Ujian Independensi KPU

Rino Irlandi
Alumni Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang meminati kajian hukum tata negara, pemilu, partai politik dan antikorupsi
Konten dari Pengguna
9 November 2021 12:46 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rino Irlandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kendaraan melintas di dekat papan sosialisasi pemilu 2019. Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Kendaraan melintas di dekat papan sosialisasi pemilu 2019. Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini, penetapan hari pemungutan suara Pemilu 2024 yang berlarut-larut menjadi sorotan publik, terutama bagi para pegiat dan pengamat pemilu. Banyak orang yang berpendapat bahwa Pemerintah terlalu jauh ikut campur dalam urusan teknis penyelenggaraan pemilu, terutama menentukan kapan sebaiknya hari pemungutan suara digelar.
ADVERTISEMENT
Namun, yang sesungguhnya luput dari perhatian banyak orang tersebut adalah, bahwa Pemerintah secara hukum memang berhak mengusulkan apa yang sebaiknya menjadi kebijakan pemilu. Pasal 75 ayat (4) UU No 7 Tahun 2017 menyatakan: Dalam hal KPU membentuk Peraturan KPU yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan Pemilu, KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah melalui rapat dengar pendapat.
Bertolak dari aturan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa Pemerintah berhak mengusulkan kapan sebaiknya hari pemungutan suara dalam Pemilu dilaksanakan. Namun, sejauh mana KPU harus mendengar pendapat tersebut? Apakah pendapat tersebut wajib dilaksanakan oleh KPU? Jawaban atas pertanyaan ini bisa didapatkan kalau kita menafsirkan kata "berkonsultasi" yang tercantum dalam undang-undang tersebut.
Kalau kata "berkonsultasi" yang tercantum dalam undang-undang tersebut ditafsirkan secara harfiah, maka sifat konsultasi hanya berupa masukan yang tidak mengikat. Argumentasi ini didasarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang memaknai konsultasi sebagai pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat, saran dan sebagainya) yang sebaik-baiknya.
ADVERTISEMENT
Penafsiran dari sisi hukum juga memiliki kesimpulan yang sama. Dalam Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, MK menyatakan bahwa konsultasi antara KPU dan DPR-Pemerintah tidak memiliki sifat mengikat. MK menganggap, kalau konsultasi antara KPU dan DPR-Pemerintah bersifat mengikat, hal tersebut akan mencederai independensi KPU.
Ujian Independensi KPU
Ilustrasi KPU. Foto: Embong Salampessy/ANTARA
Di antara rekomendasi Global Commission on Elections, Democracy and Security (GCEDS) pada tahun 2012 kepada semua negara demokrasi adalah pemerintahan di negara tersebut harus menghasilkan penyelenggara pemilu yang profesional, kompeten dan memiliki kebebasan untuk bertindak. Menurut GCEDS, lembaga penyelenggara pemilu harus melaksanakan tahapan pemilu secara profesional, non-partisan dan transparan.
Rekomendasi tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip internasional yang dirumuskan The International IDEA untuk menjamin penyelenggaraan pemilu yang memiliki legitimasi dan kredibilitas. Menurut prinsip internasional ini, penyelenggara pemilu di suatu negara demokrasi harus memegang prinsip independen, imparsial, integritas, transparan, efisien, profesional, dan berorientasi melayani.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi GCEDS dan prinsip international yang dirumuskan The International IDEA di atas telah diadopsi dalam UUD 1945. Dalam hal ini, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menetapkan bahwa penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat tetap dan mandiri. Artinya, secara konstitusional, Indonesia memilih untuk menyerahkan tugas penyelenggaraan pemilu kepada suatu lembaga independen yang terpisah dari lembaga pemerintah.
Namun, kali ini, independensi dan kebebasan bertindak KPU benar-benar sedang diuji. KPU terlihat gamang dan ragu menetapkan hari pemungutan suara karena Pemerintah ngotot dengan usulnya. Padahal, basis hukum bagi KPU untuk menetapkan kapan hari pemungutan suara secara sepihak sangat kuat.
Pasal 167 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan: hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU. Aturan ini, sudah secara eksplisit memberi kewenangan bagi KPU melalui produk hukum berupa keputusan lembaga untuk bebas menentukan kapan baiknya hari pemungutan suara Pemilu 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
Justru, ketika penetapan hari pemungutan suara berlarut-larut yang diiringi dengan keraguan KPU, asumsi yang mengarah pada penggerusan nilai independensi KPU akan mengemuka di ruang publik. Orang tidak akan bisa keluar dari asumsi bahwa keraguan tersebut timbul karena ada kepentingan anggota KPU yang sedang menjabat untuk menjabat kembali.
Dalam batas penalaran yang wajar, asumsi tersebut dapat diterima akal karena secara hukum Pemerintah melalui parpol di DPR punya kewenangan untuk menentukan anggota KPU baru yang saat ini sedang menjalani proses seleksi. Kalau asumsi ini benar, habis sudah nilai independensi KPU.
Oleh karena itu, kita berharap hari pemungutan suara untuk Pemilu 2024 sesegera mungkin diputuskan. Kalau Pemerintah tetap ngotot dengan usulnya, sementara dengan alasan yang lebih logis dan kuat KPU punya opsi sendiri, maka KPU harus bersikap tegas. Kita tidak bisa lebih lama lagi menunggu, sebab secara hukum tahapan pemilu baru bisa dimulai kalau hari pemungutan suara sudah ditetapkan.
ADVERTISEMENT