Curahan Hati: Kesedihan Menjadi Amunisi

Said Hakiki Yusuf
Mahasiswa Perbankan Syariah yang lahir di Pulau Sumatera
Konten dari Pengguna
8 Januari 2024 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Said Hakiki Yusuf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Variasi fenomena sosial keunggulan generasi millennial
Visual Perasaan Sedih. Image by Myriam Zilles From Pixabay
Fenomena sosial yang sedang dihadapi pada generasi millennial menjadi urgensi bagi beberapa korban seperti penulis, terkesan hiperbola namun kasus ini menjadi 'kriminal' atau kejahatan besar di dunia pertongkrongan. Kasus penipuan derita dan cerita menjadi kebiasaan yang diwajarkan pada saat ini, menarik empati menjadi suatu keharusan dan dapat menjadi achievment tersendiri bagi yang melakukannya. Pasalnya, saya dan beberapa teman saya sering berjumpa dengan sosok manusia yang memperalat kesedihannya sebagai materi bicara dan menempatkan penderitaannya pada situasi yang tidak tepat. Beberapa oknum tersebut memanfaatkan "Kesedihan menjadi amunisi" untuk meraih pengakuan dan empati semata dan biasanya didukung oleh kata - kata merendahkan lawan bicara. Sehingga, hal tersebut berakibat munculnya perasaan bahwa dialah yang paling tersakiti, paling menderita dan manusia paling sedih di galaksi bima sakti. Mungkin beberapa pembaca menemukan relevansi tulisan ini dengan pengalamannya, namun saya mewakili pembaca untuk menuliskan keluh kesahnya.
ADVERTISEMENT
Dari kutipan diatas menunjukan bahwa dewasa ini, banyak orang secara tidak langsung bukannya menghindari suatu kesedihan atau masalah, namun justru menginginkannya. Respon yang mudah untuk sedih atau berlarut pada masalah kecil tidak menjadi suatu masalah, namun yang menjadi masalah apabila, masalah tersebut menciptakan sifat egois dan merasa tidak didengar oleh orang lain, yang padahal faktanya bersebrangan. output yang diberikan tidak bijak dan merugikan orang lain.
Yang menjadi penyebab tindakan ini tercipta adalah karena sensifitas berlebih terhadap suatu masalah berubah menjadi tameng sekaligus senjata untuk mudah tersinggung dan menyinggung. Dan menurut saya, yang mengakibatkan sikap ini menjadi semakin eksis adalah lingkungan yang homogen dan orang - orang yang berada disekitarnya mendukung sikap tersebut. Sehingga, kesedihan dan penderitaannya di validasi dan hanya berputar pada lingkungan mereka. Faktor tersebut berdampak untuk menciptakan emosi yang sama dan mengakibatkan munculnya perasaan superior karena memiliki banyak teman yang senasib. Padahal, opini atau perasaan tersebut belum tentu benar dan diterima apabila pendapat mereka di publikasikan pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Memiliki teman dengan nasib atau perasaan yang sama, dapat melahirkan perasaan ekslusif dari si pelaku dan mulai berani untuk bertindak dengan memanfaatkan kata - kata “playing victim” mereka. Kata - kata tersebut menjadi jurus andalan bagi ' hakim' dadakan ini atau menghakimi orang lain bahwasanya cerita atau perasaanya lah yang paling menyakitkan dan tidak ada manusia bahkan mahklup hidup lainnya memiliki cerita atau perasaan yang lebih sedih dari dirinya. Implementasi dari sikap tersebut ditunjang oleh bakat lain yaitu tidak menerima penolakan dan berlindung dibalik kata kata "Lu masih mending......".
Dimensi internal pada kata 'Relatif'
Visual Nongkrong. Foto : manunggal.undip.ac.id
Pertanyaanya, apa yang menyebabkan seseorang menjadi egois karena kesedihan?
Selaras dengan aliran Stoikisme, opini saya hanya berdasarkan rasionalitas dan berkesinambungan dengan defini stoik yaitu pemisahan antara dimensi internal dan eksternal. Permasalahan sosial ini muncul akibat sensifitas yang berlebih pada suatu masalah dan mengakibatkan tindakan yang negatif pun dengan mudah terpancarkan bahkan diberikan pada orang lain.
ADVERTISEMENT
Kutipan di atas menjadi argumen sekaligus pernyataan yang tepat untuk mengimbau berhenti bertindak egois. Menurut opini saya pribadi, relatif menjadi kata kata yang tepat bagi seseorang menerima emosi, baik sedih, bahagia, marah dan lain sebagainya. Kita tidak bisa menyimpulkan atau menghakimi emosi seseorang dalam menerima suatu keadaan dengan parameter kita sendiri.
Contoh Dalam konteks emosi baik kebahagiaan dan kesedihan, semua orang memiliki kebebasan dalam meraih dan menerima hal tersebut dan respons yang diberikan oleh seseorang pada suatu hal, yang akhirnya berubah menjadi kebahagiaan atau kesedihan hanya ditentukan oleh individu itu sendiri bukan orang lain, bisa jadi apa yang membuat kita senang hanya bernilai kecil bagi orang lain dan bisa jadi apa yang membuat kita sedih menjadi hal yang mudah dihadapi bagi orang lain.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menunjukkan bahwa membandingkan kesedihan atau kebahagiaan merupakan pertengkaran yang kekal dan tidak akan menemukan pemenang. Hal tersebut yang harus dipahami bahwa suatu perasaan spesifik , tidak ada yang menentukan bahwa kita yang paling sedih atau paling bahagia, karena semua orang memiliki kesedihan, kebahagiaan dan penderitaannya masing-masing dan hal tersebut tidak bisa kita intervensi dengan standar yang kita buat.

Terlalu Perasa Menjadi Ancaman

Faktor yang menjadi sebuah masalah adalah kepekaan yang berlebih atau sensian menjadikan semua hal menjadi rumit. diksi ini juga sebagai refleksi diri bagi penulis yang masih labil dalam keadaan dan situasi tertentu, namun kenyataan pahit yang harus kita terima adalah kita tidak bisa hidup tanpa masalah,
ADVERTISEMENT
Setiap hari kita akan menemukan kesedihan dan kebodohan baru. Namun yang banyak orang tidak sadari bahwa kesedihan ternyata dihadirkan bersamaan dengan kebahagiaan dan pengambil keputusan hanya berada di tangan kita dan hanya kita yang bisa menentukan respons yang kita pilih, merasa terganggu atau merasa terhibur dengan kebodohan tersebut.
Tidak semua orang berani dan bisa mengungkapkan perasaannya ke permukaan publik baik melalui sosial media maupun secara langsung, banyak orang yang menyembunyikan masalahnya karena beranggapan bahwa kesedihannya akan hanya mengganggu atau menganggap kepedulian orang lain hanya sebagai formalitas.
Menyadari kondisi tersebut membuat kita sadar tidak semua orang bisa dan berani mencurahkan isi hatinya. Seharusnya situasi tersebut membuat kita paham bahwa lawan bicara kita bisa saja sedang merasakan kesedihan atau penderitaan yang dia tutupi dengan tertawa dan tersenyum. Usaha tersebut harus kita hargai dengan tidak membandingkan kejadian hidup mereka dengan masalah yang kita punya.
ADVERTISEMENT
Semua orang memiliki kesulitan dan penderitaannya masing-masing. Baik orang kaya tujuh turunan pun memiliki masalahnya sendiri. memahami perasaan orang lain walaupun kita tidak merasakannya merupakan kedewasaan yang sangat luar biasa. Bahwasanya kebahagiaan atau kesedihan yang kita rasakan hanya kita yang tau pahitnya dan bagaimanapun orang lain membuat hal tersebut menjadi salah tidak akan mengubah kebenaran objektifnya. Menarik simpati memang diperlukan tetapi dengan cara menjual kesedihan secara berlebihan hanya merupakan salah satu tindakan ceroboh.
Belajar menerima bukan mengubah memang sulit, namun tidak ada cara lain selain menikmati hidup dan menikmati kesedihan tersebut dengan menangis dan bertahan. Efek jangka panjang pada protes atau mengeluh dengan keadaan secara terus menerus bukan hanya menimbulkan aura negatif bagi orang lain, namun akan menghilangkan empati dan menganggap bahwa orang lain memiliki cerita yang tidak berarti dibandingkan cerita yang kita miliki.
ADVERTISEMENT
Semoga penulis paham bahwasanya teori tidak semudah implementasi. Tulisan ini menjadi bukti usaha kedewasaan penulis memahami fenomena sosial sekaligus cermin yang bisa melihat kelemahan penulis.