Budaya dalam Bangunan China

Risna Marista
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
Konten dari Pengguna
17 April 2022 19:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Risna Marista tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Marina M dari Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Marina M dari Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“The House Of Kwee Sik Poo” yang artinya Rumah milik Kwee Sik Poo. Keluarga Kwee Siok Poo adalah keturunan Indonesia-Cina yang tinggal di Pasuruan Jawa Timur dan keluarganya juga salah satu keluarga pedagang etnis Cina yang berhasil menjalani kehidupan dengan sukses di kota Pasuruan pada abad ke- 18.
ADVERTISEMENT
Pada masa kolonial, Belanda mengangkat orang-orang terkemuka yang berhubungan baik dengan mereka, mereka diangkat menjadi kepala komunitas ini dan mereka menjadi bagian dari officieren stelsel, sebuah sistem hierarkis yang digunakan hingga tahun 1930-an, dan Pendelegasian tugas ini memicu permusuhan terhadap etnis Tionghoa di antara penduduk setempat, meskipun elit Jawa juga memungut pajak tertentu. Dikota mereka terdapat Sungai yang mengalir dari utara ke selatan dan sungai tersebut memiliki manfaat alam yang besar dan berperan penting dalam pengembangan wilayah ini. Sungai tersebut juga digunakan sebagai jalur perdagangan yang menyalurkan hasil pertanian ke pelabuhan hingga sampai ke daerah lain.
Kondisi ekonomi yang menguntungkan ini menyebabkan masuknya pedagang dari berbagai suku bangsa, terutama Arab dan Tionghoa tetapi juga Madura, yang mayoritas terlibat dalam perdagangan hasil pertanian seperti beras, tembakau, dan tebu, serta di produksi gula. Pabrik gula yang ada pada tahun 1400 hingga 1830 memang sebagian besar dimiliki oleh etnis tionghoa namun masih diproduksi secara sederhana sehingga menyebabkan tingkat produksi yang rendah. Namun pada saat pemerintahan Hindia – Belanda dengan monopoli VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), etnis Tionghoa wajib menyerahkan hasil produksinya kepada VOC dan dibayar dengan harga tetap (rendah).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1887, Belanda mendirikan pusat penelitian tebu di Pasuruan, untuk meningkatkan produksi dan hasil. Hal ini terbukti sangat sukses Pasuruan menjadi daerah penghasil gula terbesar kedua di dunia, kedua setelah Kuba, dan penanaman tebu di sekitar Pasuruan relatif baru dan pabrik gula pertama yang diketahui di Pasuruan dimiliki oleh Kapitein der Chinezen pada tahun 1799. Selain hasil panen yang dibayar rendah juga diterapkan sistem tanam paksa pada tahun 1830 dengan ketentuan bahwa 20% dari tanah harus digunakan untuk tanaman perdagangan yang tentunya harga jualnya sangat rendah. Hal tersebut mengakibatkan kerugian dan kemiskinan di kalangan petani.
Keluarga Kwee Sik Poo memiliki Rumah yang dibangun oleh keluarga Kwee merupakan bentuk akulturasi budaya seperti memiliki atap berbentuk “ekor telor” khas Cina Fujian, tetapi di bawah atap rumah dibangun dengan gaya Eropa klasik dengan beberapa fitur interior China. Teras depan yang luas biasanya memiliki kolom-kolom klasik, demikian pula bagian belakang rumah yang luas, Saat memasuki rumah melalui salah satu dari tiga pintu tinggi, juga khas gaya kerajaan Hindia. Hal ini membuat rumah tersebut menjadi contoh utama dari perpaduan interior Cina dan Barat. Ventilasi silang dicapai dengan bukaan kecil di dinding, yang juga sangat tebal, dengan kedalaman sekitar empat batu bata. Di bagian belakang rumah adalah tempat tinggal para pelayan, tetapi sekarang telah menghilang karena kebun belakang telah disewakan dan rumah-rumah telah dibangun di atas sebidang tanah itu. Sisi-sisi rumah utama memiliki jalan setapak besar yang tertutup dengan pagar semi-tertutup untuk melindunginya dari hujan.
ADVERTISEMENT