Petani Jaman "Now" Harus Sejahtera

Sigit Budi
Blogger, travel, kuliner, wisata founder komunitas koperblogg
Konten dari Pengguna
26 Desember 2017 1:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigit Budi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dini Shanti, Lawyer Peduli Petani ,Petani Jaman "Now" Harus Sejahtera
ADVERTISEMENT
Indonesia identik dengan negara agraris, namun seperti kehilangan identitasnya. Sektor pertanian dalam satu dasawarsa terakhir kurang menjadi prioritas, dikawal secara intensif dan dipatok dengan target tinggi.
Untungnya, tiga tahun terakhir Pemerintah Jokowi - JK intensif membangun infrastruktur pertanian. Secara masif dan intensif lewat pembangunan waduk - waduk, sarana irigasi serentak dibangun di kantong pangan dan daerah - daerah lahan kering.
Harapan pemerintah, infrastruktur pertanian tersebut dapat menguatkan ketahanan pangan nasional. Sehingga negeri kita mampu berdikari dalam pengadaan pangan untuk kebutuhan dalam negeri.
Benarkah upaya tersebut akan berhasil ? Mengingat "skill" petani, penerapan teknologi pertanian terkini dan pemasaran hasil pertanian yang mampu diserap pasar belum merata.
ADVERTISEMENT
Persoalan ini terletak pada faktor SDM sektor pertanian yang masih lemah, terutama petani. Presiden Joko Widodo sendiri secara khusus pernah menyoroti soal ini pada Dies Natalis Institut Pertanian Bogor (IPB) beberapa waktu lalu, bahwa minat lulusan IPB cenderung bekerja diluar sektor pertanian daripada menjadi petani.
Menurut Dini Shanti Purwono (43 thn), seorang Advokat Senior di Bursa Efek Jakarta (BEJ), keengganan seseorang menjadi petani karena profesi ini identik dengan kemiskinan.
"Ironis sekali padahal di negara maju seperti Amerika, Australia para petaninya sejahtera", ujar saat berbincang di sebuah Mall di dekat kantornya di Gedung BEJ, Jakarta.
Dini adalah politisi muda yang memulai karier kerjanya sebagai Pengacara Bisnis di Pasar Modal. Saya agak terkejut ketika Dini, Politisi dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini melontarkan komitmen perjuangannya di ranah publik dengan membawa isu di sektor pertanian.
ADVERTISEMENT
"Negara kita ini apa sih, tidak usah dipungkiri negara kita adalah negara agraria, tanah luas, subur, jumlah manusia manusia banyak" ujar Dini.
Menurut Dini yang pernah bekerja di salah satu BUMN itu, profesi terdekat yang sangat dibutuhkan negara ini adalah petani. Kesejahteraan petani adalah isu yang akan diangkat Dini sebagai komitmen perjuangannya sekaligus substansi kampanyenya pada Pileg 2019 nanti.
"Profesi Petani saat ini sangat kita butuhkan, bukan insinyur, lawyer, meski profesi itu juga dibutuhkan", jelasnya.
"Begini, setelah saya pikir - pikir permasalahan negara ini yang ujungnya SARA, "leading"nya ke korupsi dan intoleransi adalah ekonomi rakyatnya tidak dibangun",tambahnya.
Mengingat perjalanan karirnya di bidang hukum cukup panjang, 20 tahun lebih dan menyandang gelar S2 hukum dari universitas terkemuka di dunia, Harvard Law School, saya agak terkejut mendengar penuturannya.
ADVERTISEMENT
Rasa terkejut bercampur heran itu seketika sirna ketika Dini menguraikan ide - ide segarnya untuk sektor pertanian. Diantaranya soal ide modernisasi pertanian yang berkorelasi dengan kesejahteraan petani.
"Bertani jaman "now" seperti petani di Cina, Australia, yang kaya adalah petani", jelasnya.
Saya baru ingat, ternyata ide - ide Dini tersebut sejalan dengan salah satu dari 10 prioritas pembangunan nasional, yakni Ketahanan Pangan.
Untuk lebih mendekatkan dengan permasalahan di akar rumput, Dini telah melakukan "blusukan" di daerah - daerah. Tujuannya untuk mengetahui substansi persoalan para petani, terutama di calon daerah pemilihannya, yaitu wilayah Kab. Kendal, Kab. Semarang, Kota Semarang dan Kab. Salatiga.
Semakin banyak politisi Indonesia berkomitmen memperjuangkan nasib petani seperti Dini, niscaya Indonesia sejahtera.
ADVERTISEMENT
"Di luar negeri, petani itu sebuah profesi terhormat, mereka sejahtera hidupnya", jelas politisi wanita yang sering menjadi narasumber tentang "hate speech" di media televisi ini.
Dini menambahkan, rakyat kita, terutama para petani perlu diberdayakan lagi (empower) agar saat membahas petani, peternak pikiran kita tidak mengidentikannya dengan kemiskinan.
Petani jaman "now" memang harus lebih sejahtera agar kemandirian pangan nasional tercapai.