Polda Riau Menang, Hakim Tolak Praperadilan Diajukan Wabup Bengkalis Muhammad

Konten Media Partner
24 Maret 2020 19:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
WAKIL Bupati Bengkalis, Riau, Muhammad, berfoto bersama istri. (Foto: Humas Pemkab Bengkalis)
zoom-in-whitePerbesar
WAKIL Bupati Bengkalis, Riau, Muhammad, berfoto bersama istri. (Foto: Humas Pemkab Bengkalis)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Gugatan praperadilan yang dilakukan Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi proyek pipa transmisi PDAM senilai Rp 3,4 miliar, ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
ADVERTISEMENT
Putusan menolak gugatan Praperadilan tersebut diputuskan oleh Majelis Hakim tunggal, Yudisilen, Selasa (24/3/2020). Hakim tunggal menyatakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau dalam menetapkan Muhammad, sudah sesuai prosedur dan perlu dibuktikan di persidangan.
"Menerima eksepsi termohon (Ditreskrimsus Polda Riau) dan menolak permohonan (Prapid) pemohon (Muhammad)," kata Hakim Yudisilen yang merupakan hakim tunggal dalam menangani perkara tersebut.
Dengan ditolaknya praperadilan Muhammad, hakim memerintahkan penyidik Ditreskrimsus Polda Riau untuk melanjutkan proses penyidikan dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) pada 2013 silam.
Muhammad mengajukan praperadilan dan menggugat Polda Riau ke PN Pekanbaru karena menilai penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Tembilahan tidak sah.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatannya, Muhammad yang kini masuk Dalam Pencarian Orang (DPO) meminta kepada hakim untuk memerintahkan Ditreskrimsus Polda Riau mencabut status tersangka disandang pemohon. Ia menilai penetapan tersangka itu tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
Terpisah, Wakil Direktur Reskrimsus Polda Riau, AKBP Fibri Karpiananto, mengatakan, penyidik akan terus melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut.
Pihaknya juga masih memburu Muhammad yang telah dijadikan DPO.
AKBP Fibri mengimbau Muhammad untuk kooperatif. Sebagai pejabat negara seharusnya, Muhammad harusnya memberi contoh yang baik kepada masyarakat dan mendukung proses penegakan hukum.
"Dia pejabat negara, kenapa harus bersembunyi. Di mana tanggungjawabnya dia. Apakah amanah masyarakat yang diberikan ke dia, diabaikan begitu saja," tutur Fibri.
ADVERTISEMENT
Saat proyek pipa transmisi dilaksanakan, Muhammad menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran di Dinas Pekerjaa Umum Riau dengan senilai Rp3,4 miliar.
Dalam perkara ini, sudah ada tiga pesakitan lainnya yang dijerat. Mereka adalah, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas. Ketiganya sudah dihadapkan ke persidangan.
Dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek bersumber dari APBD Riau di antaranya, pipa terpasang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dipersyaratkan dalam kontrak.
Lalu, tidak membuat shop drawing dan membuat laporan hasil pekerjaan.
Kemudian, tidak dibuat program mutu, tidak melaksanakan desinfeksi (pembersihan pipa), tidak melaksanakan pengetesan pipa setiap 200 meter. Selanjutnya, pekerjaan lebar dan dalam galian tidak sesuai kontrak, serta penyimpangan pemasangan pipa yang melewati dasar sungai.
ADVERTISEMENT
Adapun perbuatan melawan hukum dilakukan Muhammad antara lain menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kwitansi, surat pernyataan kelengkapan dana faktanya mengetahui terdapat dokumen tidak sah, serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.
Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap.
Muhammad juga menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian Rp 2,6 miliar.