Transformasi Cerita Malin Kundang

Satya Gayatri
Dosen Sastra MInangkabau Unand
Konten dari Pengguna
6 November 2023 9:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Satya Gayatri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo ilustrasii Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis Kota Padang. Photo koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Photo ilustrasii Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis Kota Padang. Photo koleksi pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cerita Malin Kundang banyak dikenal orang walaupun mereka bukan berasal dari Minangkabau tempat asal cerita ini, tetapi juga dari luar Minangkabau. Cerita Malin Kundang dikenal mengisahkan seorang anak yang durhaka kepada ibunya yang berakhir dengan tragis karena menjadi batu.
ADVERTISEMENT
Di balik kisah itu ternyata cerita Malin Kundang sampai sekarang masih diingat dalam memori masyarakat, padahal berbagai cerita lisan dengan motif yang sama juga beredar, tetapi tidak sepopuler cerita Malin Kundang. Kenapa dan ada apa dengan cerita Malin Kundang yang masih popular sampai sekarang? Barangkali cara yang dilakukan pada cerita Malin Kundang ini bisa diadopsi untuk cerita atau budaya tradisional lainnya.
Jika diperhatikan cerita dengan motif yang sama di mana tokoh anak yang tidak menghormati ibunya beredar di mana-mana. Di bagian akhir cerita, terjadi perbedaan misalnya tokoh anak tenggelam ke dalam lumpur, menjadi patung, berubah menjadi binatang atau pohon dan lain-lain.
Namun, cerita itu tidak sepopuler cerita Malin Kundang. Nah, jika cerita itu tetap diingat oleh generasi yang akan datang maka bisa dilakukan berbagai cara dengan memindahkannya ke berbagai media baik secara manual atau bisa juga dengan digital.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya dimuat secara digital diharapkan anak-anak yang suka memainkan gadget bisa dialihkan dengan membaca atau melihat cerita-cerita tradisional yang beredar di masyarakat, mengingat jumlah semakin berkurang karena sudah banyak pewaris aktifnya yang meninggal.
Batu Malin Kundan di Pantai Air Manis, Padang. Foto: Budi Priswanto/Shutterstock
Cerita Malin Kundang awalnya hanya beredar secara lisan, menceritakan sebuah legenda yaitu batu yang berukuran besar menyerupai orang dan kapal. Batu itu merupakan perubahan wujud Malin Kundang dengan kapalnya setelah Malin tidak mengakui ibunya.
Malin Kundang yang sudah kaya raya di rantau malu dengan ibunya yang jatuh miskin sejak ditinggalkan sehingga akhirnya berubah menjadi batu. Cerita lisan itu kemudian dituliskan sehingga saat ini begitu banyak buku cerita Malin Kundang. Penelusuran sepintas di google telah ditemui lebih 40 buku cerita yang berjudul Malin Kundang.
ADVERTISEMENT
Cerita lisan yang telah dituliskan otomatis melestarikan dan menyebarkan cerita tersebut. Jika cerita lisan tidak dituliskan akan hilang dengan sendirinya kalau orang yang bisa mengingat dan menyampaikan cerita sudah meninggal.
Selain menuliskan kembali cerita Malin Kundang juga telah ditransformasi ke berbagai karya seni lainnya seperti ke bentuk film, tarian, patung, sendratari, sinetron, bahkan ada juga ditemui nama produk makanan tradisional yang dikemas dengan label Malin Kundang.
Orang yang menggarap cerita Malin Kundang ke berbagai karya itu berasal dari berbagai daerah di luar Minangkabau, sehingga cerita ini semakin populer jika dibandingkan dengan cerita lisan lainnya.
Populernya cerita ini semakin kuat karena lokasi batu Malin Kundang menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Padang yang terletak di Pantai Air Manis. Legenda batu Malin Kundang yang dilihat oleh wisatawan otomatis mengingatkan atau mungkin diceritakannya kembali sesuai dengan cara mereka masing-masing, baik itu dilakukan dengan sengaja atau pun tidak.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini membuat cerita Malin Kundang semakin menyebar. Lokasi wisata lain yang terkenal karena ada cerita tradisional yang melatarbelakanginya juga terdapat di berbagai daerah, seperti lokasi wisata Tangkuban Perahu terkenal karena legenda Sangkuriang atau daerah sirkuit Mandalika juga berasal dari mitos seorang putri cantik yang bernama Mandalika.
Dari berbagai fenomena cerita tradisional ditransformasikan ke bentuk karya baru berarti bukan menghilangkan cerita itu, tetapi justru semakin bertahan. Hal ini bisa juga dilakukan terhadap budaya tradisional yang lainnya. Namun, yang harus diperhatikan adalah pesan utama dari cerita atau budaya tradisional itu tetap disampaikan.
Itulah keunikan dari cerita yang bersifat lisan karena bisa diubah, ditambah, atau mungkin dikurangi sesuai dengan kondisi dan situasinya saat disampaikan. Sebuah cerita lisan tidak ada yang sama persis walaupun ceritanya yang disampaikan sama. Para penonton, pendengar, suasana, atau mungkin tujuan dari cerita disampaikan membuat sebuah cerita diubah.
ADVERTISEMENT