Perkembangan Revolusi: Apakah Ada Perlindungan Hukum Penumpang Kecelakaan Gojek?

Syahidah Abduh
Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah STIS Al-wafa
Konten dari Pengguna
10 Januari 2023 15:05 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syahidah Abduh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hukum (Sumber:pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hukum (Sumber:pixabay.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dinamisnya perkembangan zaman yang selalu berubah dengan cepat ini berkaitan dengan revolusi industri. Sementara, revolusi industri bermakna perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang. Ketika ditemukannya sebuah cara yang radikal untuk memproduksi barang, maka tentu saja akan diikuti perubahan besar yang terjadi dalam berbagai bidang, seperti di bidang ekonomi, politik, militer, dan budaya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, akan ada perubahan juga dalam dunia pekerjaan, seperti beberapa jenis pekerjaan yang lama akan menghilang, dan digantikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang baru. Di zaman sekarang ini, telah ada 4 kali perubahan zaman yaitu mulai dari revolusi industri 1.0 hingga revolusi industri 4.0.
Sebelum memasuki revolusi industri 1.0, dunia ini adalah era pra industri yang merupakan era agraris, yaitu pekerjaan manusia adalah pertanian, bercocok tanam, dan juga peternakan. Pada zaman tersebut, orang yang otot dan tenaganya kuat akan memperoleh kesuksesan. Semakin kuat otot dan tenaganya, maka dia akan semakin berpeluang untuk memperoleh kesuksesan.
Kemudian, di era revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di tahun 1750-1850, dunia mengalami perubahan yang radikal dengan ditemukannya mesin uap. Dengan adanya perubahan tersebut, masyarakat yang semula bersifat agraris, berubah menjadi masyarakat era industri. Segala proses produksi yang ada menjadi lebih efisien, mudah, dan juga murah. Pada zaman ini yang dibutuhkan bukan hanya otot dan tenaga, melainkan ijazah dan juga pendidikan untuk dapat memperoleh kesuksesan.
ADVERTISEMENT
Di abad ke-19, dunia mengalami perubahan besar, yaitu pada revolusi industri 2.0. Perubahan pada revolusi 2.0 ini ditandai dengan ditemukannya tenaga listrik sebagai pengganti tenaga uap. Mobil pun juga sudah mulai diproduksi secara massal. Namun, perakitan mobil tersebut hanya dilakukan di satu titik yang sama. Hal ini terjadi karena belum adanya transportasi yang bisa mendistribusikan alat-alat berat untuk merakit mobil tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada saat itu, mulai banyak orang yang memiliki mobil, sehingga transportasi dari rumah ke tempat kerja jauh lebih mudah, tidak tergantung jarak, dan tidak tergantung jadwal transportasi umum.
Revolusi industri 2.0 pun berlalu, dan tergantikan dengan revolusi industri 3.0 yang ditandai adanya teknologi otomatisasi. Makna tersendiri dari teknologi otomatisasi adalah mesin yang bergerak yang berpikir secara otomatis seperti komputer dan robot. Penggunaan teknologi ini merupakan sebuah solusi yang tepat, sehingga produksi dalam jumlah yang besar dapat dilakukan secara otomatis, tepat, cepat, dan juga lebih berkualitas.
Pada zaman sekarang ini, kita sudah memasuki perubahan revolusi industri 4.0 yang merupakan era digital dan era internet. Berbagai inovasi seperti robot yang terhubung dengan internet, Artificial Intelligence (AI), dan hal-hal lainnya yang sangat berkembang dengan pesat pada zaman sekarang ini. Teknologi baru yang belum ada sebelumnya seperti ojek online, tarik tunai lewat ponsel, hingga warung digital pun mulai bermunculan di era revolusi terbaru ini.
ADVERTISEMENT
Pada saat ini, segala sesuatu dapat kita lakukan secara online. Bahkan ketika kita ingin memesan ojek, kita cukup dengan membuka aplikasi ojek online, dan dalam hitungan menit, kita dapat langsung berpergian ke tempat tujuan. Salah satu pelopor jasa transportasi berbasis aplikasi online adalah Gojek. Dengan adanya Gojek, maka dapat dikatakan bahwa bisnis ojek sudah mengalami proses inovasi sesuai dengan perkembangan zamannya di era industri 4.0.

Bagaimana aspek hukum perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online?

Transportasi online terdiri dari dua jenis, yaitu kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua. Berdasarkan Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), hanya kendaraan beroda empat (mobil) yang diakui oleh pemerintah sebagai kendaraan umum, sedangkan kendaraan roda dua (motor/ojek) tidak diakui pemerintah sebagai kendaraan umum.
ADVERTISEMENT
Kemudian, status hukum transportasi online sebagai kendaraan umum juga masih menjadi perdebatan, karena mobil atau motor yang digunakan perusahaan transportasi online menggunakan plat hitam (kendaraan pribadi) bukan plat kuning (kendaraan umum).
Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Permenhub No.32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, yang mengakomodir kendaraan roda empat dari armada transportasi online layaknya kendaraan umum. Namun, mengingat UU LLAJ tidak mengatur kendaraan roda dua sebagai kendaraan umum, maka untuk ojek online belum ada pengaturannya.
Sampai saat ini, peraturan baru mengakomodir transportasi online dengan kendaraan roda empat (go-car, grab-car, uber-car, dll), sedangkan ojek online (go-ride, grab-motor, uber-jek, dll) belum ada aturan yang mengakomodir ojek sebagai kendaraan umum.
Ilustrasi motorcycle accident (Sumber:pexels.com)

Aspek apa saja yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas?

Di zaman sekarang ini, sangat banyak konsumen yang memakai layanan gojek. Namun di sisi lain, konsumen juga merasa khawatir karena kurangnya safety dalam perjalanan berkendara yang dapat berisiko kecelakaan. Karena di Indonesia, salah satu faktor utama yang memakan korban jiwa adalah kasus kecelakaan kendaraan bermotor.
ADVERTISEMENT
Ketika dilakukan observasi kepada 20 orang pengendara ojek online dalam komunitas Unit Reaksi Cepat Wilayah Jakarta Selatan yang dilakukan pada tanggal 14 April 2021, bahwa 12 orang (60%) pengendara sepeda motor memiliki perilaku safety riding yang kurang baik.
Contoh dari perilaku safety riding yang kurang baik adalah mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Pengendara sering melakukan selip-menyelip dalam keadaan macet, sering menerobos lampu merah, dan memiliki pengetahuan yang minim terhadap jarak minimal cahaya penerangan dari lampu dekat.
Selain itu, hal lainnya yang dapat mengakibatkan kecelakaan terhadap pengendara adalah karena kurangnya dukungan dan perhatian keluarga terhadap perilaku pengendara dalam mengendarai kendaraan. Dari hasil data yang diperoleh, terdapat 45% keluarga membiarkan jika pengendara melakukan kesalahan dalam berkendara dan 55% keluarga lainnya tidak peduli dengan kondisi kendaraan yang digunakan oleh pengendara.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa masih banyak pengemudi ojek online yang kurang memperhatikan aspek keselamatan dalam berkendara, sehingga hal tersebut dapat berisiko pada kecelakaan.
Berdasarkan data Kepolisian Negara Republik Indonesia, jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2010-2020 sekitar 147.798-197.560 jiwa, dan jumlah korban meninggal dunia berkisar 23.529-32.657 jiwa.
Kemudian, berdasarkan data dari NTMC Polri, pada Januari-September 2022 ada 94.617 kasus kecelakaan lalu lintas. Jumlah ini meningkat 24.000 atau sekitar 34,60 persen kasus kecelakaan lalu lintas dibandingkan 2021. Serta, jumlah korban yang meninggal dunia sampai September 2022 terdata 19.054 jiwa, naik sekitar 3,72%.

Apakah ada perlindungan hukum terhadap penumpang kecelakaan transportasi online?

Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pengguna transportasi online seharusnya mendapatkan perlindungan hukum, apabila mengalami kejadian atau hal-hal yang tidak terduga.
ADVERTISEMENT
Selain itu, adapun pasal 19 UU No.8 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
Jadi, perusahaan transportasi online (pelaku usaha) dalam hal ini bertanggung jawab apabila penumpangnya (pengguna jasa) mengalami kejadian yang tidak diduga sebelumnya, seperti kecelakaan atau kejahatan saat menggunakan transportasi online tersebut.
Berdasarkan pasal 19 ayat 2 dan 3, bentuk pertanggungjawaban tersebut adalah ganti rugi pada penumpang, berupa pengembalian uang atau pengembalian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai maksimal 7 hari setelah tanggal transaksi antara penumpang dan driver.
ADVERTISEMENT
Ketika perusahaan tidak mau bertanggung jawab terhadap penumpang yang dirugikan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan melakukan pengaduan atau keluhan yang dialami oleh konsumen kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang diakui pemerintah. Atau korban dapat pula meminta pendampingan hukum pada advokat, pengacara, atau ahli hukum. LPKSM atau Advokat akan membantu konsumen untuk memperjuangkan hak yang dirugikan.
Proses yang dapat ditempuh untuk memperjuangkan hak penumpang atau konsumen yang dirugikan, yaitu:
ADVERTISEMENT