Rencana Pelabelan Bebas BPA terhadap Galon AMDK: Wajib Persetujuan Presiden

Sofie Wasiat
Alumnus Taruna Nusantara dan Fakultas Hukum UGM. Kini menempuh studi Master of Public Administration (UI).
Konten dari Pengguna
6 Desember 2021 12:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi air galon Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi air galon Foto: Shutter Stock

Pendahuluan

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini industri telah digegerkan oleh adanya Rancangan Perka BPOM tentang Pelabelan Bebas BPA. Peraturan ini ditujukan spesifik terhadap Galon Air Minuman dalam Kemasan (AMDK) yang terbuat dari Polikarbonat (PC) dilatar-belakangi oleh munculnya tekanan dari pihak tertentu terkait keamanan BPA yang mengancam kesehatan ibu hamil dan bayi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya terhadap tekanan tersebut, BPOM telah menerbitkan penjelasan sebanyak dua kali melalui website-nya yaitu pada tertanggal 24 Januari 2021 tentang Kandungan BPA pada Kemasan Galon AMDK yang pada intinya kandungan BPA masih di bawah batas aman dan mengutip Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) yang menyatakan bahwa belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan, serta beberapa penelitian internasional lainnya.
Kemudian pada tanggal 29 Juni 2021 juga dijelaskan kembali bahwa kandungan BPA masih berada pada batas aman yaitu <0,6 bpj, mg/kg sesuai dengan Peraturan Badan POM No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, disertai hasil sampling dan pengujian laboratorium pada Tahun 2021 yang menunjukan migrasi BPA galon AMDK hanyalah sebesar rata-rata 0,033 bpj, serta hasil pengujian laboratorium (dengan batasan pengujian sebesar 0,01 bpj) yang menunjukkan bahwa cemaran BPA dalam AMDK yang tidak terdeteksi.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, keadaan berbalik dan saat ini telah disusun Rancangan Perka BPOM yang mengatur pelabelan bebas BPA pada galon AMDK berbahan PC tersebut. Adapun tanpa didasari munculnya tekanan-tekanan yang diikuti dengan adanya Rancangan Perka tersebut berbarengan dengan masifnya pemasaran produk galon AMDK sekali pakai berbahan PET diberbagai saluran media yang patut menjadi sebuah pertanyaan besar.
Namun apa pun itu, masih beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penerbitan Perka BPOM tersebut, termasuk pula mitigasi risiko mengenai adanya dampak negatif yang terjadi.

Perlunya Memperhatikan Kewenangan dari K/L Lain

Setidaknya terdapat 3 Kementerian lain yang memiliki kewenangan terkait dengan keberlangsungan usaha Galon AMDK tersebut, di antaranya adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan kewenangan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan adalah bahwa saat ini kemasan pangan telah diatur dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kemudian perlu terpikirkan mengenai mitigasi risiko atas rencana kebijakan pelabelan tersebut, di antaranya lesunya industri Galon AMDK berbahan PC bahkan bisa mematikan UMKM Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) atau justru sama sekali tidak dipatuhi karena tidak implementable, mengingat bahwa DAMIU tidak memiliki galon tersebut. Kelesuan industri tersebut pun akan berpengaruh pada kontribusi Produk Domestik Bruto yang juga akan turun.
Di lain sisi, kebutuhan AMDK di masyarakat juga tidak akan terpenuhi dengan Galon AMDK berbahan PET saja, selain itu masyarakat juga akan dirugikan karena biaya produksi pada akhirnya pun akan dibebankan pada harga jualnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian terkait dengan KLHK, bahwa terdapat kewajiban produsen atas pengurangan sampah (Extended Producer Responsibility-EPR) di mana produsen harus pertanggung jawab terhadap produk yang mereka buat atau jual setiap kali produk tersebut berubah menjadi limbah serta adanya peta jalan pengurangan sampah plastik yang tertuang dalam Peraturan Menteri KLHK No. 75 Tahun 2019, yang masih perlu dipikirkan strateginya agar tidak menambah tumpukan sampah yang bersifat anorganik tersebut.
Hal-hal tersebutlah yang perlu dibicarakan secara lintas sektoral, karena ternyata pengaturan label bebas BPA tersebut memiliki efek yang sangat besar termasuk seperti yang telah disebutkan yaitu matinya UMKM dan kemungkinan adanya PHK massal akibat kerugian yang ditanggung oleh industri Galon AMDK berbahan PC.

Persetujuan Presiden sebagai Syarat Penerbitan Perka BPOM tentang Pelabelan Bebas BPA

Per tanggal 2 Agustus 2021, Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres No. 68 Tahun 2021 Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga. Perpres ini ditujukan agar peraturan Menteri/Kepala Lembaga yang diterbitkan dapat berkualitas, harmonis, tidak sektoral, dan tidak menghambat kegiatan masyarakat dan dunia usaha.
ADVERTISEMENT
Sehingga menjadi jelas bahwa Rancangan Perka BPOM tersebut memerlukan Persetujuan Presiden sebelum diterbitkan, sesuai dengan kriteria Pasal 3 ayat (2) huruf a yaitu “berdampak luas bagi kehidupan masyarakat” dan huruf c “lintas sektor atau lintas kementerian/lembaga”.

Perlunya Scientific Evidenced dalam Penyusunan Perka BPOM tentang Bebas BPA

Dalam menyusun sebuah kebijakan khususnya terkait keamanan pangan, hendaknya didasari dengan adanya scientific evidenced sebagai dasar dari pembuatannya dengan diteliti secara luas dan mendalam dengan melibatkan perguruan tinggi dan laboratorium internasional. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya:
1. Perubahan batas kandungan BPA yang aman untuk seluruh jenis kemasan pangan bukan hanya galon air minum guna ulang yang mengakibatkan migrasi BPA
2. Penelitian dampak yang mungkin lebih besar untuk kesehatan dan lingkungan (risk impact analysis) apabila rencana labelisasi dilaksanakan
ADVERTISEMENT
3. Penelitian tidak hanya kandungan BPA pada PC akan tetapi juga Acetaldehyde pada PET, microplastic dsb
Penelitian terhadap Galon AMDK berbahan PET juga diperlukan, karena produk tersebut pada akhirnya akan dijadikan alternatif oleh ibu hamil dan bayi daripada Galon berbahan PC. Jika perlu dibuat peraturan terkait batas aman dari Acetaldehyde tersebut, sehingga BPOM tidak terkesan diskriminasi dan dianggap menerbitkan peraturan perundang-undangan yang tidak adil/unfair.

Kesimpulan

Terhadap rancangan Perka BPOM tentang Pelabelan Bebas BPA masih perlu dipertimbangkan kembali dengan memperhatikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana Kebijakan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan atas Industri AMDK, antara lain atas Industri dan Perdagangan AMDK dan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU)?
2. Bagaimana peraturan PC dan PET pada Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen (Permen LHK No 75/2019 berdasar UU 18/2008, PP 81/2012, Perpres 97/2017)?
ADVERTISEMENT
3. Bagaimana mitigasi risiko atas dampak negatif yang terjadi akibat implementasi tersebut?
4. Benarkah adanya kemungkinan migrasi BPA pada Galon AMDK berbahan PC yang berada di bawah batas aman tetap dapat membahayakan kesehatan?
5. Apakah galon sekali pakai dari bahan PET tidak mengandung unsur yang membahayakan Kesehatan seperti adanya kandungan Acetaldehyde yang sama berbahayanya dengan BPA?
Sehingga apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab, maka akan diketahui apakah memang kebijakan tersebut diperlukan dan tidak berlebihan, serta yang terakhir Persetujuan Presiden terhadap rancangan tersebut merupakan syarat wajib karena sesuai dengan kriteria dalam Perpres No. 68 Tahun 2021 sebelum diterbitkan, di mana kebijakan tersebut menyangkut kewenangan lintas sektoral dan berdampak luas bagi masyarakat.
Jakarta, 6 Desember 2021
ADVERTISEMENT
Safira Wasiat
PH&H Public Policy Interest Group