Mudiklah, Jangan Ada Lagi Marah pada Orang Tua

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
8 April 2024 8:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Percuma puasa, sia-sia ibadah siapapun, Bila masih ada rasa marah kepada kedua orang tuanya. Bila masih tersimpan hati yang membenci kepada siapapun, apalagi kepada kedua orang tua kita. Karena marah dan benci, hanya jalan untuk merusak diri sendiri dan siapapun yang terlampiaskan. Untuk apa berlarut-larut dalam kemarahan, kebencian, dan emosi bila akhirnya membuat diri sendiri bertambah menderita. Lebih baik sabar dan bersyukur.
ADVERTISEMENT
Jangan ada lagi marah pada orang tua. Hormati selalu kedua orang tua kita. Memang mereka tidak mewariskan kekayaan. Tapi orag tua adalah guru dari maha guru tentang arti sebuah penghormatan. Mereka guru terhebat bahkan gelar tertinggi di dunia ini, bagi siapapun orang-orang yang berpangkat, punya jabatan atau terkaya sekalipun.
Kasihi orang tua, hormati mereja apa adanya. Maklumi dan terima semua nasihantnya. Karena usianya memang tidak lagi muda. Langkah kakinya pun mulai melemah tidak berdaya. Matanya mulai terganggu ketika usia senja menyapa. Dan kini, telinganya pun sudah mulai berkurang kepekaannya. Jangan ada benci kepada orang tua, percuam ibadah sehebat apapun bila akhirnya “durhaka” kepada orang tua.
Bulan puasa sebentar lagi berakhir. Ibadah ramadan sulit membekas bila gagal menghormati orang tua, tidak mampu menyanyanginya. Waktu terus berputar, hari demi hari berlalu. Bulan demi bulan terlewati, hingga berganti tahun. Lalu, apa yang lebih baik kita perbuat untuk kedua orang tua. Di momen idul fitri, mudiklah untuk mencium tangannya. Pulang kampunglah untuk menghormatinya. Ingat, karena siapapun tidak pernah tahu kapan ajal menjemput mereka?
ADVERTISEMENT
Mudik itu literat. Berlutut di kaki orang tua, kecup keningnya. Cium tangannya dan peluklah orang tua. Minta maaf atas segala salah dan dosa kepadanya. Agar jangan ada marah apalagi benci kepada orang tua.
Mudiklah, jangan ada lagi marah kepada orang tua
Anak, sehebat apapun. Tugasnya hanya menghormati orang tua. Berbakti untuk kedua orang tuanya. Berbuat baik dan jangan ada marah kepadanya. Itupun sesuai dengan kemampuan si anak. Dan hebatnya, orang tidak pernah “ngiler” mau sesuakses dan sehebat anak-anaknya. Mereka hanya diam dan terus berdoa tiada henti untuk anak-anaknya, mantunya, cucunya, bahkan cicitnya. Orang tua hebat, tanpa pamrih dan menerima segalanya.
Sulit untuk bisa diterima. Bila hari ini masih ada anak yang marah dan benci kepada orang tuanya. Seperti murid yang benci kepada gurunya. Seperti istri yang durhakan kepada suaminya. Bahkan seperti pemimpin yang menzolimi rakytanya. Mamengnya kenapa, orang tua sampai dibenci?
ADVERTISEMENT
Tuntunannya, amar ma'ruf nahi mungkar. Perbaiki hubungan dengan orang tua, Hormati dan sayangi mereka. Kok bisa-bisanya memusuhi orang tua, lalu berbaik hati kepara orang-orang yang tidak punya pengaruh saat mendidik dan membesarkan kita. Maka di momen lebaran ini, pulanglah ke orang tua. Hormati mereka, jangan ada lagi marah pada orang tua. @Sebuah catatan seorang anak yang sudah “ditinggal” kedua orang tuanya. Salam literasi #NgabubuRead #TBMLenteraPustaka #HikmahLebaran