Mendongenglah Ayah, Jangan Biarkan Anakmu Alami Fatherless

Setiawan Muhdianto
ASN Kementerian Kelautan dan Perikanan Tulisan merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili tempat kerja
Konten dari Pengguna
18 Juni 2023 17:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Setiawan Muhdianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi membacakan dongeng untuk Anak. Foto: Koleksi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membacakan dongeng untuk Anak. Foto: Koleksi Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dari enam artikel terkait fatherless yang dimuat kumparan.com penulisnya adalah mahasiswa. Sepertinya mereka juga masih lajang. Tulisan mereka sangat bagus, penuh muatan akademis. Dengan latar belakang psikologi, kesehatan masyarakat dan keperawatan sangatlah cukup untuk mengulas dari sisi ilmiahnya.
ADVERTISEMENT
Tapi, alangkah lebih sempurnanya apabila ada tulisan dari sudut pandang seorang ayah. Pelaku utama dalam tulisan mereka, yang para penulis itu tuntut dan harapkan.
Lebih berat lagi para komuter di ibu kota. Orang yang bekerja di Jakarta tapi mereka tinggal di daerah penyangga, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Butuh sekitar 3 jam untuk mereka menuju tempat kerja, pergi pulang. Bahkan untuk daerah yang lebih jauh, butuh waktu sampai lima jam.
Tidak jarang, dibutuhkan 12-15 jam untuk mereka berangkat dari rumah dan kembali ke rumah lagi. Praktis, hanya 10-an jam mereka berada di rumah, termasuk waktu untuk tidur. Sepulang di rumah, lelahlah yang dirasa, yang diinginkan adalah santai dan beristirahat.
Gambaran di atas adalah salah satu latar belakang penyebab fatherless. Kesibukan dan waktu yang habis di jalan telah menyita waktu seorang ayah membangun kedekatan bersama anak. Anak-anak akan lebih banyak diurus oleh ibu. Terlebih lagi ketika budaya patriarki masih kuat, mengurus anak adalah kewajiban perempuan, laki-lagi hanya mencari nafkah.
ADVERTISEMENT
Keadaan tersebut diperparah dengan adanya gadget. Meski banyak manfaat, barang ini bisa menjauhkan yang sebenarnya dekat. Kadang kala orang tua ketika di rumah tidak bisa lepas dari gawainya. Sementara anak-anak juga asyik sendiri dengan games dan medsosnya.
Fatherless lebih dimaknai sebagai kondisi di mana sosok ayah ada dan hadir secara fisik, tetapi keterlibatannya tidak ada atau kurang cukup dalam pengasuhan anak. Fenomena ini banyak dialami anak-anak Indonesia. Bahkan, menurut laporan Global Fatherless Children atau Fatherless Country, Indonesia menduduki peringkat ke-3.
Butuh upaya ekstra semua kalangan untuk mengatasi fenomena fatherless khususnya para ayah itu sendiri. Jangan sampai anak-anak mengalami depresi, tidak percaya diri, tidak mandiri, kesulitan belajar dan permasalahan lainnya.
Hari Ayah Sedunia (World Father’s Day) tahun 2023 yang jatuh pada tanggal 18 Juni merupakan momentum untuk menguatkan peran ayah. Ayah harus hadir dalam kehidupan anak-anak, dalam tumbuh kembang mereka. Kenangan bersama ayah akan sangat membekas dalam benak anak. Ingatan itu akan membentuk kehidupan mereka ketika dewasa kelak.
ADVERTISEMENT
Mendongeng bisa dilakukan malam hari menjelang anak tidur. Bacakanlah fabel, cerita rakyat legenda, wayang, kisah para nabi yang menarik bagi mereka. Tidak perlu keahlian khusus untuk melakukan ini. Cukup dengan membaca biasa saja anak sudah senang.
Sumber cerita bisa merupakan improvisasi ingatan sang ayah. Buku-buku berisi dongeng pun begitu mudah dicari. Aplikasi dongeng di gawai juga banyak tersedia. Atau berselancar saja di internet niscaya menemukan ratusan bahkan ribuan judul dongeng.
Mendongeng merupakan sarana efektif untuk menanamkan pesan moral dan nilai kehidupan. Pesan-pesan spiritual, kejujuran, persahabatan, kedermawanan dan nilai baik lainnya akan mudah diterima dengan dongeng.
Berdasarkan pengalaman penulis, dongeng akan membuat anak ketagihan. Ketika bersiap tidur, mereka pasti minta dibacakan. Lelah sepulang kerja terasa hilang. Yang dirasakan sebagai seorang ayah justru ketenangan. Bahagia telah membuat mereka senang.
ADVERTISEMENT
Sejak bayi sampai sekarang, saya selalu mendongeng untuk anak-anak. Bahkan, anak ke-2 yang kelas 5 SD masih ikut mendengarkan adiknya yang kelas 2 untuk dibacakan dongeng. Padahal bisa saja mereka membaca langsung di buku. Lebih seru ketika dibacakan ayahnya, katanya.
Momentum ini juga merupakan ajang bonding dengan anak. Kita bisa menanyakan perkembangan pelajaran di sekolah. Memancing mereka untuk bercerita tentang keseruan hari ini ketika bermain. Atau, memberikan nasihat karena mereka berkelahi sore tadi.
Agar lebih menarik, saya biasa menceritakan pengalaman mereka ketika kecil. Kisah Kelucuan yang dialami ayahnya bisa membuat anak-anak antusias mendengarkan
Benar, setiap anak adalah individu unik. Tuhan telah mencipta mereka lengkap dengan garis tangannya. Takdir dan masa depan mereka telah ditetapkan. Tugas kita hanya menjalankan peran dengan sebaik-baiknya.
ADVERTISEMENT
Tentunya, untuk membentuk anak menjadi baik, sholeh dan sholehah tidak cukup dengan mendongeng saja. Ini hanyalah salah satu cara. Wirid, doa, teladan, tirakat dan usaha lain haruslah tetap dilakukan.
Yang terakhir, pasrahkanlah kepada Yang Kuasa, yang telah menitipkan mereka kepada kita.