Air Mata di Ujung Sajadah (2023): Analisis Kajian Gender

Roma Kyo Kae Saniro
Dosen Universitas Andalas dan Peneliti Kajian Gender dan Feminisme
Konten dari Pengguna
21 Januari 2024 8:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roma Kyo Kae Saniro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Poster Film "Air Mata di Ujung Sajadah" (2023). Sumber: https://www.imdb.com/title/tt26507543/mediaviewer/rm1401772033/?ref_=tt_ov_i
“Air Mata di Ujung Sajadah (2023):” menggambarkan pengembaraan yang pedih dari Aqilla, seorang ibu yang dipersonifikasikan oleh Titi Kamal, saat dia bergulat dengan upaya sulit untuk merebut kembali putranya, yang telah terasing selama rentang tujuh tahun. Konflik berikutnya antara Aqilla, ibu kandung yang merindukan keturunannya, dan Yumna, orang tua asuh yang telah memelihara Baskara (diberlakukan oleh Fedi Nuril) sejak kelahirannya, memperkenalkan kompleksitas berlapis-lapis pada struktur dramatis narasi.
ADVERTISEMENT
Pengungkapan bahwa putra Aqilla yang diduga telah meninggal, pada kenyataannya, masih hidup memberikan sentuhan yang menarik. Tekad Halimah (diwujudkan oleh Tutie Kirana) untuk memulai perjalanan kembali ke Indonesia untuk mendapatkan kembali hak asuh putranya memberikan plot dengan kedalaman emosional yang mendalam. Bentrokan antara Aqilla dan Yumna melampaui pertempuran hak asuh belaka; itu mencakup ranah sentimen dan ikatan emosional yang telah berkembang dan menguat selama tujuh tahun itu.
Ilustrasi Aqilla dan Anak Lelakinya yang Bertemu setelah 7 Tahun. Sumber: https://www.pexels.com/photo/mother-standing-and-kissing-child-5712169/
Secara keseluruhan, film ini tampaknya menawarkan penggabungan yang menarik dari perselisihan keluarga, gejolak emosional, dan bukti potensi cinta keibuan. Bagi pemirsa yang menghargai drama keluarga yang diresapi dengan elemen emosional yang mendalam, film ini mungkin terbukti menjadi pengalaman sinematik yang memuaskan.
Dalam film ini, narasi reproduksi perempuan menjadi titik fokus yang memperdalam analisis kajian gender. Aspek-aspek tertentu dapat diidentifikasi, membuka pintu bagi pemahaman yang lebih mendalam mengenai norma-norma gender dan dampaknya terhadap perempuan dalam konteks perkawinan.
ADVERTISEMENT
Pertama dan terutama, inisiasi narasi menggarisbawahi ketidaksetujuan pernikahan Aqilla dengan pasangannya. Penegakan tekanan sosial mengenai status ekonomi dan sosial pria dalam pernikahan menyajikan gambaran norma-norma gender yang kuat. Antisipasi bahwa pasangan harus memiliki status ekonomi yang mapan menimbulkan kesulitan bagi wanita, menempatkannya dalam situasi yang melibatkan keputusan sulit ketika memilih pasangan hidup sesuai dengan norma-norma sosial yang telah mendarah daging. Ini berkorelasi dengan teori konstruksi sosial gender, yang menekankan bahwa kesenjangan gender bukan semata-mata produk dari faktor biologis melainkan konstruksi sosial yang ditanamkan dalam masyarakat.
Kedua, penggambaran Aqilla sebagai ibu tunggal yang harus mencari perlindungan dengan ibunya memunculkan masalah stigmatisasi terhadap perempuan yang menjalani hidup mereka sebagai ibu tunggal. Perempuan dalam posisi seperti itu sering dihadapkan dengan tantangan dan perspektif sosial yang mungkin meremehkan atau meremehkan mereka. Ini mencontohkan stereotip dan harapan yang melekat dalam peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini lebih lanjut ditunjukkan oleh karakter Halimah, yang berpendapat bahwa aspirasi Aqilla untuk pendidikan dan karier harus dihentikan karena stigma bahwa seorang wanita yang menjadi seorang ibu akan terbatas pada ranah rumah tangga. Ucapan Halimah, yang menganggap pendidikan dan karir Aqilla sebagai seorang ibu tunggal, membangun narasi hambatan dalam pengembangan diri. Bidang studi gender memiliki potensi untuk menyelidiki bagaimana stereotip yang terkait dengan peran ibu tunggal dapat memberikan tekanan pada wanita untuk mengorbankan ambisi pendidikan dan karir mereka.
ADVERTISEMENT
Penggambaran tersebut juga menggarisbawahi bagaimana norma-norma patriarki dan harapan tradisional perempuan dalam masyarakat dapat menghambat kebebasan dan pilihan hidup mereka. Studi gender dapat mengeksplorasi keterkaitan perspektif ini dengan peran perempuan sebagai pengasuh dan bagaimana stereotip gender memengaruhi prospek perempuan untuk mengaktualisasikan potensi mereka.
Ketiga, masalah penutupan identitas muncul dari tipu daya yang disebarkan oleh tokoh-tokoh Halimah. Tindakan menipu Halimah melukiskan gambaran yang jelas tentang respons masyarakat terhadap situasi di mana seorang wanita menemukan dirinya sebagai ibu tunggal. Selain itu, ini menjelaskan tekanan sosial yang mungkin dihadapi wanita saat mereka menavigasi perubahan status reproduksi mereka. Upaya Halimah untuk menyembunyikan masa lalu Aqilla, dengan asumsi bahwa perempuan akan merasa lebih nyaman untuk melupakan dan melanjutkan studi mereka, mencontohkan pengaruh norma gender pada pilihan yang dibuat wanita dalam hidup mereka.
ADVERTISEMENT
Kebohongan yang dilakukan oleh Halimah menawarkan wawasan berharga tentang persepsi masyarakat tentang peran dan identitas ibu tunggal. Pembuatan ini berfungsi sebagai ilustrasi tekanan dan harapan masyarakat yang ditempatkan pada perempuan untuk mempertahankan citra yang selaras dengan norma-norma gender yang berlaku. Lebih jauh lagi, tindakan curang Halimah yang bertujuan menyembunyikan masa lalu Aqilla dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk mengendalikan identitas perempuan sesuai dengan norma-norma patriarki, yang cenderung menghakimi wanita yang menemukan diri mereka sebagai ibu tunggal. Contoh kepalsuan ini tidak hanya berdampak pada karakter individu dalam film tetapi juga memberikan refleksi dinamika sosial yang lebih luas yang berkaitan dengan identitas, struktur patriarki, dan konsekuensi dari kepatuhan pada norma-norma gender dalam masyarakat.
Ilustrasi Penutupan Identitas. Sumber: https://www.pexels.com/photo/monochrome-photo-of-woman-3225796/
Selain itu, kemandirian awal Aqilla saat tinggal bersama suaminya, diikuti oleh paksaan kembali ke ibunya, menyajikan narasi tentang pilihan wanita dalam hidup dan otonomi keuangan mereka. Narasi ini dapat dilihat sebagai cerminan norma-norma yang menempatkan perempuan dalam posisi ketergantungan pada dukungan keuangan pria, dan tantangan yang mungkin dihadapi wanita yang berjuang untuk kemerdekaan dalam masyarakat di mana norma-norma ini bertahan. Pada akhirnya, ketika suami Aqilla meninggal, dia terpaksa mencari dukungan keuangan dari ibunya. Hal ini semakin memperkuat keyakinan yang berlaku bahwa perempuan selalu bergantung pada suami mereka dalam hal masalah keuangan.
Ilustrasi Perempuan yang Ditinggalkan Suaminya. Sumber: https://www.imdb.com/title/tt26507543/mediaviewer/rm1401772033/?ref_=tt_ov_i
Secara keseluruhan, analisis film tentang studi gender memberikan pemahaman komprehensif tentang dinamika sosial yang rumit dan norma-norma gender yang memengaruhi kehidupan perempuan. Film ini berfungsi sebagai titik awal yang menawan untuk menyelidiki dan terlibat dalam diskusi lebih lanjut tentang peran gender dalam masyarakat, sambil menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas dampak norma-norma tersebut pada kehidupan perempuan. Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, cerita yang digambarkan dalam film dapat berfungsi sebagai sumber berharga untuk diskusi mendalam dalam studi gender sehubungan dengan reproduksi wanita, pernikahan, dan norma-norma sosial yang membentuk kehidupan perempuan.
ADVERTISEMENT