AI, Depresi, dan Nasib Kaum Menengah

Robit Nurul Jamil
Akademisi Universitas Jember
Konten dari Pengguna
17 Juli 2023 17:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Robit Nurul Jamil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi face recognition atau AI. Foto: sp3n/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi face recognition atau AI. Foto: sp3n/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berawal dari kanal YouTube techlead seorang mantan programer Google asal Jepang Patrick Shu (43). Dia berpendapat “stop mencari uang, stop untuk menjadi produktif di era sekarang ini. Semuanya sudah berakhir”.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ini adalah quote yang kontroversial yang saya tonton. Dia memberi analisis “akan ada hanya orang kaya dan orang miskin, orang menengah akan hilang atau bahkan menjadi miskin di era sekarang ini".
Orang menengah atau middle class ini didefinisikan orang yang kebanyakan dari kecil sekolah, mendapatkan nilai bagus kemudian lulus mencari pekerjaan. Bekerja di kantor nine to five berharap sampai pensiun.
Dia berpendapat era ini sudah berakhir. Rasionalisasinya dengan banyaknya lay-off atau PHK yang terjadi di semua startup teknologi, tidak hanya di Amerika tapi di seluruh dunia. Dia sebagai programer melihat apps tidak difungsikan secara maksimal lagi. Beberapa sistem teknologi Informasi tidak bekerja lagi, semuanya sudah dikerjakan oleh artificial intelligence (AI).
ADVERTISEMENT
Kemudian ada pergeseran di media sosial. Orang sudah tidak lagi percaya motivasi-motivasi seperti "Tujuh Cara Menjadi Kaya" atau "Tujuh Cara Meningkatkan Produktivitas". Orang lebih suka melihat konten-konten kesuksesan, mobil mewah, rumah mewah, atau traveling dengan mewah.
Itu semua sudah menjadi kultur dan tren di media sosial kontemporer. Takutnya, ini mempengaruhi psikologis user media sosial ke depan. Mereka tidak lagi fokus pada proses mencari uang, melainkan ingin menikmati hidup dengan kekayaan yang mereka miliki. Sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materialistik dalam dunia digital.
Pendekatan ini memiliki tiga tingkatan di atas cara tradisional mencari uang. Pertama, mereka mencari cara untuk mendapatkan kekayaan. Kedua, mereka mencari hal-hal yang dapat menciptakan suasana positif dalam hidup mereka. Ketiga, mereka memiliki kebebasan waktu yang cukup untuk menikmati hal-hal tersebut.
Dokumentasi : Pribadi/ by Canva
Terjadi perubahan dalam cara orang bekerja saat ini. Perusahaan tidak lagi tertarik dengan jam kerja 7 hingga 8 jam, perusahaan lebih cenderung memilih untuk meng-outsourcing pekerja, bekerja dari rumah, atau menggunakan kontrak daripada menawarkan pekerjaan jangka panjang sampai pensiun.
ADVERTISEMENT
Situasi ini diibaratkan Patrick Shu sebagai kapal Titanic yang tengah tenggelam. Meskipun kita berusaha keras untuk mencegahnya, kapal tersebut akan tetap tenggelam. Hal ini terjadi di seluruh negara. Dia mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah dengan menggunakan sekoci-sekoci kecil untuk keluar dari kapal Titanic.
Hal ini menarik meskipun sulit untuk diterima. Apa yang dia katakan adalah benar. Seberat apa pun usaha kita dalam bekerja saat ini, penghargaannya sangat kecil, dan hampir mustahil untuk melompat dari kemiskinan atau kemakmuran.
Foto: Tangkapan layar YouTube 2MLSpw-_OLo
Masih teringat ketika pada tahun 2007, Steve Jobs dari Apple memperkenalkan iPhone pertama dengan layar sentuh. Hal ini seketika mengguncang industri telepon genggam, mengakibatkan merek-merek besar seperti Nokia dan Blackberry mengalami kehancuran.
ADVERTISEMENT
Tidak lama setelah itu, dunia digital dengan cepat berkembang, dengan munculnya aplikasi, situs web, YouTube, dan lain-lain. Industri buku, majalah, koran, dan televisi konvensional hampir sepenuhnya digantikan oleh era digital.
Saat ini, AI muncul sebagai pengganti hampir semua jenis pekerjaan, persaingan dengan AI sudah tidak mungkin. Hal ini sulit untuk dihentikan.
Namun, meskipun tulisan ini terdengar depresif, ada beberapa hal positif yang bisa saya ambil dari kanal Youtube-nya: “Terkadang, hidup tidak apa-apa jika kita tidak melakukan apapun karena situasinya tidak memungkinkan.”
Sekeras apapun kita berusaha, kadang-kadang hasil yang kita harapkan tidak tercapai. Hal ini adalah sesuatu yang alami dan wajar. Saya yakin bahwa dalam situasi seperti ini, akan ada solusi atau sekoci-sekoci keberhasilan dari kapal Titanic yang akan kita peroleh melalui tindakan-tindakan yang terus kita lakukan dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Mungkin, dalam situasi sulit ini, akan muncul hal-hal positif yang tidak kita duga sebelumnya. Namun, bagi saya, tidak hanya tentang materi.
Kita juga dapat menunjukkan hal-hal positif melalui konten media sosial dengan mengedukasi orang lain, membuat mereka tertawa, memiliki hewan peliharaan yang lucu, dan lain sebagainya. Hal-hal ini juga membawa kebaikan yang mungkin memang ditujukan oleh AI agar kita bisa menikmati hidup dengan lebih baik.