news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

'Jangan Sampai Ada Tamparan Ketiga Untuk MK'

28 Januari 2017 12:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Diskusi Populi Center dan Smartfren di Menteng. (Foto: Nikolaus Harbowo/kumparan)
Mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, menilai perlu adanya sistem rekrutmen hakim yang transparan, akuntable, dan terpadu. Tujuannya adalah untuk membenahi sistem peradilan Indonesia yang baik dan bersih dari korupsi.
ADVERTISEMENT
"Asal ada kesungguhan dari Presiden, DPR, dan MA, untuk membuat mekanisme rekrutmen yang transapran, akuntabel, dan terbaru. Maka, harapan sistem peradilan yang baik pasti akan terjadi," ujar Suparman dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1).
Pernyataan tersebut terkait dengan kembalinya terungkap kasus dugaan suap di Mahkamah Konstitusi. Suparman menyebut tertangkapnya Patrialis Akbar seharusnya kasus itu bisa menjadi tamparan kedua untuk pemerintah Indonesia setelah kasus Akil Mochtar.
"Mumpung kita ditampar yang kedua, jangan sampai ada tamparan ketiga. Maka tidak ada pilihan lain selain perubahan total menyangkut rekrutmen hakim," kata dia.
Menurut Suparman, sistem rekrutmen calon hakim MK di Indonesia bisa belajar dari Turki. Dia menyebut para calon hakim di Turki tidak hanya dilihat dari intelektualitas, namun juga memiliki integritas, kompetensi, dan track record yang baik.
ADVERTISEMENT
"Hakim di Turki bukan sarjana hukum sembarangan. Bukan hanya IP (Indeks Prestasi) bagus, tetapi punya track record bagus, integritas dan kompetensi yang baik," ujar dia.
Kasus dugaan suap di Mahkamah Konstitusi kembali terungkap setelah KPK menangkap hakim Patrialis Akbar. Mantan Menkumham itu ditangkap karena diduga menerima suap terkait pengurusan perkara.
Patrialis Akbar ditahan KPK (Foto: Wahyu Putro/Antara)
Sebelum Patrialis, KPK pernah menangkap Akil Mochtar yang ketika itu menjabat Ketua MK. Akil juga ditangkap karena menerima suap pengurusan sejumlah perkara sengketa Pilkada. Dia kemudian diputus bersalah oleh pengadilan dan divonis penjara seumur hidup.
Patrialis Akbar dan Akil Mochtar pada 2013 (Foto: Widodo S. Jusuf/Antara)