683.000 dan immateril sebesar Rp 500.000.000. Yustina pun meminta majelis hakim menyita sekolah tersebut.
Foto: Unsplash.com
Kasus gugatan tersebut tidak jauh dari efek dari kenakalan remaja. Catatan kedisiplinan di dalam lingkungan sekolah menjadi sebuah tanda kalau sang anak telah melakukan kesalahan yang cukup serius. Lalu, kenapa sih kenakalan tersebut muncul?
ADVERTISEMENT
Sri Haryati, Emak Kepala Suku (Kepala Sekolah) Hayat School sekaligus pemerhati anak, menjelaskan bahwa ada ketidaksesuaian dalam pemaknaan usia menuju pendewasaan. Orang sering kali memaknai usia remaja sebagai tempat pencarian identitas, sehingga kadang ia mencoba hal sana-sini untuk menemukan jati dirinya.
Padahal remaja itu seharusnya dimaknai sebagi gerbang menuju kedewasaan atau gerbang menuju akil baligh. Di sini mereka akan belajar memahami konsep-konsep menuju pendewasaan tersebut.
"Namun, masalah biasanya muncul, ada ketidaksesuaian antara perubahan fisik dan perubahan mental," ucap Sri.
Hal itu bisa menyebabkan perilaku kenakalan terjadi. Menurut Sri, kenakalan remaja itu sebenarnya adalah bentuk protes anak kepada orang tuanya terhadap pola pengasuhan di tahun sebelumnya. Perilaku ini muncul karena mereka ingin mencari perhatian dari orang tua.
ADVERTISEMENT
"Makanya, saya sering bilang kepada orang tua untuk memaknai sikap itu bukan sebagai kenakalan. Tapi saya selalu mengingatkan, ketika remaja berubah perilaku di usia akil baligh orang tua harus introspeksi berarti ada yang salah pada pola pengasuhannya" jelas Sri.
Lalu, ia melanjutkan jika anak-anak menunjukkan sikap rewel di usia remaja dengan menjadi nakal, ngerokok atau menunjukkan sikap negatif lain. Itu memang pada awalnya adalah bagian dari perubahan hormon dan peningkatan adrenalin. Rasa penasaran yang tinggi serta lingkungan luar yang mengajak, juga bisa menyebabkan perilaku kenakalan terjadi. Mereka tidak bisa menjaga diri dan membentengi diri dari hal negatif.
"Ya menurut saya sih semua kembali ke orang tua. Ada efek domino di sini. Usia remaja sudah menjadi social oriented, artinya biasanya si teman sebaya yang lebih tahu kebutuhan temannya. Saya kasih fakta, ketika anak yang di rumahnya telah terpenuhi kasih sayang, ruang diskusi, dialog mengenai penanganan setelah konflik dengan orang tua, itu dalam lingkungan luar, lebih bisa menjaga diri dan memiliki imun yang kuat," jelasnya lagi.
ADVERTISEMENT
Walaupun hal itu juga didorong oleh rasa penasaran yang tinggi. Faktor lain juga seperti adanya tekanan untuk berprestasi bisa membuat remaja mencari pengalihan dengan mencoba hal yang baru. Mereka biasanya bilang, "Wah menjadi dewasa itu keren, ngerokok itu keren", kemudian akhirnya remaja yang tidak kuat imunnya mudah terbawa arus karena ingin mencari pengakuan.
Sebenarnya, yang bagus pengasuhannya pun bisa terpengaruh. Namun Sri menambahkan, mereka bisa lebih mudah diarahkan kembali seperti semula.

Lalu, gimana sih cara menghadapi remaja yang sudah terlanjur terbawa arus kenakalan remaja?

Sri menjelaskan orang tua dan tenaga pendidik dari sekolah harus bekerja sama untuk menelusuri kenapa sih dia menjadi seperti itu. Lalu, tanyakan apa yang belum terpenuhi dalam hidupnya sehingga ia lari pada perilaku menyimpang.
ADVERTISEMENT
Biasanya mereka akan tahu sebabnya, karena sudah punya sistem nilai dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Terus, jelaskan bahwa apa yang mereka lakukan akan menjadi tanggung jawab pribadi karena sudah ada pada usia akil baligh (contoh, sudah mengalami mentruasi atau mimpi basah).
"Di situ biasanya mereka akan mulai bercerita mengenai masalah awal," katanya.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, yang seharusnya introspeksi bukan hanya sang anak tapi juga orang tua. Sri biasanya akan memanggil orang tua dan berdiskusi bersama mereka tentang solusi yang akan dilaksanakan. Merefleksikan diri tentang hal-hal yang sebelumnya terjadi di keluarga mereka.
Meskipun tidak langsung bepengaruh dan bertahap, orang tua harus menerima dan ikhlas bahwa anaknya sudah terlanjur masuk ke dalam perilaku negatif. Mereka harus mau memperjuangkan anaknya agar kembali ke jalan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
"Hal ini sangat penting dilakukan, karena kalau orang tua memilih mendidiknya secara keras, saya yakin anak akan semakin membangkang dan menjauh dari orang tuanya," tegas Sri***