Langkah Nekat Allan Simonsen si Pemenang Ballon d'Or

Supersoccer
Situs web sepak bola terlengkap menampilkan berita sepak bola internasional, preview highlights pertandingan ligaEropa, klub dan pemain, statistik pertandingan.
Konten dari Pengguna
11 April 2020 13:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Supersoccer tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Trofi Ballon d'Or. Foto: Thomas SAMSON / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Ballon d'Or. Foto: Thomas SAMSON / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Khayalan liar tentang dua pemenang Ballon d'Or: Lionel Messi cabut dari Barcelona untuk memperkuat Queens Park Rangers. Cristiano Ronaldo hengkang dari Juventus dan memutuskan bergabung dengan Sheffield Wednesday.
ADVERTISEMENT
Akankah itu terjadi? Akankah dua sosok pesepak bola berjuluk 'GOAT' itu menanggalkan pernak-pernik reputasi mewah mereka masing-masing demi memperkuat tim yang berkompetisi di EFL Championship tersebut?
Rasa-rasanya, memang cuma khayalan liar dan fantasi 'jorok'. Kalaupun sudah lelah dengan persaingan ketat di Eropa, Messi dan Ronaldo mungkin lebih memilih untuk bersantai sambil mengeruk cuan di Amerika Serikat atau Timur Tengah.
Namun nyatanya, pernah ada seorang pemain bintang, bahkan seorang pemenang Ballon d'Or, yang mengambil langkah 'ekstrem' dalam kariernya. Namanya adalah Allan Simonsen.
Penyerang asal Denmark yang bermain pada era 70-an dan 80-an ini mengenyam kesuksesan kala berkostum Borussia Moenchengladbach dan Barcelona. Bersama Die Fohlen, Simonsen merengkuh tiga trofi Bundesliga dan masing-masing satu trofi DFB Pokal, DFL Supercup, dan Piala UEFA (sekarang Liga Europa).
ADVERTISEMENT
Simonsen juga membawa Gladbach ke partai final European Cup (sekarang Liga Champions) 1977. Namun sayang, satu golnya di laga yang berlangsung di Stadio Olimpico itu tak mampu membendung keperkasaan Liverpool yang memaksa laga diakhiri dengan skor 3-1.
Meski begitu, kegemilangannya sepanjang musim 1976/77 membuatnya layak dianugerahi penghargaan Ballon d'Or. Pamor Simonsen mengalahkan kandidat kuat lainnya, seperti Kevin Keegan (Hamburg SV) dan Michel Platini (Nancy).
Menurut data Transfermarkt, selama 1972-1979, Simonsen mencetak 116 gol untuk Gladbach dari 245 laga lintas ajang. Pencapaian ini membuat Barcelona kepincut.
Pria kelahiran 15 Desember 1952 ini lalu memperkuat skuat Blaugrana per awal musim 1979/80. Tiga musim (1979-1982) memperkuat Barcelona, Simonsen mengemas 40 gol dari 116 laga lintas ajang. Masing-masing satu trofi Copa del Rey dan Piala Winners direngkuhnya.
ADVERTISEMENT
Boleh jadi, sebenarnya karier Simonsen bersama Barcelona bisa lebih panjang dari kenyataannya. Akan tetapi, kehadiran sesosok 'Dewa Sepak Bola' di kubu 'Raksasa Catalunya' itu membuat Simonsen tersingkir.
Tebak siapa yang dimaksud? Ya, Diego Maradona.
Diego Maradona saat berkostum FC Barcelona. Foto: AFP/JOEL ROBINE
Masalahnya, dulu, cuma dua pemain non-Spanyol yang boleh didaftarkan oleh setiap klub-klub La Liga. Kehadiran si penyerang Argentina membuat El Barca harus memilih antara Simonsen atau gelandang Jerman, Bernd Schuster; yang mesti dipertahankan.
Rupanya, kondisi ini membuat Simonsen kesal dan ingin hengkang dari Camp Nou. Dua klub yang paling berminat untuk menampung jasanya adalah Real Madrid dan Tottenham Hotspur.
London atau Madrid? Simonsen punya dua pilihan untuk mengarungi musim 1982/83: Cari pengalaman baru di Inggris atau mengkhianati publik Catalunya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, dia memilih London. Namun bukan Spurs, melainkan Charlton Atlhletic. Bukan klub First Divison, melainkan klub yang bermain di English Second Division.
Kenapa Simonsen mau menerima pinangan klub asal London Tenggara itu? Kenapa dia nekat menyingkir dari kompetisi elite Eropa? Kenapa dia seolah menurunkan standar dirinya?
Alasannya sederhana. Dia ingin santuy sejenak. Pengin main sepak bola dengan beban stres yang minimal.
“Saya ingin hidup lebih tenang, sehingga saya memilih klub yang biasa-biasa saja, meskipun tetap ada ambisi dan uang," kata Simonsen, dilansir Information.
Di sisi lain, The Addicks juga cukup terbilang nekat. Mereka mengajukan tawaran sebesar 324.000 poundsterling, nilai yang melampaui tawaran dari Real Madrid dan Spurs, untuk memboyong Simonsen.
ADVERTISEMENT
Asal tahu juga, jumlah uang itu juga lebih besar dua kali lipat dari uang yang dibayarkan Barcelona untuk mengangkut Simonsen dari Gladbach pada tiga tahun sebelumnya. Selain itu, Charlton juga bersedia membayar 82.000 poundsterling untuk gajinya selama setahun.
Namun pada akhirnya, Simonsen cuma sebentar membela Charlton. Klub yang bermarkas di The Valley itu engap-engapan untuk mendanai transfer dan gaji Simonsen setelah tiga bulan.
Akhirnya, tak sampai setahun, Simonsen dijual ke klub asal Denmark, Vejle BK. Meski begitu, dia sempat meninggalkan jejak 9 gol dari 16 laga dalam sejarah Charlton Athletic.
Allan Simonsen. Foto: GENT SHKULLAKU / AFP
Bersema Vejle BK, Simonsen kembali bersinar. Meski membela klub yang reputasinya kurang populer di Eropa, tetapi Simonsen kembali bisa membuat namanya masuk kandidat peraih Ballon d'Or 1983.
ADVERTISEMENT
Sayang, dalam hasil akhir voting, Platini (Juventus) menang mutlak. Simonsen hanya menduduki peringkat ketiga di belakang Kenny Dalglish (Liverpool). Usai membela Vejle BK selama 1983–1989, Simonsen memutuskan pensiun.
Jadi, kira-kira, akankah Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo tertarik mengambil langkah seperti Allan Simonsen ini? Ingat, hidup ada kalanya mesti dilakoni dengan santai.
---
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi uang tunai Rp50.000.000. Buruan daftar di sini.