Orang Pendek: Misteri Hobbit Indonesia yang Belum Usai

Yudhi Andoni
Sejarawan. Dosen Sejarah Universitas Andalas, Padang.
Konten dari Pengguna
9 September 2023 11:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Andoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hutan lebat. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hutan lebat. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Orang Pendek atau Uhang Pandak merupakan sebutan hobbit Indonesia yang berasal dari tanah Kerinci, pedalaman Sumatera. Sejak berabad-abad lalu Orang Pendek telah menjadi narasi sejarah kuno atas keberadaannya yang sulit diungkap, apakah mitos atau realitas?
ADVERTISEMENT
Keberadaan Orang Pendek melalui temuan para arkeolog di Liang Buang, sebuah gua besar di dataran tinggi Flores, NTT, seakan mendapat legitimasi. Para arkeolog sejak awal tahun 2000-an menemukan rangka tubuh manusia dewasa berusia sekitar 50-60 ribu tahun lalu yang diyakini sebagai “hobbit Indonesia”.
Menurut perkiraan para peneliti, kerangka itu tingginya sekitar 1 meter, dengan berat kira-kira 30 kilogram. Perkiraan tinggi dan berat itu relatif sama dengan cerita yang berkembang di tengah masyarakat Kerinci yang berdiam di bawah Gunung Kerinci, Provinsi Jambi.

Berburu Orang Pendek

Ilustrasi Gunung Gerinci konon rumahnya Orang Pendek. Foto Taman Nasional Kerinci Seblat.
Sekitar akhir tahun 2006, saya mendapat sebuah proyek kecil dari seorang sejarawan dari Australia, Prof. Robert Cribb dari ANU. Penulis menjadi pencari data lapangan terkait keberadaan Orang Pendek yang diketahui Prof Cribb kala berdiskusi dengan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Prof Cribb sendiri di Indonesia terkenal sebagai peneliti sejarah. Karya-karyanya sangat berpengaruh dalam kajian sejarah masa Revolusi dan Pembantaian 1965-1966. Karyanya “Para Jago dan Kaum Revolusioner: Jakarta 1945-1949” merupakan buku babon, buku rujukan utama melihat sejarah para pemuda radikal masa perang di kalangan sejarawan tanah air.
Selain itu, bukunya yang lain “The Indonesian Killing: Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966” banyak dikutip para aktivis HAM di Indonesia. Karya Prof Cribb ini dianggap sebagai karya yang lengkap memotret apa yang terjadi pada orang-orang PKI di awal berkuasanya Orde Baru/Suharto.
Jadi keingintahuannya pada Orang Pendek sebagai objek tak lain dari kajian mayornya selama ini, tak lain sekadar bisa nimbrung dalam percakapan keluarga yang banyak ahli eksak ketimbang sosial seperti dirinya. Demikian pengakuan Prof Cribb ketika penulis heran dan bertanya rencana risetnya yang tak biasa itu.
ADVERTISEMENT
Setelah memberikan beberapa arahan, saya berangkat ke Sungaipenuh, Kerinci. Perjalanan kala itu melalui transportasi darat selama satu hari satu malam menggunakan bus tua yang berjalan tetatih-tatih di jalanan yang belum makan aspal.
Setelah perjalanan nan melelahkan, beberapa kali mogok, pemandangan hutan angker, dan dikejar bayangan mata harimau di malam hari. Penulis memasuki Sungaipenuh di pagi hari dingin yang cerah dan indah. Masih terhampar kabut melayang-layang di perbukitan yang mengitari kota kecil Sungaipenuh. Penulis pun turun dan mencari penginapan tak jauh dari pusat kota.
Setelah istirahat sejenak, sarapan, penulis mulai menuju pasar yang tak jauh dari pusat kota. Penulis bertanya-tanya pada orang-orang sekitar. Hampir semua orang di pasar yang penulis temui mengetahui tentang Orang Pendek. Cerita mereka pun seru.
ADVERTISEMENT
Ada yang bercerita kalau Orang Pendek itu pernah ke pasar dan membeli barangnya dengan daun. Lainnya mengisahkan kalau Orang Pendek itu seorang penggembala babi hutan. Tinggi Orang Pendek kira-kira satu meter atau kurang. Besar badannya tak lebih dari anak kelas 1 atau 2 SD. Salah satu keunikan Orang Pendek itu adalah telapak kakinya yang terbalik.
“Jadi tumitnya itu ke depan bersamaan dengan tempurung lutut. Kalau mereka berjalan itu mundur seperti kita orang biasa,” terang seorang narasumber. Lainnya juga bercerita bila Orang Pendek itu makan ulat pohon mati. Larinya sangat kencang kalau ditemui.
“Apakah Bapak pernah melihatnya sendiri?” tanya saya.
“O, tidak. Si anu yang pernah lihat...,” lantas dia pun bercerita tentang Orang Pendek seakan dia sendiri yang mengalami. Demikianlah sekira 10 orang yang saya temui mengaku melihat, mengetahui, dan paham Orang Pendek melalui mata atau telinga orang lain.
ADVERTISEMENT
Informasi penting yang mereka berikan kalau beberapa peneliti asing pernah bersama tim dari TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) memasang kamera infra-merah di kaki Gunung Kerinci atau kawasan taman nasional guna memotret keberadaan Orang Pendek ini. Maka penulis pun segera menuju kantor TNKS yang tak jauh dari pasar Sungaipenuh.
Para pamong TNKS melayani saya dengan ramah. Baik hati mereka pun memberi akses terhadap laporan berkala atas temuan mereka kala mencari keberadaan Orang Pendek. Setidaknya sekitar hampir 1000 halaman penulis diizinkan untuk meng-copy dan mengiringkannya ke Australia, ke Prof Cribb. Setelah satu minggu berburu Orang Pendek, saya pulang ke Padang membuat laporan lapangan.
Sekitar tiga bulan kemudian Prof Cribb tertarik datang ke Sungaipenuh. Ia ingin mewawancarai orang-orang yang pernah saya temui di Sungaipenuh. Di Sungaipenuh kami kemudian dipertemukan dengan dengan Pak Zulkarnain, seorang sejarawan lokal yang aktif menjaga tinggalan sejarah Sungaipenuh.
ADVERTISEMENT
Ia kala bertemu dengan kami berseloroh kalau saya, Prof Cribb, dan dua orang dari Universitas Andalas yang menemani telah bertemu Orang Pendek.
“Ya, sayalah Orang Pendek itu,” katanya terkekeh. Pak Zulkarnain memang bertubuh kecil. Tingginya sekitar satu meter lebih. Ia lincah, riang, dan banyak tersenyum.
Ia pun membawa kami bertemu dengan para petani di kaki Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh untuk mendengarkan kesaksian langsung mereka yang pernah bertemu dengan Orang Pendek. Hampir seminggu kami ditemani Pak Zulkarnain. Saat hendak pulang Pak Zulkarnain kembali bergurau pada kami.
“Kalau sudah di Padang jangan lupa Orang Pendek ini, ya,” katanya sambil tertawa. Sekarang kabarnya beliau sudah almarhum.
Di Padang setelah diskusi temuan penelitian, saya menanyakan kesimpulan Prof Cribb. Apakah benar yang orang-orang lihat di Sungaipenuh itu Orang Pendek. Prof Cribb tersenyum dan membilang kalau dia tak bisa membuat kesimpulan seperti itu.
ADVERTISEMENT
Dia tidak memiliki gambaran yang kuat dan perbandingan yang sahih tentang Orang Pendek. Prof Cribb mengirakan kalau yang mereka lihat atau asosiasikan dengan Orang Pendek tak lain beruang yang di hutan-hutan Sumatera yang memang berukuran kecil dibanding jenis lain di kawasan Eropa.
“Saya tak berharap banyak, tapi setidaknya saya mendapat pengalaman berharga dapat mengunjungi pedalaman Sumatera yang eksotik,” sebut Prof Cribb. Ia pun kembali ke ANU melanjutkan kerjanya sebagai indosianis. Dan saya pun kembali ke rutinitas sebagai penulis canggung yang terus belajar menulis.