Efektifkah Zonasi untuk Meratakan Akses Kualitas Pendidikan di Indonesia?

Syafiraa
Mahasiswi jurusan kesehatan masyarakat di Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
28 Agustus 2023 20:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafiraa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret pendidikan di pelosok negeri. Foto: dok. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Potret pendidikan di pelosok negeri. Foto: dok. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sistem zonasi sendiri merupakan sistem pendaftaran calon peserta didik berdasarkan domisili atau wilayah tempat tinggalnya. Sistem ini lebih memprioritaskan jarak rumah calon peserta didik yang lebih dekat dari sekolah yang dituju.
ADVERTISEMENT
Dari tahun ke tahun, teknis jalur zonasi sebagai kuota utama atau paling besar penerimaannya selalu berubah-ubah. Awal diberlakukan pada tahun 2017, kuota jalur zonasi sebesar 90 persen. Kemudian pada tahun 2018 berubah menjadi 80 persen. Pada tahun 2019, kuota dikurangi secara drastis menjadi 50 persen saja dan diberlakukan hingga tahun ini.
Sistem zonasi sekolah menjadi topik panas tiap tahunnya yang selalu muncul di media berita elektronik maupun online pada waktu PPDB. Tiap tahun muncul persoalan kecurangan jalur zonasi yang dibuktikan dengan banyaknya laporan kepada Dinas Pendidikan daerah setempat.
Mulai dari pemalsuan domisili kartu keluarga, pemindahan calon peserta didik ke kartu keluarga baru, pendataan radius rumah ke sekolah tujuan yang tidak sesuai, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme oleh oknum sekolah yang nakal serta masih banyak lagi kasus-kasus lainnya.
ADVERTISEMENT
Orang tua calon peserta didik baru banyak yang kontra menyikapi hal ini. Faktanya, sejak awal diberlakukan sistem ini memang sudah banyak kecurangan yang dilakukan agar dapat masuk ke sekolah yang sudah diinginkan atau direncanakan sejak dulu.
Melihat banyaknya kontra, sistem zonasi dirasa kurang tepat dalam upaya meningkatkan dan meratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Label sekolah “favorit” yang masih terus ada  di lingkungan masyarakat hingga saat ini membuat sebagian orang menginginkan masuk ke sekolah tertentu bagaimanapun caranya, termasuk cara curang sekalipun.
Harapan pemerintah untuk memeratakan pendidikan di Indonesia melalui jalur zonasi dirasa belum efektif. Melihat dari segi kualitas pendidikan pun, pemerataan akses belum sepenuhnya siap untuk diberlakukan.
Nyatanya kualitas pendidikan di sekolah yang dekat dengan domisili, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) cenderung masih kurang dalam hal sarana dan prasana.
ADVERTISEMENT
Jika dihadapkan antara dua pilihan di mana ada sekolah yang kualitasnya kurang tetapi jaraknya dekat, dengan sekolah yang kualitasnya bagus tetapi jaraknya jauh. Sebagian besar pasti akan yang memilih opsi kedua. Artinya, akses pendidikan belum bisa merata jika kualitasnya masih kurang.
Ketidaksesuaian antara jumlah penduduk dengan keberadaan sekolah di daerah tertentu juga mendukung alasan kurang tepatnya sistem zonasi sebagai langkah pemerataan akses kualitas pendidikan di negara Indonesia.
Ada anak-anak Indonesia yang belum bisa merasakan rasanya mengenyam pendidikan di bangku sekolah karena akses yang sulit dan belum memadai. Terlebih jarak yang jauh dari tempat tinggal menyebabkan sebagian dari mereka terpaksa putus sekolah.
Adapun beberapa sekolah yang kekurangan peserta didik hingga terpaksa menutup sekolah mereka karena aktivitas belajar mengajar yang tidak memungkinkan untuk dilakukan. Ketimpangan dalam kedua hal ini sangat menjelaskan bahwa sistem zonasi tidak sepenuhnya mampu memeratakan akses kualitas pendidikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu mengevaluasi secara terus-menerus terkait kebijakan sistem zonasi. Di sini, koordinasi antara pemerintah, dinas pendidikan daerah, dan sekolah sangat diperlukan untuk mengatasi masalah pemerataan kualitas pendidikan.
Bagaimana menginginkan akses pendidikan yang merata, sedangkan kualitasnya saja belum sepenuhnya tertata? Seharusnya pertanyaan ini bisa menjadi bahan evaluasi kembali bagi pemerintah, melihat lebih dalam lagi kondisi nyata yang ada di dunia pendidikan Indonesia demi terciptanya ksatria penerus bangsa yang bermutu, unggul, dan mampu bersaing di tingkat internasional.