Religiusitas dalam Novel Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis

Syaimah Kusnari Putri
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
8 Mei 2022 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaimah Kusnari Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Religiusitas pada dasarnya memiliki hubungan dengan sastra. Di mana sastra dan agama saling berkaitan. Pendapat ini sejalan dengan pernyataan Atmosuwito yang menegaskan bahwa karya sastra juga merupakan bagian dari agama, mengandung adat dan tradisi, serta kepercayaan di dalamnya. Pendapat ini muncul karena seorang penulis karya sastra adalah makhluk sosial dan dari pengalamannya akan mempengaruhi karya yang dihasilkan. Karya sastra dalam unsur religi tidak pernah surut. Hal ini justru memunculkan dan menumbuhkan pemikiran-pemikiran yang baik terkait dengan kepercayaan kepada Tuhan dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Dalam hal ini, karya sastra berperan penting dalam mengajarkan norma-norma agama yang ditulis pengarang dalam karyanya.
ADVERTISEMENT
Sastra dan agama memiliki hubungan antara pengaruh agama dan pengarangnya yang tidak dapat dipisahkan dari norma-norma ajaran agama yang dianutnya. Ciri-ciri karya sastra yang berkaitan dengan agama adalah isinya memuat hal-hal yang menyangkut agama dan pengarangnya biasanya adalah seorang yang ahli dalam bidang agama yang dianutnya. Pengaruh agama dalam karya sastra dapat dilihat dari peran dan fungsi sosialnya. Fungsi sosial dan keagamaan terlihat dari banyaknya penulis yang menggunakan kata dan kalimat yang berkaitan dengan ajaran Islam. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi para pembacanya.
Banyak pengarang di Indonesia yang menulis karya-karyanya dengan konsep keislaman atau bisa disebut dengan sastra Islam. Sastra Islam adalah karya sastra yang mengandung nilai-nilai Islam, yang bermuara pada tauhid dan bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist Nabi, serta bertujuan sebagai sarana dakwah. Kelahiran sastra dalam Islam menjadi bagian penting dalam upaya penyebaran ajaran Islam dan pencerahan hati nurani masyarakat. Nilai ajaran Islam yang terkandung dalam karya sastra berupa perilaku yang baik sesuai tuntunan Islam.
ADVERTISEMENT
Salah satu pengarang yang menciptakan karya sastra bertema religi adalah Ali Akbar Navis dalam novel Robohnya Surau Kami. Ali Akbar Navis adalah seorang penulis yang dikenal dengan julukan "pengejek nomor satu" dan "sastawan satiris ulung". Ia lahir pada 17 November 1924 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Ali AkbarNavis mengejutkan para pembaca sastra Indonesia dengan sindiran yang sangat tajam tentang praktik kehidupan beragama, dalam cerpen pertamanya yang berjudul Robohnya Surau Kami. Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1955 di majalah Kisah. Robohnya Surau Kami sebenarnya adalah cerpen pertamanya, namun judul cerpen tersebut dijadikan judul buku dalam kumpulan cerpennya. Novel ini mendapat respon yang luar biasa dari para pembaca dan kritikus sastra. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam empat bahasa: Inggris, Jerman, Prancis, dan Jepang. Novel ini memenangkan penghargaan sebagai cerita pendek terbaik dalam majalah Kisah pada tahun 1955.
ADVERTISEMENT
Robohnya Surau Kami mengangkat isu agama dalam cerita. Namun, novel ini sebenarnya mengangkat tema tentang kelalaian seorang kepala keluarga terhadap anggota keluarganya sehingga akibat dari kelalaiannya tersebut mampu membunuhnya. Tokoh utama dalam novel ini adalah Haji Saleh yang dikenal sebagai pengasah pisau dan penjaga surau. Haji Saleh juga dikenal sebagai pria yang sangat taat pada perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena ketaatannya kepada Tuhan, dia tidak peduli dengan sekelilingnya termasuk keluarganya, yang dia pedulikan adalah selalu beribadah.
Religiusitas dalam novel Robohnya Surau Kami adalah tokoh Haji Saleh yang taat beribadah kepada Tuhannya, ia digambarkan sebagai sosok yang sangat tua, taat, dan rajin beribadah kepada Tuhannya. Hal ini terlihat pada kutipan.
ADVERTISEMENT
“…akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat.”
Kutipan di atas mengajarkan kita sebagai makhluk Tuhan untuk selalu taat dalam menjalankan segala aturan-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya.
Religiusitas selanjutnya yang terkandung dalam novel ini adalah menanamkan sikap sabar. Sosok Haji Saleh berusaha menahan emosinya atas perlakuan Ajo Sidi yang mengejeknya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan.
“…Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diriku kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.”
Kutipan di atas mengajarkan kita sebagai manusia untuk selalu menanamkan sikap sabar dan pasrah dalam segala hal. Dengan menanamkan sikap tersebut diharapkan dapat memberikan ketenangan batin di hati manusia, dan Tuhan mencintai hamba-hamba-Nya yang memiliki sikap sabar dan tawakal.
ADVERTISEMENT
Religiusitas terakhir yang terkandung dalam novel Robohnya Surau Kami adalah sikap peduli terhadap sesama. Karakter Haji Saleh dikenal sebagai orang yang sangat taat beribadah, namun ketaatan tersebut membuatnya lupa akan keluarga dan orang-orang di sekitarnya, sehingga ia hanya mementingkan dirinya sendiri. Hal ini terlihat pada kutipan.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kaummu sendiri, melupakan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.”
Pesan yang terkandung dalam kutipan di atas adalah pentingnya sebagai makhluk sosial untuk selalu membantu, menolong, dan peduli terhadap sesama. Ibadah akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan sikap peduli. Seperti yang telah kita ketahui tentang konsep “hablum minallah, hablum minannas” pengertian dari konsep ini adalah bahwa sikap yang harus dimiliki manusia adalah keseimbangan antara sikapnya antara Tuhan dengan manusia lainnya. Jika kepada Tuhan, manusia selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan dengan manusia, seseorang harus selalu menjaga hubungan baik antar manusia lainnya.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Ayuningrum, Annisa Dwi. “Religiusitas dalam Karya Sastra”. Dalam
https://geotimes.id/opini/religiusitas-dalam-karya-sastra/. Diakses pada 7 Mei 2022 pukul 5.40 WIB.
Ensiklopedia Sastra Indonesia. Dalam
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/A_A_Navis. Diakses pada 8 Mei 2022 pukul 0.34 WIB.
Maria. “Sastra Islam”. Dalam
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/124/2/Maria_Tesis_Bab1.pdf. Diunduh pada 7 Mei 2022 pukul 5.44 WIB.
Navis, A. A. Robohnya Surau Kami. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2010.