Ceritaku tentang Menteri Rudiantara

dimas nugraha
Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemkominfo. Lulusan sekolah jurnalistik yang lupa ilmunya.
Konten dari Pengguna
1 Februari 2021 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dimas nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Terima kasih Chief RA (Rudiantara)

Menkominfo Rudiantara. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkominfo Rudiantara. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bercerita tentang Rudiantara, atau yang biasa disapa dengan Chief RA, itu gampang-gampang tapi sulit. Gampang karena Chief RA adalah seorang menteri. Public figure. Sosoknya dibicarakan di mana saja. Baik dan buruk. Disanjung maupun digunjing. Mudah saja merangkai cerita dari informasi yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Lantas, di mana susahnya? Sulitnya adalah memilih informasi agar cerita tetap objektif walaupun dari sudut pandang subjektif. Saya ingin terlihat spesial, muncul dari hati, cerita dari pengalaman. Namun, tanpa mencoba menembak ke kanan dan ke kiri. Bingung kan? Hehehe.

(Bukan) Tim (Pembisik) Menteri

Kesempatan tak datang dua kali. Itu yang terbesit di kepala saya ketika menjadi salah satu dari empat orang perwakilan Direktorat Jenderal yang akan ditempatkan di “Tim Menteri”. Think Thank, katanya. Padahal, Saya paling malas dengan yang namanya berhadapan dengan pejabat, apalagi menteri. Harus penuh manner, unggah-ungguh, dan sopan santun ala raja zaman dahulu. Jauh dari keseharian saya yang santai, sradak-sruduk, terkesan urakan. Kendati setengah hati, namun dari sinilah semua cerita bermula.
ADVERTISEMENT
Cerita yang paling lucu adalah ketika hubungan kami dengan atasan meredup. Jarang disapa, jarang ditanya. Seolah menjauh. Usut punya usut, alasannya sederhana, kami dianggap sebagai pembisik menteri. Menginformasikan, hmmm, melaporkan tepatnya, tindak-tanduk atasan kami kepada Chief RA.
Ini bermula, pada suatu masa ketika bos-bos kami mendapat arahan Chief RA di sesi outbond tahunan. Ada kalimat sensasional Chief yang bisa jadi ditangkap tanpa konteks yang pas. “… Saya tak segan merotasi, bahkan menonaktifkan bapak ibu bila …. Saya akan tanya anak-anak,” demikian kurang lebih ucapan yang mungkin saja telah terdegradasi kata, kalimat, bahkan maknanya. Kalimat yang diklaim, disampaikan Chief RA kepada bos-bos kami. “Anak-anak” yang dimaknai sebagai kami, yang katanya “Tim (pembisik) Menteri”.
ADVERTISEMENT
Asal tahu saja, kesempatan kami bertemu Chief jauh lebih sulit dibanding yang lain. Itu karena kami harus berhadapan dan lolos terlebih dahulu dari tahapan maut, pematangan project ke Staf Khusus beliau, Bunda Lis Sutjiati . Dan hal tersebut jaranglah terjadi dalam sejarah kehidupan Kominfo.
Masih percaya kalau kami pembisik menteri? Yang benar saja.
Tepatnya, kami adalah sekumpulan orang beruntung yang mendapat kesempatan dibimbing langsung oleh mentor super pengalaman. Mendapat kesempatan untuk berani berpikir, merancang, dan mencoba berbuat dengan pengawasan risiko super ketat. Pemimpin yang mencoba melahirkan anak-anak baru Kominfo.
ADVERTISEMENT

Chief RA dan Kawan-kawannya

Konon, langkah menuju kesuksesan dimulai dari memilih anggota tim yang tepat. Inilah salah satu yang membuat Saya takjub bukan kepalang pada Chief RA. Bagaimana mengatur orkestrasi antar “tim intinya” sehingga mampu menggerakkan kementerian dengan 3000 pegawainya.
Ketika pertama kali bergabung dengan Kementerian, Chief RA membawa, katakanlah demikian, tiga orang penggawa. Mereka ditempatkan sebagai staf khusus menteri.
Yang pertama seorang perempuan namanya Lis Sutjiati. Chief menyebutnya orang yang “Makes Thing Happen”. Galak. Super galak, kalau kata kami. Tapi Chief menyebut perempuan ini seseorang yang sempurna. Bayangkan saja, sebelum di Kementerian, jabatannya dulu tinggi sekali. Kerja di sebuah konsultan top five dunia. Jabatannya yang tertinggi di situ. Tapi dia memilih menjadi staf khusus, mengabdi di kementerian, karena ingin punya kontribusi untuk Indonesia. Makin wow, setelah mendengar bahwa usianya hanya terpaut beberapa tahun saja dari Saya.
ADVERTISEMENT
Anggota tim kedua bernama Danrivanto Budhijanto atau biasa disebut Pak D.A.N. Seorang ahli hukum digital atau cyberlaw yang jumlahnya masih terbatas di negeri ini. Bangga, karena beliau lulusan Bandung. Mungkin sesama Viking, Persib nu Aing. Hehehe.
Ketiga adalah Deddy Hermawan, nama ini yang kemudian akan menjadi mentor kami di Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP). Dia terakhir masuk di antara tiga trisula ini. Wartawan senior yang banyak pengalaman. Konon sudah ikut Chief sejak masih di industri telkom dan kemudian dia selalu ikut beliau kemanapun. Mantan aktivis. Bicaranya khas jawa timuran: lepas, kadang tanpa kontrol.
Bisa jadi karena kedekatan kami, terkadang sudah seperti kawan sendiri. Pribadinya sebenarnya mengesalkan, tapi kita baru bisa mengerti maksudnya setelah peristiwa tersebut kejadian. “Tuh kan aku bilang juga apa.” “Kamu sih gak mau ikut aku.” Kira-kira kalimat itu yang terus dia ulang ketika kami berulang kali melakukan kesalahan. Galak? Diomelin? Pasti. Tapi ya sudah, namanya juga proses pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Dia dipercaya untuk urusi komunikasi publik dan mungkin lobi-lobi politik. Ada indikasi karena mantan aktivis dan punya teman-teman luar biasa yang cuma pernah saya lihat di TV.
Selain tiga trisula tadi, Chief RA juga membawa tiga orang hebat lainnya, ada pak Bambang yang dipercaya untuk menjadi “jubir” di media sosialnya. Membuat beragam artikel dan foto menarik untuk pencitraan Chief.
Berikutnya Mas Donny Budi Utoyo. Nama yang lagi-lagi hanya pernah saya baca di internet. Belum pernah melihat sebelumnya, tak ada interaksi, atau bahkan sekadar melihat muka. Jabatannya Tenaga Ahli Menteri Bidang Literasi Digital. Orang ini hebat luar biasa. Pada akhirnya mas Donny lah yang berjasa mengantarkan perjalanan proyek kami, IndonesiaBaik.id untuk mendapatkan penghargaan tertinggi dari badan dunia.
ADVERTISEMENT
Berikutnya ada Dedi Permadi, dosen dan doktor termuda Universitas Gadjah Mada (UGM). Muda dan cerdas, paduan yang luar biasa. Usianya ternyata lebih muda dari saya, tapi pengalamannya untuk mengkoordinir sebuah gerakan literasi digital berskala nasional, Siberkreasi, patut diacungi jempol.
Oh iya, ada lagi Ibu Rika, sekretaris pribadi Chief RA. Usianya mungkin sudah berbilang, tapi wajahnya tampak selalu awet muda. Dia yang mengatur semua pernak-pernik Chief. Ya, semuanya. Mulai dari makan, jadwal, obat, sampai mungkin uangnya. Heheheh.
Pernah suatu waktu, sebelum kami berangkat ke Jenewa, Swiss untuk menerima penghargaan, Chief RA mengatakan akan memberi kami bekal untuk traktiran makan kepada seluruh delegasi. “Minta ke Bu Rika ya,” kata Chief.
ADVERTISEMENT
Dan segera kami menanyakannya ke Bu Rika. Layaknya manajer keuangan, beliau menyebutkan nominal sambil membuka kunci brankas, “Dolar Singapura kan ya, bukan US. Karena yang US kan untuk bapak ke xxx. Dan yang satunya untuk Bapak ke yyy,” jelas Bu Rika.
Bu Rika adalah orang yang sangat perhatian kepada Chief RA. Jika satuan kerja kami menyertakan Chief sebagai Keynote, banyak wejangan akan disampaikan kepada panitia. “Kamu hati-hati, tolong diatur siapa saja yang ketemu dia, jangan sampai dia lupa makan,” itu yang sering dikatakan Bu Rika.
Itulah Chief RA dan kawan-kawannya. Mereka banyak mewarnai kehidupan Kominfo selama lima tahun terakhir. Menarik bagaimana Chief RA coba memasukkan nilai baru yang lebih dinamis dan kompetitif di lingkup birokrasi yang kaku dan rigid.
ADVERTISEMENT

Chief RA dan Kalimat Supernya

Saya paling suka menyimpan kata-kata mutiara. Kata-kata yang kuat, menginspirasi, dan menggugah diri. Memang tak dicatat. Namun meresap ke hati. Caelah. Nah, kali ini beberapa kutipan menarik Chief RA yang setidaknya pernah Saya jadikan acuan bekerja.
Jangan tabu untuk meneruskan dan mengakui program orang lain. Justru inovasi juga berarti memberi nilai tambah dari pola yang tengah berjalan, sekecil apa pun perubahannya. Chief RA tidak pernah bilang bahwa strateginya lah yang paling hebat dan powerful, namun ada sebuah acuan umum untuk menilai kualitas sebuah program.
ADVERTISEMENT
Program Departemen Penerangan (Deppen), Juru Penerang (Jupen) misalnya. Soal Jupen, Chief tak masalah bila dihidupkan kembali. Hanya saja perlu diberi nilai tambah. Maka, tak lama muncullah program Petugas Informasi Publik (PIP) untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Modelnya sama semisal Jupen, namun bedanya “bukan perekrutan baru”. Memanfaatkan penyuluh yang sudah ada, kendati ada di Kementerian lain. “Perbaiki konsepnya. Karena merekrut baru kan susah, energinya lebih banyak dibanding memanfaatkan yang sudah ada. Kita kasih job desk nya, berikan honornya. Pasti dia lebih senang. Bila senang, hasil akan maksimal,” lagi-lagi ucapan Chief yang saya ambil secara makna.
ADVERTISEMENT
Kurang lebih begitulah kutipan Chief yang Saya catat. Dan Saya mengamini, “Lu ngerjain yang ini ya karena expertise lu di sini, gue di sini. Karena kita punya goal yang sama, saling bahu membahu untuk mencapai tujuan yang sama.”
Perkataan Chief kemudian akan menjadi bahan perenungan mendalam. Kamu mau buat apa? Tujuannya apa? Berapa banyak yang mau disasar? Nah cari siapa yang punya tujuan sama. Siapa kawan Saya? Siapa yang harus diajak kolaborasi? Kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan berikutnya: Kenapa mereka bisa dan kita tidak?
Pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya sangat mendasar, namun kerap dilupakan saking sederhananya.
ADVERTISEMENT
Ini kutipan super. Bagi sebagian orang, bisa jadi terkesan sombong. Namun untuk Saya, ini adalah leadership tingkat tinggi. Bagaimana memberikan panggung kepada anak buah agak bisa terus maju dan memanfaatkan peluang untuk tampil di depan.
Kadang sebagai pimpinan, inginnya memborong semua klaim kesuksesan. Semua karena Saya. Tanpa sedikitpun memberikan apresiasi bahwa ada kerja keras tim di sana yang mungkin juga ingin mendapat pengakuan serupa.
Quote ini juga Saya pegang agar tetap sadar bahwa kerja tim, janganlah diklaim personal. Dan selalu mengapresiasi sedikitpun peran pihak yang terlibat. Ketika nama seseorang naik, pasti ada seseorang juga yang merelakan posisinya dipakai. Saya bisa seperti ini karena diberikan kesempatan oleh atasan.
ADVERTISEMENT
Karena itu di tim, semua diberikan kesempatan untuk memakai panggung bagi perkembangan karier mereka. Tapi dengan satu syarat: Prepare for the Best, Ready for the Worst.
Kebanggaan pemimpin adalah jika berhasil menghasilkan pemimpin baru. Jika pemimpin sudah menjadi juara, dan tahun-tahun berikutnya bisa juara lagi dengan orang yang beda, artinya kaderisasi berhasil.

Chief RA dan IndonesiaBaik.id

Terus terang, fase ini yang paling membanggakan untuk kami, saya dan tim, selama lima tahun terakhir. Project yang kami usung, Indonesiabaik.id (IB), juara dunia. Sebut saja demikian. Banyak yang ambil peran dan membantu project ini. Namun izinkan Saya menyampaikan ceritanya.
ADVERTISEMENT
Kalimat ini yang saya catat baik-baik dan sampaikan ke tim agar tak patah arang untuk mengusulkan sebuah ide baru. Kami mencoba menyusun detail setiap tahap kelahiran bayi IB. Mulai dari benchmarking ke Litbang Kompas untuk memetakan alur kerja, kebutuhan SDM, hingga tetek-bengek lainnya.
Kami coba susun pertanyaan-pertanyaan mendasar agar kaki bayi IB kokoh. Kuat menjawab pertanyaan “seberapa luas dampaknya untuk Indonesia”, “siapa kawan dan kompetitor”, “mana yang bisa diajak kerja sama”, dan rentetan pertanyaan lainnya.
Lagi dan lagi, kalimat Chief RA kami ulang terus menerus. Bahwa ada peluang untuk melahirkan bayi IB. Tak sekadar copy paste program lama yang kadang lupa ditanyakan “seberapa luas dampaknya?”. Kami lakukan rasionalisasi bujet, buat kebutuhan kompetensi SDM, lobi ke kiri dan ke kanan. Semata ingin membuktikan bahwa ucapan tadi bukan angin surga. Kami ingin mengejar mimpi, pembuktian bahwa kami ini sesuatu.
ADVERTISEMENT
Pun sudah bosan dengan perkataan, “Ah bujetnya gak ada. Kamu harus bikin TOR nya dulu, road map, kemudian ini dan itu”. Kalimat basa basi yang terdengar seperti, “tahu apa kamu ini. Sudah ikuti program kemaren saja. Toh tak salah, tak ada temuan,”
Bila semua program bisa bagus ataupun jelek, tak ada salahnya mencoba dulu apa yang kami ajukan. Anggap saja sekadar memberi variasi baru dan melawan kebosanan. Plus silakan bebankan tanggung jawab atau bahkan penalti sekaligus bila ternyata programnya gagal. Kami hanya ingin kesempatan dan diberi pengakuan.
Tuhan menjawab rapalan doa hamba-Nya yang meminta. “Silakan mas. Dua hal: report progress dan setiap langkah harus ada output yang jelas,” itu pesan pimpinan terhadap kami.
ADVERTISEMENT
Kami memulai dengan “One Day One Infografis” pada awal 2015. Tantangannya adalah, membuat kemasan informasi tentang program pemerintah yang bisa dipahami oleh masyarakat. Ini mencoba menjawab stigma bahwa dokumen pemerintah itu berbahasa dewa. Bahasanya tinggi dan sulit dimengerti.
Kami percaya, setiap rezim pemerintah selalu mencoba mensejahterakan masyarakat, siapa pun pemimpinnya. Masalahnya adalah komunikasi program. Banyak yang tak tahu, tak kenal, dan akhirnya tak mendapat manfaat utamanya. Lalu bagaimana caranya program pemerintah bisa berjalan, bila masyarakat tak tahu apa hakikat dari program tersebut. Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar, tak akan dinikmati pemanfaatnya. Sekadar seonggok kartu.
Kami yakin, bila masalah kemasan komunikasi ini bisa kami atasi, maka akan bermanfaat luas. Bila bisa menyederhanakan informasi dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat maka dampaknya akan masif. Orang akan sangat terbantu.
ADVERTISEMENT
Kami buka banyak referensi data, kami lihat ceruk pasar media, kompetitor, dan berapa modal awalnya. Susun pula mana prioritas dan tambahan, sekadar rasionalisasi bujet agar masuk hitungan.
Bismillah. Produk pertama dirilis. Belum bernama IB, masih embrio. Kami rilis ke semua grup jejaring. Tujuannya, selain menyebar informasi juga mendapat input berharga.
Rentetan saran perbaikan, terus masuk ke kami. Mulai dari validitas data, visual yang kurang menarik, huruf terlalu kecil, hingga salah ketik. Panjang dan ramai, khas netizen +62.
Respons ini membuat kami tambah percaya diri. Banyak yang memperhatikan konten yang kami buat. Senangnya setengah mati.
Namun demikian ada hal yang membuat kami selalu was-was, yaitu data. Diakui atau tidak, manajemen data pemerintah itu buruk. Parah. Mulai dari kesadaran keberadaan, keberlangsungan, tempat pengumpulan, laporan, dan lainnya. Usah dulu bicara tentang validitas dan pemaknaan data. PR!
ADVERTISEMENT
Sementara kami main di ranah tadi. Penyajian data pemerintah. Risiko yang bisa dibilang tinggi karena dalam kehumasan ada pameo, “Informasi pemerintah itu tak boleh salah. Benar itu wajib, cepat itu bonus,”
Bayangkan kalau kami rilis informasi yang salah dengan membawa nama pemerintah. Pastilah berujung galau dan membingungkan masyarakat. Celaka lagi bila dianggap ngerusuhi, menambah masalah.
Ini kalimat terdahsyat dari Chief RA. Harus ada yang siap bertanggung jawab dalam pengelolaan program. Dan tentu saja, Chief RA gak pernah main-main dengan hal ini. Ia tak akan segan menutup program bila dianggap tak berguna, apalagi ini ngerusuhi. Bisa combo. Leher seurat-uratnya.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, hajar sajalah. Toh Chief RA juga yang mengajarkan kami:
Kami memberanikan diri untuk melahirkan bayi IB, pada 2017. Menggunakan brand sendiri, lepas dari identitas Kominfo. Mencoba menyasar target usia 18-34 tahun yang sedang penuh di media sosial. Aspek visual dalam penyajian data, menjadi unggulan kami. Mencoba peruntungan mengisi ceruk yang masih longgar pemainnya: katadata, tirto, dan beritagar.
Indonesiabaik.id resmi dilaunching pada bulan Ramadhan, 6 Juni 2017. Tanggal yang sama dengan kelahiran proklamtor kita, Bung Karno. Namanya diambil dari nama “Projek GPR” di tim pembisik menteri. Saya izin untuk memakainya karena namanya bagus. Mencoba mendorong untuk Indonesia yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Hingga Desember 2017, mas Donny BU menginformasikan tentang World Summit on Information Society (WSIS) Prizes 2018 dan meminta agar IB membuat proposal dan mengajukannya sebagai perwakilan Kominfo dari IKP.
Selain mendorong dari komunitas, beliau berharap agar Kementerian juga mengirimkan wakil. Merepresentasikan ragam sektor yang ada di Kominfo: infrastruktur diwakili Bakti, pemberdayaan TIK oleh Internet Cerdas, Kreatif, dan Produktif (INCAKAP), dan Kehumasan Pemerintah oleh Indonesiabaik.id. Saat itu, ada 18 proposal yang diajukan dari Indonesia. Tiga di antaranya dari Kominfo.
Senang dan bangga ketika diminta untuk mengirimkan proposal. Namun waktu yang mepet, membuat kami setengah hati untuk menggarapnya. Ditambah lagi tak ada format baku dan kami minim pengalaman dalam membuat proposal internasional.
ADVERTISEMENT
Dan akhirnya, kami mendapat informasi dari mas Donny yang juga merupakan vocal point Indonesia bahwa kami mendapat predikat Winner di kategori media. Hanya saja masih bersifat rahasia dan akan diumumkan nanti saat penyerahan penghargaan. Di Jenewa, Swiss. Wow.
Girang bukan kepalang. Perjalanan panjang berbuah hasil. Penghargaan yang tak tanggung-tanggung, level dunia. Membawa kami langsung ke langit ke tujuh dunia. Tembus segala penderitaan, sakit, marah, jengkel, penat, lelah, dan lainnya. Berubah menjadi tawa bahagia. Lepas.
Apresiasi tinggi dan membanggakan dari Chief RA. Saya diizinkan berdiri mewakili pimpinan Kominfo untuk menerima penghargaan di atas podium. Menerima piala dari Sekjen International Telecommunication Union (ITU), Houlin Zhou di panggung internasional.
Tak itu saja, berkesempatan berdiri di antara 18 winners beragam kategori untuk menerima penghargaan. Hanya ada satu Indonesia di sana. Indonesiabaik.id
ADVERTISEMENT
Terima kasih Chief RA.
------- III ------
Thx to kawan seperjuangan:
Roli, Ides, Filmon, Nando di Tim Pembisik Menteri. Septa, bang Dullah, Fizan kawan curcol bareng. Riana, Nuniek, Anas, Widi, Farida (Dewo), bu Wanti, pak Naca, pak Heryadi, pak Syafaat : tetap semangat! Ibu Siti Meiningsih dan pak Gunarjo: makasih. Mas Donny, yang gigih meyakinkan kami dan membantu dalam penyusunan proposal.